Minggu siang saat semua keluarga berkumpul, pengacara Jeff datang membacakan surat wasiat yang disiapkan Jeff jauh hari sebelum kematiannya yang mendadak. Ia hanya mewariskan sejumlah tanah untuk ketiga anak kandungnya. Tanpa ada bahasan tentang Olympic corp. Hal yang aneh bagi sebagian orang, tapi tak ada yang berani membahas hal itu karena mereka tahu siapa pemilik sebenarnya Olympic Corp. Meski begitu, pembagian saham sudah terlanjur terjadi di masa lalu. Masing-masing anak kandung Jeff mendapat bagian 10 persen. Jeff sendiri memiliki saham 20 persen tanpa ada penjelasan akan diberikan kepada siapa bagian sahamnya. Yang mengejutkan sebenarnya adalah Valerie, wanita itu mendapat bagian saham 15 persen padahal sebagai istri kedua, Anna tidak mendapat bagian sama sekali. Tapi hal itu menguntungkan bagi Sebastian karena ia bisa meminta dukungan suara kepada Valerie saat pemilihan CEO pengganti Jeff. Dengan saham Sebastian yang 20 persen, ia yakin pemegang saham lainnya akan memilihnya.
Sebastian telah mendaftarkan pernikahannya dengan Eloise di kantor catatan sipil. Seminggu setelahnya ia telah mendapat surat ijin menikah. Sebagai mertua, mau tak mau Valerie sebagai salah satu pemegang saham memberi hak suaranya kepada Sebastian dalam rapat penunjukan pengganti Jeff Bernard pada hari Kamis tepat dua hari menjelang pernikahan Sebastian dan Eloise. Eloise menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia mengagumi keahlian para tim make up yang mengubah penampilannya menjadi seperti saat ini. Ia bahkan tak percaya jika bayangan di cermin adalah seorang Eloise Johnson. Ia berhenti tersenyum saat pintu kamar terbuka dan Valerie tampak berjalan masuk. “Kau sudah siap?” tanya Valerie ketus. “Pamanmu telah menunggu di depan.” “Baik.” Eloise segera berjalan keluar. Valerie mengamati penampilan Eloise. Sebagai ibu harusnya ia merasa bahagia, tapi entah mengapa melihat Eloise yang tampil anggun dan cantik membuatnya merasa muak. Ia tak pernah merasakan kebahagiaan semenjak Eloise hadir dalam rahimnya. Selalu ada penderitaan. Eloise didampingi sang paman dari pihak ibu, berjalan menuju tempat upacara pernikahan berlangsung. Acara dilangsungkan di mansion megah keluarga Sebastian. Halaman belakang yang luas disulap menjadi altar untuk upacara pernikahan sekaligus resepsi pernikahan. Semua mata tertuju pada pengantin perempuan. Banyak yang tidak percaya jika wanita yang kini berjalan menuju altar adalah Eloise. Sean terpukau di tempatnya berdiri. Begitu juga dengan Sebastian. Berulang kali ia menelan ludah menatap Eloise. William menyerahkan Eloise kepada Sebastian. Eloise tak berani menatap mata Sebastian saat pria itu meraih tangannya. Pemuka agama memulai upacara pernikahan dengan khidmat. Saat janji pernikahan diucapkan, Eloise sedikit terhanyut. Kata-kata Sebastian seperti janji seorang suami sejati meski ia tahu itu hanya palsu belaka. Saat upacara usai dan pemuka agama mempersilahkan pengantin saling mencium, dengan gugup Eloise memaksakan diri menatap Sebastian. Pria itu sangat tampan dari jarak sedekat ini, membuat Eloise bertambah gugup. Sebastian merengkuh pinggang Eloise dan mencium bibir gadis itu dengan lembut. Tidak lama, tapi mampu membuat jantung Eloise berdebar kencang. Ini ciuman pertamanya. Selanjutnya seperti mimpi. Resepsi pernikahan yang mewah. Para undangan yang mengagumi pengantin wanita, Sebastian yang ahli bersandiwara seperti pasangan yang berbahagia selalu di samping Eloise. Sehari ini saja Eloise ingin menikmati mimpinya