Share

Ulah Sebastian

Author: luscie
last update Last Updated: 2025-04-29 22:53:17

Ada yang berbeda di mansion keluarga Sebastian hari ini. Suasana tampak sibuk sejak pagi hari. Para pelayan sedang mempersiapkan perayaan ulang tahun Alexa Barnard yang ke tujuh belas tahun.

Eloise bisa leluasa membantu persiapan pesta karena Valerie pergi menemui Jolie untuk waktu yang cukup lama. Valerie mendukung sepenuhnya pendidikan Jolie hingga wanita itu rela putri kesayangannya melanjutkan kuliah bisnis di London Business School. Berbeda dengan Eloise, ia harus berbesar hati saat Valerie tidak memperbolehkannya melanjutkan kuliah.

Eloise sibuk menyiapkan rangkaian bunga segar yang ditempatkan di beberapa sudut halaman belakang mansion. Hal yang paling disukai Emily adalah tentang bunga. Ia memiliki bakat dalam hal merangkai bunga. Impiannya adalah suatu saat memiliki toko bunga sendiri. Entah kapan.

“Itu sangat cantik, Eloise,” ucap Alexa dari arah belakang.

Eloise menoleh memperhatikan Alexa yang berjalan mendekat. “Terima kasih, Alexa.”

Alexa mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil spot foto yang dirasanya terlihat estetik. “Lihatlah, ini tampak mempesona, seperti rangkaian bunga seorang florist professional.” Alexa memperlihatkan layar ponselnya.

Hati Eloise menghangat. “Benarkah?” tanya Eloise girang. Ia memperhatikan layar ponsel Alexa. Memang terlihat indah. Eloise baru menyadarinya.

“Ya, kau berbakat, Eloise.”

Nyaris saja Eloise menangis haru dengan ucapan Alexa. Sebelumnya ia tidak terlalu dekat dengan gadis itu, Alexa terkesan masa bodoh dengan sekelilingnya, tapi justru remaja itu menjadi penyemangatnya dalam berkreasi.

Hampir sepanjang siang hingga sore Eloise berkutat dengan persiapan pesta. Sebastian tiba di mansion saat Eloise telah selesai mandi. Pria itu berdiri mematung memperhatikan Eloise. Ia telah merencanakan sesuatu malam ini.

“Pakai ini,” ujar Sebastian melempar sebuah gaun malam di atas ranjang.

Eloise ragu melangkah, ia meraih gaun itu dan terdiam sesaat.

“Pakai. Tunggu apalagi?” Sebastian tampak tak sabar.

Eloise bergerak menuju kamar mandi dan berganti pakaian. Tapi setelah memperhatikan diri di depan wastafel, ia bimbang untuk keluar dari kamar mandi. Pakaian yang dikenakannya saat ini adalah gaun berwarna merah darah dengan belahan dada rendah yang seakan tak mampu menutupi payudaranya. Panjang gaun itu melewati mata kaki dengan belahan samping hingga ke paha.

“Apa kau pingsan?” tanya Sebastian setengah berteriak. “keluar!”

Eloise menahan air matanya saat membuka pintu. “Aku tidak mau memakainya.” Eloise menunduk menyembunyikan matanya yang memanas.

Sebastian menatap Eloise dengan intens. Tubuh gadis itu benar-benar menggoda. Luar biasa seksi.

“Kau harus memakainya,” ucap Sebastian tegas.

Eloise menggeleng, ia mendongak seraya mengusap air matanya. “Ini terlalu terbuka, aku tak bisa memakainya.”

Sebastian bergerak mendekat. Eloise refleks mundur dengan panik. Aura dingin Sebastian sungguh menakutkan baginya.

“Kenapa jika terlalu terbuka?” Sebastian telah berdiri tepat di depan Eloise. Jari telunjuknya menyusuri tulang selangka hingga dada Eloise. Membuat tubuh Eloise gemetar.

Eloise menunduk tak mampu menatap mata Sebastian yang melihatnya dengan tatapan mesum. “Aku malu, Sebastian.”

“Kenapa harus malu?” tanya Sebastian serak. Ia sendiri bertahan mengendalikan gairahnya.

Eloise teringat kalimat demi kalimat yang sering dilontarkan ibunya. Kamu seperti pelacur, Eloise! Jika Valerie tahu ia berpakaian seperti ini, itu sama halnya membenarkan ucapan Valerie. Dirinya memang seperti pelacur dengan pakaiannya sekarang.

