"Mengapa lampunya bisa padam? Suruh bagian keamanan untuk memeriksa listrik! Cepatlah! Agar listrik kembali bekerja," perintah Arland pada anak buahnya.
Pria itu memutuskan panggilan lalu beralih menyentuh ikon senter yang ada di ponselnya.Riuh dari suara para tamu ketika di gedung mewah yang mereka tempati lampunya sedang padam. Di antara mereka bahkan juga ada yang menyalakan senter dari ponselnya.Arland berjalan melewati para tamu dan naik ke atas panggung, tempat di mana terdapat pelamainan di atasnya. Ia ingin menyampaikan sesuatu kepada para tamu atas ketidaknyamanan karena lampu yang tiba-tiba padam.Namun, sebelum mengatakan itu. Gio, anak buahnya tadi kembali menghubunginya."Halo, Pak Arland! Kabel listrik di luar gedung putus. Sehingga listrik tidak bisa menyala," ucap anak buahnya."Astaga! Cepat hubungi tim lainnya untuk menyelidiki penyebab kabel itu putus! Panggil PLN juga untuk segera memperbaikinya. Sekarang cepat kemari! Suruh mereka nyalakan genset! Genset otomatis itu sama sekali tak bekerja," ucap Arland setengah berteriak lalu ia memutuskan panggilannya.Arland pun mulai berbicara dengan lantang kepada para tamu. Ia bersuara dengan kuat dan keras meski tidak memakai mic atau toak. Tentu itu cukup menguras sedikit tenaga baginya."Selamat malam para Hadirin yang terhormat! Untuk para tamu, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda semua di sini. Kami mengalami kendala teknis pada kabel listrik. Sekali lagi kami mohon maaf! Sementara ini akan dinyalakan genset. Jadi, Hadirin dimohon bersabar untuk menunggu listrik kembali menyala. Semoga Anda semua dapat memakluminya. Terima kasih!" ucap Arland dengan tegas.Terdengar suara riuh dari para tamu. Tak jarang beberapa orang mengkritik bagaimana bisa hal ini terjadi di resepsi pernikahan mewah seorang CEO dari perusahan besar. Ada juga yang merasa jengkel. Di antara mereka juga memutuskan untuk pulang saja setelah pamit pada Arland, mereka sudah tak mau menunggu lebih lama lagi. Para tamu pamit pada Arland sebab tak menemukan kedua mempelai pengantin.Lima belas menit telah berlalu, genset berhasil dinyalakan. Gedung pun kini terang kembali. Para tamu dan acara diambil alih oleh salah satu anak buah Arland.Arland menghubungi bosnya sambil berjalan menuju lantai atas. Tempat di mana kamar mempelai pengantin berada. Ia menaiki lift agar cepat sampai.Alternatif lainnya adalah menaiki tangga biasa. Tangga ini didesain mewah dan elegan, bercabang dengan bentuk model Y. Karpet yang menjadi alas tangga tersebut berwarna merah maroon berpadu dengan corak lirisan berwarna krim di sisi kanan kiri serta terdapat motif bunga di sisi pinggirnya.Berungkali ia menelepon bosnya tetap tidak ada jawaban sama sekali. Tidak biasanya seperti itu. Dia juga menelepon istri bosnya, tetapi nomornya tak aktif. Arland menjadi gusar dan khawatir.Di kamar pengantin, Azkara tengah terduduk di lantai dengan mata terpejam dan bersender tepat di depan kasur. Polselnya yang berada di atas nakas terus berdering. Panggilan masuk dari Arland, asisten pribadinya.Arland tiba di depan kamar pengantin. Ia mengetuk pintu. "Permisi, Tuan Muda Azkara! Ini saya Arland," ucap Arland nyaring.Tidak ada sahutan. Ia melihat seluruh ruangan lantai dua. 'Sepi,' batinnya.Kembali Arland menoleh dan mengetuk pintu lebih kuat dari sebelumnya. Ia berkata dengan lantang, "Permisi, Tuan! Ini saya Arland."Tidak ada tanda tanda-tanda pintu akan dibuka. Sudah hilang kesabaran, dia mendobrak pintu dengan dua kali tendangan, alhasil pintu pun terbuka."Tuan Azka!" teriak Arland. Ia berlari masuk ke dalam.Arland mencoba membangunkan Azkara. Namun, sulit sekali untuk dibangunkan. Ia pun menduga bahwa bosnya itu pingsan."Halo, Gio! Tolong kau bawakan Dokter Ryan ke kamar pengantin Tuan Muda sekarang. Saat ini Dokter Ryan ada di lantai bawah. Katakan padanya ada keadaan darurat yang harus dia tangani.""Baik, Pak!" jawab Gio.Ia membopong tubuh bosnya ke atas kasur lalu membaringkannya. Arland mengedarkan pandangan ke seluruh kamar mencari