“Jangan, tuan Jeff,” pinta Eloise panik saat Jeff Barnard berusaha menciumnya. Lelaki tua tak tahu diri itu meraba dada Eloise hingga gadis itu terpekik kaget dan meronta.
“Sudah, diamlah, Eloise, aku akan memberimu kenikmatan sebentar lagi,” seringai Jeff buas. Pria itu masih bugar di usianya yang lebih dari 60 tahun. Selain menjaga fisik dengan olahraga teratur, pria itu juga disiplin mengatur pola makannya hingga sebagian orang masih percaya jika Jeff membual dirinya berusia 50 tahun. Eloise meronta panik saat Jeff menaikkan rok gadis itu dan meraba celana dalam Eloise. “Tidak!Hentikan, Tuan!” teriak Eloise katakutan. Tangannya berusaha melindungi tubuhnya dari sentuhan pria sinting itu. Enam bulan mengenal pria itu, meski secara hukum Jeff adalah ayah tirinya, tak sekalipun Eloise pernah memanggilnya dengan sebutan papa. “Kumohon, hentikan,” pinta Eloise memelas. Meski dengan seluruh kekuatannya, ia masih kalah tenaga dengan lelaki itu. . Tubuh Eloise terhimpit di antara meja kerja dan tubuh Jeff. Pria itu membalik tubuh Eloise dan mendorongnya ke atas meja hingga posisi gadis itu membungkuk dan Jeff dengan leluasa menaikkan kembali rok Eloise dan menurunkan celana dalam Eloise. Tangan Eloise menggapai apapun di meja saat suara nafas Jeff yang penuh gairah terdengar sangat dekat di telinganya, membuatnya bergidik ngeri dan jijik. Saat Jeff menurunkan resleting celananya, saat itu pula Eloise membalikkan tubuh dan menyambar sebuah benda berat dan memukulkan benda itu sekuat tenaga ke arah Jeff Barnard. Pria itu terhuyung sembari memaki dengan keras. Ia memegang kepalanya dengan beringas menatap Eloise. “Sialan kau gadis jalang!” Ia terhuyung berjalan mendekati Eloise yang tampak gemetar ketakutan. Dengan sisa tenaga dan rasa panik, Eloise kembali membenturkan pemberat kertas yang masih di tangannya ke kepala Jeff hingga pria tua itu terjerembab jatuh. Tubuh Eloise gemetar, pikirannya kacau. Pemberat kertas berbentuk Sphinx Egypt terlepas dari tangannya hingga menimbulkan bunyi nyaring. Apa yang telah dilakukannya?Ia bersandar di tepi meja hingga kekuatannya tiba-tiba melemah karena panik, tubuh Eloise melorot turun dan jatuh terduduk di lantai ruang kerja Jeff Barnard. Ia menatap nanar tubuh Jeff yang tak bergerak samasekali. Apa lelaki itu telah mati?Mata Eloise memanas dan detik berikutnya ia menangis ketakutan. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Sosok tampan bermata hijau terlihat berdiri di ambang pintu. Ia membeku di tempat, terperangah mendapati tubuh Jeff yang berbaring tak bergerak di lantai sementara Eloise duduk di lantai dengan tangis ketakutan. Sebastian Harold, putra tiri Jeff Barnard. Wajah dingin yang biasa terlihat dari lelaki itu kini berganti keterkejutan. Ia memaki pelan. Hanya beberapa menit ia tampak kaget, detik selanjutnya ia menutup pintu ruang kerja Jeff, mengunci pintu rapat dan berjalan mendekat. “Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara bariton rendah. Eloise mendongak. Wajahnya penuh air mata. “Aku terpaksa melakukannya.” “Kau membunuhnya?” tanya Sebastian dingin. “Aku..aku..” Eloise terbata. “Dia mencoba