Sebastian mungkin kejam dan tidak memiliki simpati terhadap orang lain, tetapi di sisi lain, pria itu ternyata sangat murah hati. Ia memesan gaun pengantin di sebuah butik ternama di kota New York, meminta manajer toko memilihkan gaun pengantin termahal untuk Eloise.
Ia menunggu Eloise mengepas baju pengantin sementara ia sendiri sibuk dengan jadwal meeting di ponselnya. Sebagai kepala divisi produksi, ia bertanggungjawab penuh atas kualitas barang yang diproduksi oleh Olympic Corp. “Tuan Sebastian, silahkan.” Sang manajer toko mempersilahkan Sebastian untuk melihat baju pengantin yang dikenakan calon istrinya. Sebastian bangkit berdiri menuju kamar ganti. Ia tertegun sesaat. Eloise berdiri membelakanginya hingga detik selanjutnya berbalik menghadap Sebastian. Nafas Sebastian tercekat di tenggorokan. Detik berikutnya ia menelan ludah dengan susah payah. Eloise terlihat…seksi. Ternyata selama ini gadis itu menutupi tubuhnya dengan memakai baju kemeja tidak menarik yang ukurannya kebesaran. Sebastian harus mengakui jika tubuh gadis itu sangat diluar dugaannya selama ini. Dada Eloise memiliki ukuran di atas rata-rata gadis seumurannya. Sementara dengan pinggang ramping seperti itu, Eloise benar-benar terlihat menggoda di matanya. “Ganti bajunya,” ujar Sebastian serak. Ia berdehem sesaat. “Maaf, Tuan. Ini gaun terbaik yang kami miliki.” Sebastian mengalihkan pandangan dari Eloise yang tertunduk sejak tadi. “Maksudku, pilih yang tertutup di bagian dada,” ucap Sebastian setengah berbisik. Sang manajer toko mengangguk patuh. Sebastian terpaku sesaat sebelum berbalik pergi. Mengenyahkan pikiran-pikiran mesum dari otaknya. Sepuluh menit berlalu, manajer toko kembali meminta Sebastian untuk kembali ke ruang ganti baju. Sebastian mengeluh dalam hati. Baju yang kedua juga tampak sempurna di tubuh Eloise. Meski bagian dada tertutup dan hanya menyisakan lengan telanjang, tapi balutan gaun yang pas di tubuh Eloise membuat gadis itu masih terlihat sangat seksi. “Tak ada pilihan lain?” tanya Sebastian lagi. “Rata-rata hampir semua terbuka di bagian dada, tuan.” Sebastian berfikir sejenak. “Baiklah, yang ini saja.” Sang manajer toko mengangguk. Menyuruh staf toko yang berdiri di samping Eloise untuk mempersiapkan baju pengantin yang dikenakan gadis itu. “Kamu punya daftar teman yang ingin kau undang ke pernikahan kita nanti?” tanya Sebastian saat berkendara menuju mansion. Eloise menggeleng. “Tidak ada,” jawabnya singkat. Ia tak memiliki teman dekat. Selama ini ia cenderung menjauh dari teman-temannya karena beberapa kasus pelecehan verbal maupun fisik yang dialaminya. Sejak mengalami pelecehan fisik dari salah satu teman sekolah, Eloise berubah menjadi tidak percaya diri. Setiap hari ia memilih memakai jaket untuk menutupi dadanya yang memang memiliki ukuran besar. Tapi hal itu tak berhenti sampai di situ, pelecehan selanjutnya datang dari guru olahraga, Eloise sempat absen selama beberapa kali saat pelajaran olahraga hingga pihak sekolah mengancam akan memberi nilai rendah untuk mata pelajaran olahraga, membuat Eloise terpaksa patuh dengan aturan sekolah. Tak ada teman untuk berbagi cerita, tak ada satupun tempat mengeluh dan meminta perlindungan. Pernah sekali Eloise bercerita pada Valerie, ibunya malah mengumpat dan mengatainya seorang pelacur, wanita yang suka memamerkan tubuh. Sejak saat itu Eloise berubah. Ia menjadi gadis yang tidak banyak bicara, lebih suka menyendiri. Sesampai di mansion keduanya berpisah tanpa mengucapkan sepatah kata. Sebastian memiliki agenda padat hari ini di Olympic Corp. Kematian Jeff yang mendadak, membuatnya disibukkan dengan para pemegang saham yang mendesak agar segera diadakan rapat pengganti pimpinan Olympic