keberadaan Meika, istrinya Azkara.'Di mana Nyonya Meika?' batinnya.Ia berjalan mendekati kamar mandi. Ada rasa tak enak di hatinya dengan lancang menghampiri kamar mandi yang jika di dalamnya memang ada istri bosnya. Tapi ia terpaksa melakukan itu demi memastikan."Permisi, Nyonya Meika! Saya Arland Asisten Pribadi Tuan Azka. Maaf sebelumnya, Tuan Muda saat ini saya temukan pingsan di dalam kamar ini," tuturnya.Hening, tak ada sahutan. Arland dengan berani mengetuk pintu kamar mandi dan mengulangi kalimatnya kembali. Tetapi, tetap tidak ada respon sama sekali dari dalam."Nyonya! Apa nyonya ada di dalam? Tolong cepat keluar! Tuan Muda pingsan," teriak Arland.Lama ia menunggu. "Astaga!" gerutunya kesal.Ia pun memutar knop pintu kamar mandi meski dinilai tidak sopan. Ia berpikir jika hal buruk telah menimpa nyonyanya di dalam. Perlahan kepalanya saja yang masuk celingukan melihat ke seluruh ruangan. Ia lantas menekan saklar lampu kamar mandi dan melangkah masuk. Tak didapatinya keberadaan Meika."Nyonya Meika!" panggilnya.Matanya awas melihat ruangan. Dilihatnya ada paperbag di dekat wastafel. Bergegas ia ambil dan membawanya ke luar. Kemudian, Gio dan Dokter Ryan datang. Mereka terkejut melihat Azkara terbaring."Apa yang terjadi pada Tuan Azkara?" tanya Dokter Ryan."Sepertinya Tuan Muda pingsan, Dok," sahut Arland.Lalu ia menceritakan dari awal hingga akhir bagaimana ia menemukan Azkara yang sudah pingsan."Saya akan memeriksanya," ucap Dokter Ryan. Ia mulai memeriksa Azka.Dokter Ryan memang tamu, tetapi Azkara juga sengaja memintanya khusus menjadi dokter pribadi di acara resepsi pernikahannya. Maka dari itu, Ryan membawa peralatan kerjanya di tas khusus."Dia bukan pingsan. Saya menemukan adanya gejala bahwa Tuan Azkara mengonsumsi obat tidur sehingga membuatnya tertidur berat," pungkas Dokter Ryan."Baiklah, terima kasih, Dok! Saya akan menangani ini," jawab Arland.Ia melirik memberi kode pada Gio yang sedari tadi berdiri tegap. Gio pun mengangguk paham."Mari, Pak Ryan!" ucap Gio mempersilakan Ryan keluar. Mereka pun pergi kembali ke lantai bawah.Arland mengambil gelas lalu menuangkan air dari dalam teko. Dipercikkannya air ke wajah Azkara. Setelahnya ia mendekatkan botol minyak angin yang sudah dibuka tutupnya ke hidung bosnya sembari menampar pelan pipi Azkara. Dua menit kemudian, Azkara bangun dengan kepala yang terasa begitu berat. Ia berusaha bangkit dan dibantu oleh Arland."Kepala saya sakit dan pusing. Kenapa kau ada di sini, Lan?" tanya Azkara dengan mata yang masih terkantuk-kantuk.Arland pun menceritakan segalanya mulai dari kabel listrik yang putus dan keberadaan Meika yang tidak ia temukan."Kau sudah memeriksa ke seluruh ruangan dalam gedung ini?" tanya Azkara. Ia mengingat-ingat sesuatu dan mengerutkan dahi."Saya sudah mengerahkan anak buah untuk mencari Nyonya Meika ke seluruh ruangan gedung. Namun, hasilnya nihil," jawab Arland."Apa?" ucap Azkara terkejut, ia mulai khawatir dengan keberadaan istrinya."Terakhir kali sebelum saya tertidur, saya melihat istri saya ada di kamar mandi."Arland menoleh ke arah kamar mandi. Ia teringat menemukan paperbag di dalamnya. Belum sempat ia cek apa isinya karena itu termasuk hal privasi Meika dan akan lebih baik jika Azkara yang membukanya."Maaf sebelumnya, Tuan Muda. Saat Anda pingsan tadi, saya mencoba mencari keberadaan Nyonya Meika. Saat saya mengetuk pintu kamar mandi tidak ada respon sama sekali dari dalam. Maaf sekali lagi atas kelancangan saya, Tuan, saya membuka pintunya karena saat itu saya berpikir sedang terjadi sesuatu yang buruk pada Nyonya di dalam, mengingat Anda tadi pingsan. Namun, begitu saya masuk, Nyonya tidak ada. Saya malah menemukan satu paperbag yang teronggok di dekat wastafel," ungkap Arland panjang lebar."Baiklah, saya mengerti. Berikan paperbag yang kau maksud itu," pinta Azkara yang masih agak pusing kepalanya.Arland mengambil paperbag yang terletak di atas sofa berwarna krim di sudut kamar lalu memberikannya pada Azkara. Di paperbag itu terdapat tulisan kata "Maaf" dalam bahasa Jerman "Verzeihe