memperkosaku,” bisik Eloise parau. Sebastian mendengus sinis. Dasar bandot tua, maki Sebastian dalam hati. Jeff Barnard tak sekali ini tertangkap basah melecehkan gadis-gadis muda. Meski semua gadis yang dilecehkannya tak berani bersuara, tapi Sebastian tahu hampir semua kelakuan busuk ayah tirinya. Sebastian mendekati tubuh Jeff Barnard, berjongkok di sebelah kepala pria itu dan memeriksa nadi di leher Jeff. Dari telinga pria itu keluar cairan berwarna merah. “Dia sudah mati,” ucap Sebastian tanpa ekspresi. Eloise kembali menangis tersedu. Tangannya gemetar saat mengusap pipinya yang basah oleh air mata. “Aku hanya membela diri,” ucapnya cemas. Sebastian tiba-tiba mendapat kesempatan dengan situasi ini. Pikiran licik dan otak cerdasnya berkolaborasi hingga mencapai satu kesimpulan. Memanfaatkan Eloise Johnson. “Aku akan lapor polisi,” ucapnya pendek dengan nada mengancam. “Apa aku akan dipenjara?” tanya Eloise ketakutan. “Bagaimana menurutmu?Kau telah membunuhnya, kan?” Sebastian bangkit berdiri. “Tapi aku tak sengaja,” balas Eloise mencoba membela diri. Ia mendongakkan wajah menatap sendu pada Sebastian. “Katakan itu pada polisi,” kata Sebastian dengan nada tidak yakin. “jika mereka percaya kau akan mendapat tuduhan pembunuhan tak disengaja, kemungkinan hukuman lima tahun penjara,” ucap Sebastian penuh penekanan. Ucapannya bias. Berusaha mempengaruhi Eloise agar semakin panik. Dan itu terbukti manjur. Gadis itu terbelalak ngeri. “Tidak, tolong aku, aku benar-benar tak sengaja,” pintanya memelas. Kali ini ia bersimpuh di kaki Sebastian. “tolong aku.” Sebastian diam sejenak. Memikirkan suatu rencana. “Baiklah,” ujarnya sesaat kemudian. “aku akan melindungimu, tapi dengan satu syarat.” Eloise sedikit lega. “Apa itu?” “Menikah denganku,” ujar Sebastian yakin. Di kepalanya telah tersusun berbagai rencana licik. “Apa?” tanya Eloise terperanjat. “Kau tak perlu tahu alasannya. Jika kau setuju, aku akan merekayasa kematian Jeff seperti kecelakaan. Bagaimana?” Pria ini sama dengan Jeff Barnard, batin Eloise panik. Sama-sama gilanya. Tapi ia tak punya pilihan lain. “Tak ada waktu, Eloise.” Sebastian mengingatkan. Eloise mengangguk samar. “Bagaimana?” tanya Sebastian tak sabar. “Baiklah.” “Oke, sekarang keluarlah,” ucap Sebastian seraya merogoh ponsel di saku celananya. Ia memeriksa layar di ponsel. Sebuah rangkaian gambar CCTV terhubung online di ponsel canggih milik Sebastian. Di luar ruang kerja Jeff Bernard tampak lengang. Tak ada seorang pun nampak di sepanjang koridor menuju ruang kerja pria itu. Eloise tampak gugup saat membuka kunci pintu ruangan, dengan ragu ia berdiri sejenak sebelum membuka pintu. “Cepatlah!” bentak Sebastian tak sabar. “di luar sepi jika kau keluar dari sini sekarang. Atau kau mau menunggu pelayan melihatmu keluar dari sini?” Eloise dengan tergesa keluar dari ruang kerja Jeff Barnard. Ia menyesal mengapa tadi ia tidak menolak permintaan Paul, kepala pelayan yang menyuruhnya datang ke ruang kerja Jeff. Tapi apa dayanya menolak permintaan ayah tirinya. Eloise masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat. Bayangan kejadian yang baru saja terjadi