Sebastian yang pertama bangun. Saat membuka mata dan tidak menemukan Eloise di sebelahnya, ia bangkit duduk dan mencari keberadaan gadis itu. Ia membeku sesaat. Sosok tubuh tampak tertidur pulas di lantai kamar. Sebastian beranjak mendekat. Mengamati Eloise sejenak.
Tubuh Eloise benar-benar menggoda. Sebastian mengumpat pelan. Gaun tidurnya melekat pas di tubuh Eloise. Belahan dada yang tidak terlalu rendah masih tak mampu menutupi dada Eloise yang berukuran besar. Belum lagi gaun itu tersingkap di bagian paha Eloise. Menampakkan paha mulus dan menggoda. Kejantanan Sebastian seketika mengeras. Ia mengumpat kembali. Sebastian buru-buru mengambil selimut dan menutupi tubuh Eloise dengan selimut. Setelahnya ia menuju kamar mandi sebelum kendali dirinya hilang dan menyetubuhi gadis itu dengan paksa. Tidak. Ia tak pernah memaksa satu wanita pun dalam hidupnya untuk memenuhi nafsu seksnya. Wanita-wanita dengan sukarela menyerahkan tubuh mereka untuk Sebastian. Suara gemericik air membuat Eloise terbangun. Ia heran menyadari tubuhnya yang tertutupi selimut. Ia duduk sejenak sebelum bangkit berdiri. Eloise mendesah kesal menyadari jika ia bangun kesiangan karena tidur terlalu nyenyak. Dengan tergesa ia merapikan ranjang Sebastian, saat pria itu keluar dan memperhatikan kesibukan Eloise di tempat tidur. “Itu bukan tugasmu,” kata Sebastian tajam. Eloise terkejut dengan suara Sebastian, tak menyangka pria itu sudah selesai mandi. “Maaf, aku terbiasa melakukannya.” “Mulai sekarang, kamu tidak boleh mengerjakan tugas seorang pelayan. Kamu istriku dalam setahun ini, mengerti?Jangan membuatku malu.” Suara Sebastian sedikit meninggi. Eloise mengangguk. “Maafkan aku.” Sebastian berdecak kesal membuat Eloise salah tingkah. Ia menunduk saat Sebastian berjalan mendekat. Tanpa sadar Eloise mundur hingga tubuhnya menyentuh dinding kamar. Sebastian yang bertelanjang dada membuat Eloise gugup. Bukan itu saja. Aura dingin Sebastian seperti melelehkan persendian, membuatnya gemetar dan tak mampu menghindar. “Apa kau selalu seperti ini?” tanya Sebastian mengunci tubuh Eloise dengan kedua tangan. Bau tubuh Sebastian tercium hidung Eloise. Wangi musk dan kayu yang maskulin membuat dada Eloise berdegup kencang. “Seperti apa?” tanya Eloise serak. “Selalu menunduk, tidak percaya diri.” Eloise merasa seperti itulah dirinya selama ini. Sejak kecil ia terus menerus mendapat umpatan dari Valerie, jika berani menatap Valerie saat wanita itu berbicara, Eloise akan dianggap menantang dan Valerie tidak akan segan untuk menamparnya. Ia harus menunduk dan terus menunduk saat Valerie marah. Sebastian menyentuh dagu Eloise dengan jari telunjuk, memaksa Eloise menatapnya. “Katakan padaku, kenapa kau suka sekali menundukkan wajah?” Eloise menatap kedua pasang mata Sebastian bergantian. Mata hijau gelap yang menawan itu seakan menyihirnya. Membuatnya harus patuh dan memberi jawaban. “Jika aku menatap ibuku yang sedang marah, dia akan menamparku.” Sebastian terpaku mendengar jawaban Eloise. “Apa maksudmu?” “Ibu akan menamparku jika menatapnya saat marah,” ulang Eloise sendu. Sebastian tidak mempercayai ucapan Eloise. Selama ini Valerie tampak menunjukkan kelembutan pada semua orang. Sebastian mengamati jika beberapa bulan tinggal di mansion, Valerie bersikap baik pada orang-orang di sekitarnya. “Aku tidak percaya ucapanmu.” Eloise tampak pasrah. “Aku tidak akan memaksamu untuk percaya.” Eloise hendak bergerak menjauh saat tangan Sebastian memaksanya tetap di tempat. “Aku mau mandi.” Eloise menunduk saat mata Sebastian menjelajah tubuhnya. “please.” Sebastian menjauh, membiarkan Eloise berjalan menuju kamar mandi. Apakah yang dikatakan Eloise benar?Jika iya, berarti ia harus lebih berhati-hati dengan Valerie. Perempuan manipulative memiliki berbagai cara untuk mendapatkan keinginannya. Hampir setengah jam Sebastian dan Eloise berdebat tentang pakaian yang akan dikenakan Eloise pagi ini. Eloise bersikukuh memakai baju lamanya seperti biasa sedangkan Sebastian memaksanya memakai baju yang telah dibeli pria itu untuknya. "Jika kau berani memakai baju kemeja dan celana panjang jelek itu, kusuruh pelayan untuk membakar semua bajumu, " ucap