Sore itu terjadi kegaduhan di mansion keluarga Sebastian Harold. Jeff Barnard ditemukan tak bernyawa di dekat bathtub kamar mandi. Dugaan awal penyebab kematian Jeff adalah perdarahan otak akibat terpeleset di kamar mandi dan kepalanya terbentur di tepi bathtub. Sebagai perwakilan keluarga, Sebastian menolak permintaan dari pihak rumah sakit untuk melakukan otopsi.
“Penyebab kematian sudah jelas,” ujar Sebastian meyakinkan dokter Brian yang tampak tidak yakin dengan penyebab kematian Jeff Barnard. “Tapi ada sesuatu yang aneh.” Dokter Brian ragu. “kita harus melakukan otopsi.” “Tidak perlu, dokter. Tugasmu sudah cukup sampai di sini.” Sebastian mengambil alih. Ia telah mengatur semuanya dengan sangat teliti. Bagaimana posisi tubuh pria itu harus diletakkan, bagaimana ia harus membersihkan bekas darah di lantai ruang kerja Jeff, merapikan meja kerja Jeff Barnard dan membersihkan bekas sidik jari Eloise di pemberat kertas. Sebastian harus memastikan semua tampak wajar. Tak ada kesedihan mendalam di wajah keluarga inti Jeff Barnard. Valerie yang baru tiba dari perjalanan bisnis luar kota tampak hadir di pemakamam Jeff. Begitu juga dengan Anna Mayer, istri kedua Jeff yang telah bercerai dan menikah lagi, terlihat hadir di pemakaman mantan suaminya. Anna Mayer didampingi oleh ketiga anak kandungnya dari pernikahan dengan Jeff Barnard. Sean, Casey dan Alexa. Sebastian berdiri di samping Eloise. Wajah tampan lelaki itu tampak menonjol di antara yang lain. Garis rahang kuat dan tegas, mata hijau tajam dan hidungnya yang lurus dan tinggi dengan rambut coklat muda yang sedikit berantakan. Meski sangat menawan tapi aura dingin yang terpancar dari mata lelaki itu membuat orang tak berani mendekat. Sebastian Harold. Putra dari Paula Belisaria dengan suami pertama, Edward Harold. Setelah Edward meninggal dunia, Paula menikah dengan teman bisnis suaminya, Jeff Bernard. Paula terlahir dari keluarga kaya. Orang tua Paula mewariskan Olympic Corp serta mansion yang kini ditempati oleh keluarga besar Jeff Barnard. Saat Paula meninggal dunia, usia Sebastian masih 10 tahun hingga akhirnya Olympic Corp diambil alih oleh Jeff Barnard. Eloise berdiri kaku dengan wajah tertunduk sepanjang acara pemakaman. Suasana hatinya kacau. Perasaan bersalah yang sangat mendalam terlihat dari raut wajah yang berusaha ia tutupi. Beberapa kali Eloise tampak menyeka air mata. “Jangan bersikap berlebihan gadis bodoh. Lihat!Anak kandungnya tak ada yang bersedih dengan kematian ayahnya, kau malah menangis seperti ini. Kau ingin orang-orang curiga padamu?” Sebastian tampak kesal. Eloise mengangkat wajah, menatap Sebastian yang juga tengah memperhatikannya. “Maaf, aku masih merasa bersalah,” bisiknya hampir tak terdengar. “Jadi kau ingin menebus kesalahanmu sekarang?Kau sudah siap dipenjara?” Mata Sebastian yang dingin penuh aura ancaman. Benar-benar iblis berwajah malaikat, Eloise membatin. Lelaki yang tak punya simpati akan perasaan orang lain. Eloise bertahan untuk tidak menangis, ancaman Sebastian membuatnya gentar. Eloise tak menyadari pandangan mata Valerie yang mengawasi keduanya. Saat makan malam bersama di mansion, Sebastian memberikan pengumuman mengejutkan. Ia bangkit berdiri setelah makan malam usai. “Aku mengerti ini mungkin bukan waktu yang tepat. Tapi aku ingin mengumumkan rencana pernikahanku dengan Eloise.” Semua orang yang hadir di meja makan tampak terperanjat kaget. Sebastian dan Eloise?Sejak kapan? Valerie yang pertama kali bersuara. “Bagaimana mungkin?Aku tak pernah melihat kalian bersama.” “Kau tidak suka dengan pernikahan kami?” Sebastian balik bertanya. Menatap tajam Valerie yang tiba-tiba merasa gugup dengan pandangan dingin Sebastian. “Bukan begitu, tapi ini sangat tiba-tiba,” jawab Valerie mencari alasan. Kenapa harus Eloise?Ia telah mempersiapkan Jolie Madison untuk menjadi istri Sebastian. Ia ingin putri kesayangannya mendapat suami pewaris dari Olympic Corp bukannya Eloise. “Jangan