membuatnya kembali limbung. Ia terduduk di lantai, menyandarkan tubuh di dinding kamar. Dia telah membunuh Jeff Barnard. Bagaimana jika ibunya tahu akan hal ini?Tidak, tidak. Itu tak boleh terjadi. Ibunya, Valerie Ariadne, akan mengusirnya dan membuatnya menjadi gelandangan. Eloise menangis tersedu, meratapi nasib.Jolie mulai melakukan persiapan untuk pindah ke Kansas. Ia telah mengemasi baju, sepatu hingga alat make up nya. "Mau kemana kamu, Jolie?" Valerie mengerutkan kening saat memasuki kamar Jolie siang itu. Tanpa menghentikan kesibukan, Jolie menjawab. "Aku akan pindah ke Kansas bersama Sean.""Apa?""Aku harus menemani suamiku. Aku sedang menjalani program kehamilan bersama Sean, jadi aku tak ingin tinggal berjauhan dengannya."Valerie mendengus sinis. "Kau sudah sadar rupanya untuk segera memiliki anak darinya?"Jolie terdiam. Ia memandang Valerie sesaat. "Ini tak seperti yang Ibu pikirkan. Aku benar-benar menginginkan seorang anak.""Apa bedanya? Yang penting saat kau memiliki anak dari Sean, kau bisa mengendalikan suamimu."Jolie nyaris saja bercerita tentang hasil tes kesuburan Sean, ia menggigit bibir supaya tidak keceplosan bicara. Jolie belajar banyak hal dari pernikahannya meski hanya seumur jagung, ia belajar tentang saling menghormati pasangan. Salah satunya adalah saling me
Sean semakin tenggelam dalam kesibukan di awal-awal pembukaan cabang baru. Sean lebih sering menghabiskan waktunya di Kansas dan memilih menyewa apartemen alih-alih harus tiap hari pulang dengan pertimbangan jarak NYC Kansas yang membutuhkan waktu hampir 4 jam dengan pesawat terbang. Intensitas pertemuan dengan Jolie semakin berkurang membuat Jolie semakin putus asa. Hari Jumat siang itu, Eloise memanjakan diri di spa langganan. Saat melakukan konfirmasi pendaftaran, dari arah pintu masuk terlihat Jolie datang mendekat. Wajahnya tampak lesu. "Hai Eloise," sapa Jolie. "Hai, Jolie. Apa kabar?" Eloise mengamati wajah adik tirinya, "kau tampak pucat, kau tak apa-apa?"Jolie diam sejenak, tersenyum samar. "Aku sedang ada masalah dengan Sean," jawab Jolie akhirnya. Ia seperti ingin menangis. "Kau ingin menceritakannya?" tanya Eloise penuh perhatian. Jolie merasakan ketulusan Eloise. Ia sadar selama ini telah bersikap jahat pada Eloise, meski Eloise mencoba mempertahankan diri dengan
Seminggu kemudian Sebastian dan Sean pergi ke Kansas untuk meninjau persiapan cabang baru.Tim legal telah menyelesaikan masalah perijinan sementara tim HRD mulai melakukan perekrutan. Sebastian yang pernah menjabat sebagai manajer produksi turun langsung ke lapangan mengecek persiapan awal. Mesin-mesin berat telah didatangkan seminggu sebelumnya dan bahan baku akan tiba saat pekerja di bagian produksi telah siap. Sebastian termenung sejenak. Ia sempat melihat anggaran yang dibuat bagian keuangan dan telah disetujui oleh Sean selaku presdir. Jumlah yang tidak sedikit ditengah gempuran persaingan produk serupa oleh pesaing mereka. Sebastian berharap ambisi Sean untuk memperluas jangkauan produk mereka tidak merugikan perusahaan. Ia tidak berkomentar lebih jauh lagi saat Sean kembali berapi-api menjelaskan visinya. Dua hari setelah tiba di NYC, Sebastian mendapat berita tentang penetapan hukuman Naomi yang harus dihadirinya. Juri dan hakim memutuskan hukuman 12 tahun penjara denga