Sejak malam tadi hingga pagi ini Meika belum bangun sama sekali. Malvin menyuntik Meika dengan bius yang sangat ampuh yang bisa membuat mereka yang terkena suntikannya tertidur dalam waktu yang cukup lama.Malvin adalah dalang di balik insiden malam tadi. Semua ia rencanakan dengan amat matang. Bermain secara tenang, lihai, dan cerdik. Sehingga rencananya tidak terendus sama sekali oleh Azkara, tangan kanan beserta ajudan dan anak buahnya.Ia memendam rasa cintanya pada Meika dan tak pernah menunjukkannya sedikit pun pada siapa pun. Saat mengetahui dambaan hatinya akan menikah dengan orang lain sebulan yang lalu, ia tak rela. Timbul hasrat untuk merebut dan memiliki Meika yang kini sudah bersuami. Sungguh ambisinya begitu besar.Azkara kini berada di rumahnya. Ia masih tidur. Sejak dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya malam tadi, Azkara masih merasakan kantuk yang luar biasa. Kepala terasa berat dan pusing, tangan kebas kesemutan, serta napasnya pun tersengal-sengal. Alhasil dir
Beberapa menit kemudian Azkara tertidur lalu lampu yang tadi menyala seketika padam. Kamera CCTV pun otomatis berhenti merekam."Agghhrr," teriak Azkara.'Apa yang terjadi selama listrik padam?' ucapnya dalam hati.Wajahnya tampak tak tenang, ia geram pada keadaan."CCTV itu juga tidak bekerja!" gerutunya. Ia menyandarkan tubuhnya di senderan kursi lalu memandang langit-langit ruang kerjanya.'Aku yakin pasti telah terjadi sesuatu pada Meika saat lampu itu padam,' batinnya.Arland sudah sampai di kediaman Azkara. Mereka tengah berada di ruang kerja Azkara, sebuah ruangan khusus yang Azkara siapkan di rumahnya, tepat di sebelah kamar tidurnya."Apa Meika sudah ditemukan? Di mana dia dan bagaimana keadaannya?" tanya Azkara penuh harap."Tidak, Tuan. Kami belum berhasil menemukannya. Tapi, ada satu titik lokasi bahwa Nyonya Meika diduga berada di sana. Namun, setelah didatangi, Nyonya tidak ada," ungkap Arland."Di mana lokasinya?" tanyanya lagi."Lokasinya di hotel G Foresst sebelah sela
Yasmin menunggu sendirian di aula. Sudah hampir tiga puluh menit, rekannya tak jua kembali. Gadis itu mulai kesal dan bangkit dari duduknya."Kemana dia? Apa dia sudah pulang? Kenapa tidak mengabariku?" gerutu Yasmin. Ia lalu berjalan mondar-mandir.'Jika tidak terpaksa. Aku tak sudi bekerja sama dengan Oliv. Modelan orangnya saja begitu. Dasar jutek!' ucapnya dalam hati.Ia ingin sekali menelepon rekannya itu. Tetapi, ia takut akan mengganggu percakapan antara Oliv dan si Nyonya Muda."Yas!" tegur Oliv.Ia sudah tiba di aula. Kali ini tangannya membawa sebuah map berisi perjanjian kontrak kerja sama dengan Nyonya Muda."Lama sekali kau! Aku muak menunggu di sini," keluh Yasmin padanya."Anggap saja kita impas. Beruntung Nyonya Muda itu mau bekerja sama dengan kita. Nampaknya ia sangat menyukai desain gaunmu. Kode desainmu yang ZD09X.""Oh, yang itu. Aku pikir tidak akan ada yang menyukainya. Karena model yang kubuat itu cukup abstrak. Tetapi biar bagaimana pun itu terlihat unik! Janga
Liza buru-buru beranjak dari sana. Sesampainya di kamar, ia berjalan mondar-mandir. Ia terlihat sedang cemas.'Apa benar itu adalah Meika?''Apa dia berhasil lolos? Tapi kenapa dia tidak langsung pulang ke sini saja?''Apa wanita itu punya rencana lain?'Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Liza kemudian menelepon seseorang. Namun, nomor yang dihubungi tidak aktif."Bisa-bisanya saat keadaan gawat seperti ini, dia malah tidak bisa dihubungi!" geramnya.Liza lalu duduk di kasur, dengan kesal ia melempar bantal.***"Arland, siapkan saja semua dana untuk membayar kerugian ini," pinta Azkara."Baik, Tuan Muda!"Arland lalu beranjak pergi membawa beberapa berkas dokumen yang sudah ditandatangani oleh Azkara.Saat hendak berbelok arah ke kanan koridor, tiba-tiba muncul tangan seseorang di balik tembok koridor tersebut yang mencegatnya. Ia sontak berhenti. Hampir saja dadanya mengenai tangan itu. Orang di balik tembok akhirnya keluar berdiri tepat menghadapnya. "Emm ... dengar!