sebelum esok menghadapi kenyataan hidup. Eloise tidak lagi tampak berwajah murung seperti biasanya. Malam hari usai resepsi pernikahan. Eloise mengikuti langkah Sebastian menuju kamar tidur lelaki itu. Sebastian terlihat kembali menjadi dirinya. Dingin. Kamar tidur Sebastian adalah kamar terluas dari semua kamar di mansion ini. Saat Eloise masuk, suguhan nuansa maskulin dengan sentuhan minimalis tampak menonjol di setiap sudut kamar. Warna dominan di dalam kamar Sebastian adalah hitam, putih dan abu-abu. Tanpa suara Sebastian masuk ke dalam kamar mandi. Eloise duduk di sofa di samping pintu masuk. Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dimana ia akan tidur malam ini. Di tempat tidur atau di sofa?Eloise tidak yakin bisa tidur nyaman di sofa mungil yang tengah didudukinya. Sebastian juga tidak mungkin mengijinkannya tidur seranjang dengan pria itu. Ia harus tahu diri. Eloise memutuskan tidur di lantai beralas karpet. Tidak begitu buruk. Karpet di kamar Sebastian cukup nyaman untuk alas tidur. Kamar mandi terbuka. Sebastian keluar hanya berbalut handuk sebatas pinggang. Dada kokohnya terpampang jelas memperlihatkan bentuk tubuh yang proporsional. Bahu lebar, pinggang sempit, otot yang terlihat jelas, dengan perut rata. Eloise buru-buru menunduk setelah mengagumi keindahan tubuh Sebastian. “Kau mau mandi?” tanya Sebastian dengan suara rendah. Ia menyadari tatapan mata Eloise dan rona merah di wajah gadis itu. “Aku lupa mengambil bajuku.” “Tidak usah, sudah kusiapkan di sana.” Sebastian menunjuk dengan dagu saat Eloise menatapnya keheranan. Eloise menoleh ke arah walk ini closet. Ia tak segera beranjak bangkit dari duduknya hingga suara Sebastian mengagetkannya lagi. “Aku tak suka kamar tidur terang. Setelah mandi, matikan lampunya.” Sebastian berjalan mendahului ke arah walk ini closet, menit selanjutnya ia telah memakai celana panjang tapi masih bertelanjang dada. Ia berjalan menuju ranjang. Eloise ragu berjalan menuju ruang penyimpanan pakaian itu. Ruangan yang berukuran dua kali ukuran kamar apartemennya. Interiornya mewah. Ia terkesima menatap deretan pakaian wanita yang berjajar rapi di dalam lemari. Perlahan ia membuka lemari. Memilih gaun tidur yang berwarna putih gading. Mengusap kelembutan gaun tidur itu dan mengagumi keindahannya. Saat akan memasuki kamar mandi, sekilas Eloise melihat Sebastian yang tampak sudah tertidur. Eloise sedikit berlama-lama mengguyur tubuhnya yang penat di bawah siraman air hangat. Ia keluar dari kamar mandi setelah lima belas menit berlalu. Eloise mengambil bantal di ranjang dengan hati-hati dan mematikan lampu kamar. Karpet di bawah sofa terasa tebal dan nyaman. Eloise berbaring di atas karpet. Tidak terlalu buruk. Hanya saja ia tak menemukan cadangan selimut di kamar tidur Sebastian. Tapi tak masalah bagi Eloise. Yang diperolehnya sekarang sudah lebih dari cukup. Eloise merasa sangat lelah, tak butuh waktu lama baginya untuk segera tertidur pulas.Suara mesin kopi di pantry Stratton Consulting mendengung pelan saat Jolie menuang cappuccino ke cangkir kertas. Kantor sudah mulai ramai, layar komputer menyala, suara tuts keyboard bercampur dengan dering telepon.Ia melirik jam, pukul 09.15. Hari baru, proyek baru, rutinitas yang mulai membuatnya terbiasa. Jolie kembali ke mejanya yang rapi, penuh dengan tumpukan laporan dan daftar tugas. Di layar, email dari klien AS menunggu balasan. Ia mulai mengetik, tapi pikirannya melayang pada percakapan kemarin di kafe, kata-kata Adrian yang masih terngiang. Penawaran kerja dari pria itu sedikit membuatnya bimbang. Tapi Jolie mencoba menepisnya. Stratton memang tidak membayar setinggi perusahaan Adrian, tapi di sini ia punya rekan kerja yang ramah, atasan yang suportif, dan jam kerja yang masih manusiawi. Setelah kegagalan pernikahan dengan Sean, kestabilan ini adalah obat yang ia butuhkan. Setidaknya, ia merasa mandiri dan berguna. Namun, saat rapat mingguan dimulai, saat rekan-rekannya