Sebastian berang. Eloise ketakutan, dengan terpaksa ia memilih sebuah dress tanpa lengan bermotif bunga-bunga cantik dengan panjang mencapai lutut. Ia menggulung rambutnya menjadi satu hingga menampilkan leher jenjangnya. Eloise merasa tidak percaya diri saat mengikuti langkah Sebastian menuruni tangga menuju meja makan. Pagi itu keduanya sarapan bersama di meja makan. Tak terlihat lagi Anna Mayer usai pesta pernikahan kemarin, Alexa, si bungsu juga tidak hadir untuk sarapan pagi ini. Sean tak berhenti menatap Eloise yang tampil berbeda. Eloise tidak lagi memakai kemeja berukuran besar dan celana panjang seperti biasa. Elouise tampil manis dengan dress yang dikenakannya saat ini. Casey berdehem di samping kakak kandungnya sembari menyenggol lengan Sean. “Hentikan, Sean. Jangan menatapnya seperti itu. Kau mau membuat keributan pagi ini?” Tampaknya Casey menyadari jika kakaknya menatap Eloise tak berkedip sedari tadi. Sean menoleh sekilas pada adik laki-lakinya. “Tutup mulutmu,” bisiknya dengan wajah muram. Valerie menatap Eloise dengan sinis, tapi hanya sesaat. Ia mengalihkan tatapan saat Sebastian memandang ke arahnya. Seperti biasa, ia menyapa ramah anak-anak tirinya yang hadir di meja makan. Eloise pamit terlebih dahulu saat ia telah menghabiskan sarapannya. Ia berjalan menuju kamar tidurnya, hendak merapikan pakaian lamanya saat Valerie masuk ke dalam kamar mengikuti gadis itu. . “Jangan berlagak kau sekarang. Mentang-mentang sudah menikah dengan Sebastian, kau melupakan tugasmu?” Valerie tampak berang. “Aku tidak lupa, Bu. Setelah merapikan pakaian, aku akan ke kamar ibu.” “Tidak!Lakukan sekarang!” bentak Valerie. Dulu sewaktu masih tinggal di apartemen sempit, Eloise bertanggungjawab akan pekerjaan rumah. Mencuci baju, merapikan baju Valerie dan adiknya hingga membersihkan apartemen sepulang sekolah. Dulu Eloise merasa hal itu wajar karena ibunya harus bekerja sejak suami keduanya meninggal saat Jolie berusia 9 tahun. Ia putri tertua dan sudah selayaknya membantu ibunya meringankan pekerjaan rumah dan merawat adiknya. Tapi lambat laun, saat Jolie beranjak dewasa, kebiasaan itu tak pernah berubah. Eloise layaknya pembantu di rumah. Dengan patuh ia mengikuti langkah Valerie menuju kamar wanita itu. Membersihkan dan merapikan kamar tidur ibunya diselingi cerita Valerie yang tengah mengelu-elukan Jolie yang sebentar lagi akan lulus kuliah.Eloise kalut sejenak. Ucapan ibunya terngiang kembali memintanya untuk merelakan Sebastian untuk Jolie. Tapi ia juga merindukan pria yang saat ini berada di atas tubuhnya.“Jangan Sebastian, hentikan. Aku tak mau melakukannya.” Tapi Eloise tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Saat Sebastian menunduk untuk menciumnya lagi, Eloise menyambutnya dengan penuh gairah.“Pembohong,” bisik Sebastian bergerak liar ke bawah tubuh Eloise, merangsang puncak dada Eloise hingga Eloise meremas erat rambut coklat Sebastian dengan mendesah kuat.Sebastian bergerak semakin ke bawah, memberi jejak basah di sekitar perut Eloise hingga kepala pria itu tenggelam di antara paha Eloise, memberi sentuhan demi sentuhan dengan lidah dan bibirnya. Eloise berteriak saat mendapat klimaks pertamanya. Sebastian berdiri, tersenyum lebar melihat Eloise yang lemas tak berdaya. Ia melepas celana boxernya. Ia bergerak naik di atas tubuh Eloise dan memposisikan diri di antara tubuh bawah Eloise.Suara-suara desahan
Eloise terdiam dengan tubuh gemetar usai menerima pesan singkat dari Stephen. Bagaimana ini?Besok ia harus hadir merangkai bunga segar untuk acara pertunangan Sebastian dan Jolie? “Aku mengandalkanmu, Eloise. Bertha absen karena harus mengerjakan proyek di tempat lain.” Tulisan Stephen di layar ponsel membuatnya bingung. Tidak mungkin ia sanggup merangkai bunga untuk acara pertunangan suaminya sendiri. Tetapi jika ia menolak, bagaimana nasib hubungan kerjasamanya dengan Stephen? Stephen pemilik EO cukup besar dan terkenal di NYC. Jika ia mengecewakan pria itu, ia khawatir akan menghambat kelangsungan bisnis toko bunganya di masa depan. “Baiklah, aku pasti datang.” Eloise mengetik pesan balasan. Sementara di mansion, Jolie tampak gembira mendapat kabar dari Stephen tentang kesediaan Eloise untuk merangkai bunga segar untuk acara pertunangannya. Jolie sengaja mencari tahu tentang bisnis Eloise dan mencari di media sosial milik Eloise, dengan siapa saja wanita itu bekerja sama sela