khawatir, meski ini mendadak aku takkan merepotkan kalian. Aku sudah mengatur semuanya.” Sebastian tak mau sanggahan, sorot matanya menatap satu persatu ibu tiri dan saudara tirinya. Ia mengamati sejenak Sean Barnard, putra tertua Jeff yang terlihat duduk dengan kaku. Sebastian mendengar gosip jika Sean tampaknya mendekati Eloise diam-diam. Entah apa rencana Sean. Apakah rencana pria itu sama dengannya? “Baiklah, aku sudah selesai makan, aku harus pergi,” ucap Sebastian seraya meninggalkan meja makan. Hening sesaat suasana di meja makan. Valerie menatap Eloise tajam. Gadis itu terlihat duduk dengan gelisah. Eloise yakin, semua orang akan mencecarnya dengan pertanyaan sinis terkait berita pernikahannya dengan Sebastian. “Kamu sudah selesai makan, Eloise?Aku ingin bicara denganmu. Permisi semuanya.” Valerie bangkit berdiri, tak menunggu jawaban Eloise yang termangu di tempat duduknya. Eloise pamit dengan wajah tertunduk, mengikuti langkah ibunya masuk ke dalam kamar. “Apa yang kau lakukan hingga Sebastian mau menikah denganmu, huh?Kau jual dirimu seperti pelacur ya?Kau menggodanya dengan tubuhmu?” Valerie naik pitam, ia mendorong tubuh Eloise ke arah dinding kamar. “Tidak Ibu, aku tidak menggodanya.” Valerie menjambak rambut Eloise dengan berang. Eloise berteriak tertahan menahan sakit .“Aku telah merencanakan untuk menikahkan Jolie dengan Sebastian, dan kamu merusak rencanaku.” Eloise menahan tangan Valerie agar tidak menarik rambutnya lebih kasar. Rasa sakit di hatinya melebihi rasa sakit di kepalanya. Matanya berkaca-kaca menahan perih. “Sungguh aku tidak menyangka jika Sebastian berencana menikah denganku, Bu.” Jika saja Valerie tahu alasan dibalik pernikahan ini, alasan ia menyetujui tawaran Sebastian agar pria itu membantunya menyembunyikan penyebab kematian Jeff Barnard, Valerie pasti takkan segan membunuhnya. Eloise tahu jika ibunya hanya menikah demi harta pria itu. Valerie mengincar kekayaan dan kekuasaan Jeff. Jika saat ini Jeff meninggal, kemungkinan yang akan menggantikan posisi Jeff adalah Sebastian atau Sean. “Dasar jalang!” maki Valerie melepas pegangan tangannya di rambut Eloise. “jika kau menikah dengan Sebastian, kau harus tetap patuh padaku, mengerti?!” Eloise menyeka air mata sembari mengangguk. “Sekarang keluar dari kamarku!” usir Valerie murka. Eloise berjalan tergesa meninggalkan kamar Valerie menuju kamarnya. Terkadang ia bertanya-tanya, apakah ia anak kandung Valerie?Kenapa Valerie selalu bersikap kasar terhadapnya?Hal itu berbeda jauh dengan Jolie. Adik tirinya itu selalu mendapat pujian dan sikap sayang dari ibunya. Tanpa terasa matanya kembali berair. Seumur hidupnya, ia ingin sekali saja mendapat kasih sayang dari Valerie, meskipun Eloise telah patuh dan berusaha menyenangkan hati ibunya, tapi rasanya sia-sia. Valerie tidak pernah menunjukkan sikap sayang terhadapnya.Hanya makian, hinaan dan perlakuan kasar. “Hei, aku ingin bicara denganmu.” Suara Sebastian terdengar dari arah belakang tubuh Eloise. Gadis itu menyeka air matanya dengan cepat. “Ya?” Ia membalikkan tubuh. “Besok kamu ikut denganku untuk membeli gaun pengantin,” perintah Sebastian diikuti anggukan kepala patuh dari Eloise. “Ada apa denganmu?” tanya Sebastian melihat sekilas mata Eloise yang sembab. Eloise menggeleng. “Tak apa, ada debu yang masuk ke dalam mataku, ” ucap Eloise berbohong. Sebastian tampak tak peduli. Ia melihat Eloise yang menunduk dengan memainkan jemarinya dengan gelisah. Gadis ini tampak canggung dan penuh rasa tidak percaya diri. Bagaimana mungkin ia harus menikah dengannya?Sebastian meyakinkan diri jika keputusan yang diambilnya sudah tepat. Dengan pernikahannya nanti, ia akan dengan mudah mendapat dukungan suara dari Valerie yang memiliki sebagian saham Olympic. Jalan menuju kursi pimpinan Olimpic Corp akan terbuka lebar untuknya.Suara mesin kopi di pantry Stratton Consulting mendengung pelan saat Jolie menuang cappuccino ke cangkir kertas. Kantor sudah mulai ramai, layar