Corp. Sesampai di ruang tamu, ia bertemu Sean yang juga bersiap pergi. “Kau ke kantor hari ini?”tanya Sean pada Sebastian. Sebastian mengangguk. Sean tak bertanya lagi. Ia melangkah menuju mobilnya. Menghidupkan mobil sportnya sebentar saat matanya terpaku pada Eloise yang berbincang dengan pelayan di kebun yang terletak di sisi kanan mansion. Sudah lama sebenarnya ia menaruh hati pada gadis pendiam itu. Sekilas pandang, Eloise memang tidak menarik. Potongan baju yang dipakainya cenderung monoton. Kemeja besar dan rok panjang atau celana panjang. Tapi pernah sekali Sean bertemu Eloise di satu kesempatan yang menempatkan Sean di posisi dekat dengan Eloise. Gadis dengan mata sendu dan bibir penuh menggoda. Tanpa pulasan make up samasekali membuat Eloise lebih menarik di matanya. Tapi sayangnya, sebelum Sean mengenal Eloise lebih dekat, Sebastian telah mendahului langkahnya. Si brengsek Sebastian. Sean dan Sebastian tak pernah akur. Selisih usia 8 tahun membuat jarak di antara mereka semakin jauh. Sean paham mungkin Sebastian membenci dirinya dan keluarganya sejak ia dan ibunya, Anna Mayer pertama datang di mansion keluarga Sebastian tepat lima bulan setelah kematian ibu Sebastian, Paula Belisaria. Saat itu usia Sean menginjak dua tahun. Saat masih terikat pernikahan dengan Paula, Jeff selingkuh dengan sekretaris pribadinya, Anna Mayer hingga Jeff memutuskan menikahi Anna tanpa sepengetahuan Paula. Hingga lahirlah Sean.Daniel menyapa Eloise yang sedang menata bunga pada pajangan di depan toko pagi itu. "Kau ada waktu nanti malam?" tanya Daniel, "aku ingin mengajakmu nonton ke bioskop, ada film baru minggu ini.""Maaf, Daniel aku tak bisa." Eloise menolak dengan senyum. Ia tak enak hati selalu mengecewakan pria itu tapi ia juga tak mau membuat masalah dengan Sebastian, karena hampir tiap malam Sebastian selalu menginap di tokonya. "Baiklah, mungkin lain kali." Daniel beranjak pergi saat terlihat dua wanita mendekati toko bunga Eloise. "Hanya toko jelek seperti ini membuatmu jadi sombong?! " Jolie berkacak pinggang. Eloise tampak kaget, tak mengira ibunya dan Jolie datang berkunjung. Darimana mereka tahu tentang toko bunganya? "Kau sudah ingkar janji, Eloise," ucap Valerie tanpa basa basi. "Aku sudah berusaha meminta Sebastian.. ""Omong kosong!" bentak Jolie menyela. Eloise menghela nafas kasar. "Jangan salahkan aku jika ia tidak ingin bercerai dariku, Jolie."Jolie berjalan mendekat. "Kau sam
Sebastian merengkuh kembali Eloise dalam pelukan nya saat perempuan itu hendak bangkit duduk. "Sebastian, ini salah. Kau harus pulang, Jolie pasti menunggumu." Eloise berusaha menjauh tapi tangan Sebastian mencegahnya. "Aku jarang pulang ke rumah," bisik Sebastian. "Tapi Jolie tunanganmu, dia berhak.. ""Kau yang lebih berhak, kau masih istriku," sela Sebastian tajam. Eloise mendesah, selama ini Sebastian selalu mengelak membicarakan tentang perceraian. "Jolie pasti marah." Ia bingung harus meyakinkan dengan cara apa lagi. "Aku tak peduli."Eloise menghela nafas panjang. "Perlakukan dia dengan baik, Sebastian.""Itukah keinginanmu?" Sebastian meraih dagu Eloise, memaksa Eloise untuk melihat matanya, "kau akan bahagia melihat kami bersama?"Tidak. Sama sekali tidak, ucap Eloise dalam hati, ia tidak akan rela. "Aku ingin menuruti keinginan Ibu dan Jolie."Sebastian tersenyum miring. "Itu bukan jawaban pertanyaanku."Eloise memalingkan wajahnya setelah beberapa saat keduanya sali