Hari Sabtu pagi di London dimulai dengan suara kereta overground yang bergemuruh dari kejauhan. Jolie bangun di ranjang sempit, cahaya matahari musim dingin menembus tirai tipis berwarna krem. Udara kamar sedikit lembap, dan ia meraih sweater tebal sebelum menyalakan ketel air untuk membuat teh. Ia menatap jam di dinding: pukul 7.30. Dulu, jam segini ia sudah berlari mengelilingi Regent’s Park, lalu sarapan di kafe mahal bersama teman-teman kampus. Pagi-pagi mereka diwarnai tawa dan rencana besar untuk menaklukkan dunia bisnis. Sekarang? Ia duduk sendirian di meja kecil, menyeruput teh murah yang rasanya terlalu pahit. Meski begitu, ada sesuatu yang mendorongnya untuk keluar. London bukan kota asing baginya, dan sebagian hatinya ingin membuktikan bahwa ia masih bisa berjalan di jalanan ini tanpa merasa kalah. Jolie memutuskan untuk pergi ke Marylebone, daerah yang dulu jadi titik favoritnya. Bus dua tingkat membawanya melintasi jalan-jalan penuh toko kecil dan rumah bata mera
Valerie menyukai apartemen yang dipilih Sebastian untuknya. Tidak terlalu besar tapi terkesan bersih dan mewah. Dan yang terpenting, Valerie tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan dan semua pengeluaran bulanan di mansion. Tanpa banyak drama dan keluhan, Valerie menyiapkan semua barangnya dan pindah di hari ketiga saat Sebastian telah melunasi harga apartemen dan mentransfer sejumlah besar uang sebagai harga saham yang dibelinya. Di hari Minggu, mereka tiba di mansion dengan barang bawaan yang cukup banyak. Paul menyambut majikan lamanya dengan suka cita. Pemilik sah dan pewaris Harold telah datang dan tinggal di mansion. "Selamat datang Tuan dan Nyonya Harold." Paul membuka pintu mansion lebar. "Terima kasih, Paul," ucap Sebastian dengan senyum. Rosa sangat bahagia kembali tinggal di mansion, bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. "Terima kasih, Paul," kata Eloise. Mereka menempati kamar Sebastian yang telah kosong lama, sementara Ethan ting
Keesokan harinya, Valerie nekat menemui Sebastian di ruang kerja presdir. Siang sebelum istirahat makan siang, Valerie telah berada di depan pintu ruangan Sebastian, menunggu sekretaris pria itu menelepon atasannya dan mempersilahkan Valerie masuk. Sebastian duduk dengan arogansi yang selalu terlihat di setiap gestur tubuh nya. Setidaknya itu yang Valerie lihat pada Sebastian. "Ada apa, Valerie?" tanya Sebastian tak sabar seakan kedatangan wanita itu sangat mengganggunya. "Aku ingin menawarkan saham ku karena aku butuh dana untuk modal pengembangan butikku." Valerie enggan menjelaskan keadaan yang sebenarnya jika butiknya hampir bangkrut. Sebastian tampak mempertimbangkan ucapan Valerie. "Aku akan membelinya sedikit di atas harga pasar saat ini, bagaimana?"Valerie berseru gembira dalam hati. Ia tak bisa membayangkan berapa banyak kekayaan yang dimiliki pria itu hingga dengan mudahnya menyanggupi membeli saham miliknya. "Jadi kapan aku bisa mendapat uangnya?" tanya Valerie mendes
Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me
"Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."