Wanita bersanggul itu kemudian meletakkan cangkir kopinya."Maaf, Nyonya Ira. Mengapa Anda begitu membenci Nyonya Meika?""Apa kau ingin tahu penyebabnya?" tanya Mahira. Arland mengangguk. "Iya, Nyonya.""Arland, bukankah kau tahu bahwa aku tidak membenci sembarang orang tanpa sebab yang fatal. Meika yang kelihatan polos itu benar-benar telah menyakitiku sebagai seorang ibu!" sergah Mahira."Dia memaksaku agar menyetujui pernikahannya dengan Azkara karena rahasiaku yang diketahuinya. Dia menjadikan itu sebagai senjata untuk mengancamku. Apa kau masih berpikir dia wanita tulus dan baik?""Rahasia?" tanya Arland."Ya, aku akan mengatakannya padamu. Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk kuberitahu. Aku mempercayaimu, Arland. Kuminta setelah kau mendengarnya, jangan beritahukan pada siapapun termasuk Azkara dan Liza.""Tapi kenapa, Nyonya Ira? Kenapa mereka tidak boleh tahu?""Mereka mungkin akan terluka," jawab Mahira. Sesaat ia termenung mengingat kejadian dua puluh delapan tahun s
"Baiklah, aku punya sesuatu untukmu," imbuh Oliv."Apa?"Oliv mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang membuat Yasmin semakin heran."Botol parfum?" tanya Yasmin. Sedari tadi ia terus memperhatikan botol di genggaman Oliv."Iya! Ini bukan sembarang botol parfum.""Tapi kenapa warna airnya begitu?" Jarinya menunjuk botol parfum.Oliv meletakkan botol itu di meja. "Ini isinya bukan parfum atau air bibit wangi, melainkan air cabai." "Untuk apa kau membawanya?" Yasmin tercengang tak mengira Oliv bisa menyediakan benda seperti itu di dalam tas. Ia sebenarnya sempat melihat di televisi dan sosmed mengenai botol parfum atau botol semprot yang diisi air cabai sebagai senjata wanita saat bepergian. "Untuk jaga-jaga. Ini bisa jadi senjata pamungkas bagi seorang wanita. Apalagi jika sendirian. Tidak mungkin, kan, kalau kita pergi kemanapun harus membawa pisau atau pistol? Jadi lebih baik pakai ini saja. Kita bisa membawanya di dalam tas. Tapi, tetap harus hati-hati jangan sampai tertukar. N
"Tidak. Aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Mama pasti tidak akan mengizinkan karena kondisi mental dan fisikku. Semalam saja Mama terus menyuruhku untuk istirahat akibat obat tidur dan ledakan itu, padahal aku baik-baik saja. Kuminta jangan beritahu siapa pun. Untuk pekerjaan di kantor pusat Kak Liza dan kau yang meng-handle," tutur Azkara. Arland tak habis pikir, kenapa seorang suami harus diam-diam pergi untuk mencari istrinya. "Azkara, kau pergi dengan siapa?" tanya Arland. "Beberapa ajudan dan seorang supir.""Aku akan beri tahu Akbar supaya mereka tidak usah kembali ke sini. Biar mereka tetap di sana saja menunggumu. Mereka yang terlebih dulu tahu info tentang istrimu.""Baiklah, ide yang bagus!" Azkara menaiki tangga menuju pintu perpustakaan diikuti oleh Arland di belakangnya. Saat mereka mendekat, pintu terbuka otomatis. Pintu tersebut terbuat dari mirror glass dengan ukuran besar dan tinggi. Dari dalam bisa terlihat dengan jelas keadaan di luar ruangan.Lain halnya jika