Eloise kalut sejenak. Ucapan ibunya terngiang kembali memintanya untuk merelakan Sebastian untuk Jolie. Tapi ia juga merindukan pria yang saat ini berada di atas tubuhnya. “Jangan Sebastian, hentikan. Aku tak mau melakukannya.” Tapi Eloise tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Saat Sebastian menunduk untuk menciumnya lagi, Eloise menyambutnya dengan penuh gairah. “Pembohong,” bisik Sebastian bergerak liar ke bawah tubuh Eloise, merangsang puncak dada Eloise hingga Eloise meremas erat rambut coklat Sebastian dengan mendesah kuat. Sebastian bergerak semakin ke bawah, memberi jejak basah di sekitar perut Eloise hingga kepala pria itu tenggelam di antara paha Eloise, memberi sentuhan demi sentuhan dengan lidah dan bibirnya. Eloise berteriak saat mendapat klimaks pertamanya. Sebastian berdiri, tersenyum lebar melihat Eloise yang lemas tak berdaya. Ia melepas celana boxernya. Ia bergerak naik di atas tubuh Eloise dan memposisikan diri di antara tubuh bawah Eloise. Suara-suara
Eloise terdiam dengan tubuh gemetar usai menerima pesan singkat dari Stephen. Bagaimana ini?Besok ia harus hadir merangkai bunga segar untuk acara pertunangan Sebastian dan Jolie? “Aku mengandalkanmu, Eloise. Bertha absen karena harus mengerjakan proyek di tempat lain.” Tulisan Stephen di layar ponsel membuatnya bingung. Tidak mungkin ia sanggup merangkai bunga untuk acara pertunangan suaminya sendiri. Tetapi jika ia menolak, bagaimana nasib hubungan kerjasamanya dengan Stephen? Stephen pemilik EO cukup besar dan terkenal di NYC. Jika ia mengecewakan pria itu, ia khawatir akan menghambat kelangsungan bisnis toko bunganya di masa depan. “Baiklah, aku pasti datang.” Eloise mengetik pesan balasan. Sementara di mansion, Jolie tampak gembira mendapat kabar dari Stephen tentang kesediaan Eloise untuk merangkai bunga segar untuk acara pertunangannya. Jolie sengaja mencari tahu tentang bisnis Eloise dan mencari di media sosial milik Eloise, dengan siapa saja wanita itu bekerja sama sela
Hampir seminggu tak ada kabar, Jolie mendesak ibunya untuk menelepon Sebastian. “Dia masih mengurus perceraiannya, Jolie. Bersabarlah.”“Tidak, Ibu. Ini sudah terlalu lama. Setidaknya aku dan dia bertunangan lebih dulu.”“Aku tak tahu dia setuju atau tidak.”“Cobalah bilang padanya, Bu,” rajuk Jolie.“Aku akan mengatakannya saat dia pulang.” Valerie tidak mungin mengatakan tidak pada putri kesayangannya. Saat Sebastian tidak pulang ke mansion, Valerie terpaksa meneleponnya.“Jolie ingin kalian bertunangan lebih dulu,” ucap Valerie saat suara Sebastian terdengar di seberang telepon.Tak ada jawaban. “Suruh anakmu bersabar, apa susahnya menunggu beberapa minggu lagi?” tanya Sebastian terdengar kesal.“Tapi Jolie bersikeras ingin bertunangan denganmu, Sebastian.”Diam sesaat. “Tanda tangani setengah saham yang ingin kau jual, kutransfer uangnya, setelah itu urus acara pertunangannya.” Usai bicara Sebastian menutup teleponnya.Valerie bimbang. Bagaimana jika Sebastian mengingkari perjan
Eloise menyibukkan diri usai membeli perlengkapan toko. Ia berusaha mengenyahkan semua pikiran tentang Sebastian hari ini. Saat teringat kembali, ia menangis lagi. Terus berulang hingga suara Daniel mengagetkannya.“Butuh bantuan?” tanya Daniel sembari berdiri menyandar di kusen pintu masuk.Eloise menoleh kaget. Ia buru-buru berpaling dan menyeka air mata, berharap Daniel tidak melihatnya menangis tadi.“Sudah hampir selesai, Daniel.”Daniel masuk tanpa diminta, melihat sekeliling ruangan. “Kau butuh tangga lipat untuk meletakkannya di sana,” tunjuk Daniel dengan dagu, terarah pada dinding yang tinggi.Eloise tidak memikirkan hal sedetail Daniel, sesaat menyadari jika dirinya terlalu lama melamun hingga perlengkapan yang dibelinya masih banyak yang berantakan.“Iya, aku kurang fokus hari ini.”Daniel melihat sekilas mata Eloise yang basah. Tapi ia tak berkata apapun. Ia pergi dan kembali dengan membawa tangga lipat.“Tokoku sepi hari ini, ayo kubantu membereskannya.”Eloise tidak men