Hampir seminggu tak ada kabar, Jolie mendesak ibunya untuk menelepon Sebastian. “Dia masih mengurus perceraiannya, Jolie. Bersabarlah.”“Tidak, Ibu. Ini sudah terlalu lama. Setidaknya aku dan dia bertunangan lebih dulu.”“Aku tak tahu dia setuju atau tidak.”“Cobalah bilang padanya, Bu,” rajuk Jolie.“Aku akan mengatakannya saat dia pulang.” Valerie tidak mungin mengatakan tidak pada putri kesayangannya. Saat Sebastian tidak pulang ke mansion, Valerie terpaksa meneleponnya.“Jolie ingin kalian bertunangan lebih dulu,” ucap Valerie saat suara Sebastian terdengar di seberang telepon.Tak ada jawaban. “Suruh anakmu bersabar, apa susahnya menunggu beberapa minggu lagi?” tanya Sebastian terdengar kesal.“Tapi Jolie bersikeras ingin bertunangan denganmu, Sebastian.”Diam sesaat. “Tanda tangani setengah saham yang ingin kau jual, kutransfer uangnya, setelah itu urus acara pertunangannya.” Usai bicara Sebastian menutup teleponnya.Valerie bimbang. Bagaimana jika Sebastian mengingkari perjan
Eloise menyibukkan diri usai membeli perlengkapan toko. Ia berusaha mengenyahkan semua pikiran tentang Sebastian hari ini. Saat teringat kembali, ia menangis lagi. Terus berulang hingga suara Daniel mengagetkannya.“Butuh bantuan?” tanya Daniel sembari berdiri menyandar di kusen pintu masuk.Eloise menoleh kaget. Ia buru-buru berpaling dan menyeka air mata, berharap Daniel tidak melihatnya menangis tadi.“Sudah hampir selesai, Daniel.”Daniel masuk tanpa diminta, melihat sekeliling ruangan. “Kau butuh tangga lipat untuk meletakkannya di sana,” tunjuk Daniel dengan dagu, terarah pada dinding yang tinggi.Eloise tidak memikirkan hal sedetail Daniel, sesaat menyadari jika dirinya terlalu lama melamun hingga perlengkapan yang dibelinya masih banyak yang berantakan.“Iya, aku kurang fokus hari ini.”Daniel melihat sekilas mata Eloise yang basah. Tapi ia tak berkata apapun. Ia pergi dan kembali dengan membawa tangga lipat.“Tokoku sepi hari ini, ayo kubantu membereskannya.”Eloise tidak men
Sudah genap satu tahun. Eloise menunggu saat yang tepat untuk mengucapkan perpisahan pada Sebastian. Ia takkan menunggu pria itu mengatakannya atau bahkan mengusirnya. Ia yang harus tahu diri. Malam itu momen yang ia tunggu. Sebastian duduk santai di atas sofa, terlihat membaca sesuatu di atas layar laptopnya. Eloise mengambil tempat duduk di samping Sebastian. Pria itu menoleh sekilas, memberikan senyuman dan merengkuh tubuh Eloise untuk merapat di sampingnya. "Sebastian," panggil Eloise sejenak kemudian. Sebastian menggumam sesaat, masih tampak serius. "Aku kau masih sibuk? Apa aku menganggu?" tanya Eloise. Sebastian memalingkan wajahnya menatap Eloise, menyadari jika ia tidak memperhatikan istrinya. Ia menutup laptop dan memandang Eloise. "Ada apa?" "Aku ingin berbicara tentang sesuatu." "Bicaralah." Eloise ragu sejenak, tak menyangka jika akan sesulit ini untuk mengatakan pisah. "Sudah satu tahun, Sebastian," bisik Eloise bergetar. Sebastian tampak ta
Sebastian dan Eloise berdiri berdampingan menatap bangunan toko di hadapan mereka. Bangunan berlantai dua itu terkesan kokoh dan tampak menonjol dibandingkan dengan beberapa deret bangunan di kedua sisinya. Eloise memeluk pinggang Sebastian, menyandarkan kepala di lengan Sebastian. Pria di sampingnya telah menciptakan keajaiban dalam hidupnya, membuat cita-citanya menjadi kenyataan. Sebastian merengkuh bahu Eloise. "Kau menyukainya?" tanya SebastianEloise mengangguk. "Sangat. Ini lebih dari yang kubayangkan selama ini. Terima kasih, Sebastian, kau telah membuat impianku menjadi kenyataan," ucap Eloise terbata penuh haru. "Kau istri dari presdir Olympic Corp, kau tinggal bilang apa yang kau mau, semua pasti akan ku sediakan untukmu." Sebastian bicara dengan gaya bicara meyakinkan. Eloise tergelak. "Sombong sekali."Sebastian ikut tertawa. "Apa lagi yang kau inginkan?" tantang Sebastian. Eloise masih memandang Sebastian dengan tawa. Ingatannya kembali pada kata-kata Valerie. "Satu