Keduanya telah berada di depan meja dokter, wanita setengah baya itu tengah menatap serius hasil laboratorium milik Sean. "Jumlah sperma anda terlalu sedikit, Tuan Barnard," ucap dokter kandungan. Sean mengerutkan kening. Tak paham dengan bahasa medis yang diucapkan sang dokter. "Maksudnya?""Jumlah minimum sperma normal adalah lebih dari 15 juta per milimeter, sedangkan milik anda kurang dan kondisi itu menyebabkan peluang untuk membuahi sel telur menjadi menurun."Jolie menegakkan tubuh dengan kaku. Tiba-tiba ia menjadi resah. "Apakah itu penyebab saya tidak bisa hamil, Dok?" tanya Jolie hati-hati tapi tak urung membuat suasana berubah tidak nyaman. Sean duduk dengan tegang. Menunggu dokter menyampaikan lebih lanjut. "Sementara saya akan memberi vitamin dan rencana untuk mengubah gaya hidup sehat dan pola makan. Fokus utamanya adalah detoks tubuh, meningkatkan hormon testosteron alami, dan mendukung spermatogenesis atau pembentukan sperma.""Apapun yang terbaik, Dok," ucap Jolie
Ketiganya pulang menjelang sore. Ethan tertidur di gendongan Eloise. Charles menyambut kedatangan mereka di halaman depan. Eloise menuju kamar tidur lantai dua untuk menidurkan Ethan sementara Sebastian masih ngobrol dengan Charles saat memasukkan mobil di dalam garasi. "Aku berterima kasih padamu telah menjaga Eloise dan Ethan." Sebastian merujuk tentang kedatangan Lucas yang terang-terangan menemui Eloise. "Sudah menjadi tugasku menjaga putri dan cucuku. Aku tak ingin hanya karena masalah sepele bisa menyebabkan keretakan hubungan kalian. Dalam berumah tangga terjadi masalah itu hal biasa, yang terpenting pasangan bisa menekan egonya masing-masing."Sebastian mengangguk setuju. "Aku yang salah kali ini, Charles." Charles menepuk pundak Sebastian. "Kau pria yang baik. Aku senang Eloise mendapat suami sepertimu." Sebastian tersenyum singkat. Ia melihat ke arah Eloise yang masuk ke dalam garasi. "Aku sudah menidurkan Ethan. Aku akan memasak untuk makan malam." Charles mengikuti
Sebastian merengkuh pinggang Eloise setelah usai menyalurkannya hasratnya."Maaf, aku terburu-buru tadi, kau merasa tidak nyaman?" tanya Sebastian. Eloise menggeleng dengan senyum, menyusuri bibir Sebastian dengan telunjuknya, menikmati keindahan wajah suaminya. "Tidak, sama sekali tidak. Aku menikmatinya."Sebastian tersenyum lebar. "Aku belum pernah mengajakmu berbulan madu. Kau ingin bulan madu kemana, Sayang?"Eloise diam sejenak. Ia menggigit bibir bawah. Memikirkan sesuatu. "Entahlah, bagiku selama bersamamu, dimanapun tempat nya, akan menjadi bulan madu setiap hari."Sebastian mengecup bibir Eloise sekilas. Ia tiba-tiba teringat tentang masalah yang ingin di bahas nya dengan Eloise. "Aku berencana merenovasi kembali tokomu, bagaimana menurutmu?"Eloise tampak enggan. "Aku masih trauma dengan malam kebakaran itu, Sayang. Sebaiknya kita jual saja., aku masih bisa berkarya dengan melukis.""Baiklah, apapun keinginanmu."Eloise membayangkan sesuatu. Ragu saat bertanya. "Sebenarnya