Eloise menggeleng. “Ijinkan aku memakai baju yang lain, Sebastian,” ucapnya memohon.

“Tidak!” tolak Sebastian. “sekarang persiapkan dirimu, kutunggu di sini.” Sebastian melangkah menuju sofa. Duduk tenang menunggu Eloise. Sesekali menelan ludah, sesekali memperbaiki posisi duduknya karena tiba-tiba celananya terasa sempit. Sialan!

Eloise hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk berdandan. Rambut sebahunya yang sedikit bergelombang dibiarkan terurai, berharap bisa menutupi dadanya, tapi nyatanya tidak bisa. Ia menyapukan bedak tipis dan lipstik natural yang tidak mencolok. Ia tak membutuhkan maskara karena bulu matanya sudah lentik alami.

Sebastian berdiri saat dilihatnya Eloise keluar dari walk in closet. Terkesima dengan dandanan sederhana Eloise yang malah menunjukkan kecantikan alami gadis itu.

Eloise sesekali menarik tepi gaun yang menutupi dadanya, khawatir jika kain berbahan halus itu semakin melorot turun.

Suasana taman belakang tampak riuh dipenuhi teman-teman Alexa. Hanya segelintir kerabat dekat yang diundang.

Eloise berhenti sejenak, nyalinya menciut melihat begitu banyak para undangan yang datang. Ia tak berani melangkah. Ingin sekali ia berlari masuk ke dalam kamar, mengunci pintu dari dalam hingga Sebastian brengsek itu takkan bisa memaksanya untuk hadir.

Dari arah belakang keduanya, muncul Sean yang berjalan mendekat. Ia menoleh ke arah pasangan itu, tersenyum sekilas, menatap Eloise sesaat dengan pandangan yang sulit diartikan, kemudian ia melangkah menjauh menuju kerumunan.

“Ayo,” ajak Sebastian mengulurkan tangan.

Eloise meraih lengan Sebastian, melingkarkan lengan di tangan kokoh Sebastian, layaknya pasangan suami istri yang bergandengan tangan mesra. Nyatanya ini hanya sandiwara. Dan Eloise tidak tahu apa maksud Sebastian menyuruhnya memakai baju terbuka seperti ini.

“Selamat ulang tahun, Alexa,” ucap Eloise saat keduanya telah berhasil menemukan gadis itu di antara puluhan remaja yang tengah bergoyang diiringi musik yang bertempo cepat.

“Terima kasih, Eloise.” Alexa membelalakkan matanya terpesona dengan penampilan Eloise. “kau sungguh cantik, Eloise.”

Eloise tersenyum hambar. Sebastian memberi ucapan selamat kepada adik tirinya dengan kaku. Hal yang tidak biasa ia lakukan, berinteraksi dengan saudara tirinya.

“Sudah, kan?” bisik Eloise ketika Alexa pamit kembali pada kerumunan teman-temannya. “bolehkah aku pergi sekarang?”

“Tidak.” Sebastian tahu sasaran utamanya. Ia menarik tangan Eloise, membawanya ke sebuah kursi di ujung halaman, sedikit jauh dari kerumunan. Setelah hampir sampai di tujuan, Sebastian melepas tangan Eloise, ia berjalan mendekat ke arah kursi di depan Sean. Sebastian duduk sembari menoleh ke arah Eloise.

“Kemari, Eloise. Duduklah di sini.” Sebastian memberi isyarat dengan mata agar Eloise duduk di pangkuannya.

Eloise membeku di tempat. Ia menoleh ke arah Sean sekilas, pria itu juga tengah memandangnya.

“Eloise,” Suara Sebastian mengintimidasi gadis itu. Mata Sebastian menatapnya penuh ancaman. “kemari, Sayang.” Sungguh, kata yang disuarakan pria itu bertentangan dengan maksud ucapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Makan malam bersama