komputer menyala, suara tuts keyboard bercampur dengan dering telepon.Ia melirik jam, pukul 09.15. Hari baru, proyek baru, rutinitas yang mulai membuatnya terbiasa. Jolie kembali ke mejanya yang rapi, penuh dengan tumpukan laporan dan daftar tugas. Di layar, email dari klien AS menunggu balasan. Ia mulai mengetik, tapi pikirannya melayang pada percakapan kemarin di kafe, kata-kata Adrian yang masih terngiang. Penawaran kerja dari pria itu sedikit membuatnya bimbang. Tapi Jolie mencoba menepisnya. Stratton memang tidak membayar setinggi perusahaan Adrian, tapi di sini ia punya rekan kerja yang ramah, atasan yang suportif, dan jam kerja yang masih manusiawi. Setelah kegagalan pernikahan dengan Sean, kestabilan ini adalah obat yang ia butuhkan. Setidaknya, ia merasa mandiri dan berguna. Namun, saat rapat mingguan dimulai, saat rekan-rekannya
Hari Sabtu pagi di London dimulai dengan suara kereta overground yang bergemuruh dari kejauhan. Jolie bangun di ranjang sempit, cahaya matahari musim dingin menembus tirai tipis berwarna krem. Udara kamar sedikit lembap, dan ia meraih sweater tebal sebelum menyalakan ketel air untuk membuat teh. Ia menatap jam di dinding: pukul 7.30. Dulu, jam segini ia sudah berlari mengelilingi Regent’s Park, lalu sarapan di kafe mahal bersama teman-teman kampus. Pagi-pagi mereka diwarnai tawa dan rencana besar untuk menaklukkan dunia bisnis. Sekarang? Ia duduk sendirian di meja kecil, menyeruput teh murah yang rasanya terlalu pahit. Meski begitu, ada sesuatu yang mendorongnya untuk keluar. London bukan kota asing baginya, dan sebagian hatinya ingin membuktikan bahwa ia masih bisa berjalan di jalanan ini tanpa merasa kalah. Jolie memutuskan untuk pergi ke Marylebone, daerah yang dulu jadi titik favoritnya. Bus dua tingkat membawanya melintasi jalan-jalan penuh toko kecil dan rumah bata mera
Valerie menyukai apartemen yang dipilih Sebastian untuknya. Tidak terlalu besar tapi terkesan bersih dan mewah. Dan yang terpenting, Valerie tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan dan semua pengeluaran bulanan di mansion. Tanpa banyak drama dan keluhan, Valerie menyiapkan semua barangnya dan pindah di hari ketiga saat Sebastian telah melunasi harga apartemen dan mentransfer sejumlah besar uang sebagai harga saham yang dibelinya. Di hari Minggu, mereka tiba di mansion dengan barang bawaan yang cukup banyak. Paul menyambut majikan lamanya dengan suka cita. Pemilik sah dan pewaris Harold telah datang dan tinggal di mansion. "Selamat datang Tuan dan Nyonya Harold." Paul membuka pintu mansion lebar. "Terima kasih, Paul," ucap Sebastian dengan senyum. Rosa sangat bahagia kembali tinggal di mansion, bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. "Terima kasih, Paul," kata Eloise. Mereka menempati kamar Sebastian yang telah kosong lama, sementara Ethan ting
Keesokan harinya, Valerie nekat menemui Sebastian di ruang kerja presdir. Siang sebelum istirahat makan siang, Valerie telah berada di depan pintu ruangan Sebastian, menunggu sekretaris pria itu menelepon atasannya dan mempersilahkan Valerie masuk. Sebastian duduk dengan arogansi yang selalu terlihat di setiap gestur tubuh nya. Setidaknya itu yang Valerie lihat pada Sebastian. "Ada apa, Valerie?" tanya Sebastian tak sabar seakan kedatangan wanita itu sangat mengganggunya. "Aku ingin menawarkan saham ku karena aku butuh dana untuk modal pengembangan butikku." Valerie enggan menjelaskan keadaan yang sebenarnya jika butiknya hampir bangkrut. Sebastian tampak mempertimbangkan ucapan Valerie. "Aku akan membelinya sedikit di atas harga pasar saat ini, bagaimana?"Valerie berseru gembira dalam hati. Ia tak bisa membayangkan berapa banyak kekayaan yang dimiliki pria itu hingga dengan mudahnya menyanggupi membeli saham miliknya. "Jadi kapan aku bisa mendapat uangnya?" tanya Valerie mendes
Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me
"Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."