    Suara mesin kopi di pantry Stratton Consulting mendengung pelan saat Jolie menuang cappuccino ke cangkir kertas. Kantor sudah mulai ramai, layar komputer menyala, suara tuts keyboard bercampur dengan dering telepon.Ia melirik jam, pukul 09.15. Hari baru, proyek baru, rutinitas yang mulai membuatnya terbiasa. Jolie kembali ke mejanya yang rapi, penuh dengan tumpukan laporan dan daftar tugas. Di layar, email dari klien AS menunggu balasan. Ia mulai mengetik, tapi pikirannya melayang pada percakapan kemarin di kafe, kata-kata Adrian yang masih terngiang. Penawaran kerja dari pria itu sedikit membuatnya bimbang. Tapi Jolie mencoba menepisnya. Stratton memang tidak membayar setinggi perusahaan Adrian, tapi di sini ia punya rekan kerja yang ramah, atasan yang suportif, dan jam kerja yang masih manusiawi. Setelah kegagalan pernikahan dengan Sean, kestabilan ini adalah obat yang ia butuhkan. Setidaknya, ia merasa mandiri dan berguna. Namun, saat rapat mingguan dimulai, saat rekan-rekannya

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Jolie dan Adrian

    Hari Sabtu pagi di London dimulai dengan suara kereta overground yang bergemuruh dari kejauhan. Jolie bangun di ranjang sempit, cahaya matahari musim dingin menembus tirai tipis berwarna krem. Udara kamar sedikit lembap, dan ia meraih sweater tebal sebelum menyalakan ketel air untuk membuat teh. Ia menatap jam di dinding: pukul 7.30. Dulu, jam segini ia sudah berlari mengelilingi Regent’s Park, lalu sarapan di kafe mahal bersama teman-teman kampus. Pagi-pagi mereka diwarnai tawa dan rencana besar untuk menaklukkan dunia bisnis. Sekarang? Ia duduk sendirian di meja kecil, menyeruput teh murah yang rasanya terlalu pahit. Meski begitu, ada sesuatu yang mendorongnya untuk keluar. London bukan kota asing baginya, dan sebagian hatinya ingin membuktikan bahwa ia masih bisa berjalan di jalanan ini tanpa merasa kalah. Jolie memutuskan untuk pergi ke Marylebone, daerah yang dulu jadi titik favoritnya. Bus dua tingkat membawanya melintasi jalan-jalan penuh toko kecil dan rumah bata mera

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Pindah ke mansion

    Valerie menyukai apartemen yang dipilih Sebastian untuknya. Tidak terlalu besar tapi terkesan bersih dan mewah. Dan yang terpenting, Valerie tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan dan semua pengeluaran bulanan di mansion. Tanpa banyak drama dan keluhan, Valerie menyiapkan semua barangnya dan pindah di hari ketiga saat Sebastian telah melunasi harga apartemen dan mentransfer sejumlah besar uang sebagai harga saham yang dibelinya. Di hari Minggu, mereka tiba di mansion dengan barang bawaan yang cukup banyak. Paul menyambut majikan lamanya dengan suka cita. Pemilik sah dan pewaris Harold telah datang dan tinggal di mansion. "Selamat datang Tuan dan Nyonya Harold." Paul membuka pintu mansion lebar. "Terima kasih, Paul," ucap Sebastian dengan senyum. Rosa sangat bahagia kembali tinggal di mansion, bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. "Terima kasih, Paul," kata Eloise. Mereka menempati kamar Sebastian yang telah kosong lama, sementara Ethan ting

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Kesepakatan

    Keesokan harinya, Valerie nekat menemui Sebastian di ruang kerja presdir. Siang sebelum istirahat makan siang, Valerie telah berada di depan pintu ruangan Sebastian, menunggu sekretaris pria itu menelepon atasannya dan mempersilahkan Valerie masuk. Sebastian duduk dengan arogansi yang selalu terlihat di setiap gestur tubuh nya. Setidaknya itu yang Valerie lihat pada Sebastian. "Ada apa, Valerie?" tanya Sebastian tak sabar seakan kedatangan wanita itu sangat mengganggunya. "Aku ingin menawarkan saham ku karena aku butuh dana untuk modal pengembangan butikku." Valerie enggan menjelaskan keadaan yang sebenarnya jika butiknya hampir bangkrut. Sebastian tampak mempertimbangkan ucapan Valerie. "Aku akan membelinya sedikit di atas harga pasar saat ini, bagaimana?"Valerie berseru gembira dalam hati. Ia tak bisa membayangkan berapa banyak kekayaan yang dimiliki pria itu hingga dengan mudahnya menyanggupi membeli saham miliknya. "Jadi kapan aku bisa mendapat uangnya?" tanya Valerie mendes

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Menjual saham

    Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me

  • Terjebak Ambisi Sang Pewaris   Penyerahan jabatan

    "Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status