Share

Bab. 7

Author: Nabila
last update Last Updated: 2023-12-26 03:06:21

”Rodriguez!” teriaknya panik.

”Rodriguez!”

”Ada apa, Azura?”

”Pintunya tidak bisa dibuka.”

”Memang.” Azura ternganga kaget.

Lelaki itu sengaja menguncinya di dalam.

”bukakan!” jeritnya sambil menggedor­gedor pintu.

”Akan kubukakan begitu aku kembali.”

”Kembali? Kembali? Kau mau kemana? Jangan berani-­beraninya meninggalkan aku terkunci di sini!”

”Terpaksa. Aku tidak mau kau menggunakan telepon yang pura­pura tidak kaulihat itu. Kau akan kulepas begitu aku kembali."

”Kau mau ke mana?” tanya Azura lagi.

Ia putus asa membayangkan terkurung dalam toilet ini entah untuk berapa lama.

”Kembali ke mobil. begitu slang airnya sudah kuganti, aku akan kembali untuk menjemputmu.”

”Ke mobil? Kau mau kembali ke mobil? bagaimana caranya kau ke sana?”

”Aku akan lari.”

”Lari?” Azura mengucapkan kata itu tanpa suara.

Lalu sesuatu terlintas dalam pikirannya dan ia mengatakan.

”begitu pemilik tempat ini datang kembali jam

empat, mereka akan menemukan aku. Aku akan menjerit sekeras mungkin.”

”Aku sudah kembali sebelum jam empat.”

”Kau bangsat! Keluarkan aku!” Azura menghantam pintu itu lagi dengan tubuhnya, tapi sia­sia.

”Di sini pengap. Aku bisa mati lemas di sini.”

”Kau akan kepanasan, tapi kau tidak akan mati. Kusarankan kau beristirahat.”

”Pergilah ke neraka.” Lelaki itu tidak menjawab.

Kalimat Azura berkumandang di tembok-­tembok toilet umum itu. Azura

menempelkan telinga ke pintu, tapi tidak bisa mendengar apa­apa.

”Rodriguez?” panggilnya was­was.

Lalu ia berseru lebih keras,

”Rodriguez!” Tidak ada jawaban.

Ia sendirian di sini. Azura bersandar di pintu, menutupi wajahnya dengan dua tangan, dan membiarkan air matanya tumpah.

Wanita seperti dirinya tidak pernah dilatih menghadapi pengalaman semacam ini.

Situasi antara hidup dan mati tidak pernah masuk ke dalam kehidupannya yang selama ini sangat terlindung. Ia tumbuh dewasa di dalam lindungan orangtua yang menginginkan yang terbaik bagi dirinya.

Ia belum pernah bersekolah di sekolah pemerintah, karena

”lingkungan pergaulan yang tidak sesuai” yang akan dijumpainya di sana.

Ia tidak pernah dilatih melakukan taktik­-taktik untuk bertahan hidup di kampus khusus wanita yang dimasukinya. Situasi seperti ini

cocok untuk dijadikan skenario Film, tapi tidak ada yang percaya bahwa yang seperti ini bisa benar-benar terjadi. Tapi ini memang terjadi… pada dirinya. Untuk pertama kali dalam usianya yang sudah 26 tahun ini, Azura mengalami rasa takut yang sesungguhnya.

Rasa takut yang seolah memiliki wujud.

Ia dapat merasakannya di lidahnya. bagaimana kalau Rodriguez tidak kembali untuk

menjemputnya? bagaimana ia bisa yakin bahwa pompa bensin ini akan buka kembali pada jam empat? Papan pemberitahuan itu mungkin saja sudah dipasang berbulan­-bulan yang lalu dan sudah terlupakan ketika pemilik tempat itu memutuskan untuk menutup usahanya.

Ia bisa mati kehausan. Mati seperti itu sebenarnya akan makan waktu lama. Mungkin seseorang sudah datang ke tempat itu sebelumnya. Ia mesti memasang telinga untuk mendengar suara mesin, lalu ia harus menggedor­gedor dan berteriak-­teriak untuk menarik perhatian.Tapi ia bisa mati karena sesak napas.Namun, tinggi di tembok ada sebuah jendela kecil, persis di bawah langit­langit. Jendela itu terbuka bebe-

rapa senti. Udara yang masuk dari situ mungkin panas dan kering, tapi setidaknya banyak.Ia bisa mati karena marah.

Kemungkinan itu sangat besar, pikir Azura. Sungguh keterlaluan Rodriguez meninggalkannya di tempat jorok ini. Sambil menyumpahi lelaki itu, Azura mondar­-mandir di toilet kecil tersebut. Akhirnya kemarahan yang memicu otaknya untuk bekerja dan membuatnya lebih kreatif. bukankah Rodriguez sendiri mengatakan bahwa ia banyak akal? Ia

pasti bisa keluar dari toilet ini kalau ia mau mengerahkan otaknya untuk mencari jalan. Ia yakin itu! Tapi bagaimana caranya?

Kembali ia menghantam pintu toilet dengan tubuhnya, namun tidak ada hasilnya. Penghalang yang digunakan Rodriguez untuk menahan pintu itu tidak bisa digerakkan, dan Azura cuma membuang­buang tenaga

dengan berusaha menghantamnya. Tubuhnya basah oleh keringat, juga rambutnya, hingga terasa berat dan panas.

Merasa putus asa dan lemah, ia menengadah pasrah ke langit-­langit. Dan… itu dia… jawaban untuk masalah yang sedang dihadapinya. Jendela itu! Kalau saja ia bisa…

Ada sebuah tong logam di dalam satu sudut toilet, sepertinya tempat sampah. Sambil menguatkan diri untuk tidak membayangkan isi tong yang bau itu, Azura berusaha membalikkan benda tersebut. berat sekali, tapi akhirnya ia berhasil membalikkan bagian bawah tong menghadap ke atas.

Lalu ia mendorong tong tersebut ke

bawah jendela. Dengan berdiri di atas tong itu ia bisa meraih bagian bawah tepi jendela. Selama beberapa menit ia berusaha

menarik tubuhnya dengan kekuatan lengannya semata-mata, sambil mencari­cari pijakan kaki di tembok beton itu.

Akhirnya ia bisa mengangkat dirinya ke atas tepi jendela. Ia melongok dari jendela yang terbuka, menarik napas dalam­dalam, dan menyambut gembira angin selama beberapa menit dan mengistirahatkan lengannya

yang gemetar kelelahan. Kemudian dengan bahunya ia mengangkat jendela itu setinggi mungkin. bukaannya sempit, tapi kalau

beruntung ia pasti bisa meloloskan diri melewatinya. Ia mengangkat satu lututnya dan menekankannya ke tepi jendela, lalu berusaha memutar tubuhnya supaya bisa

mengeluarkan kakinya lebih dulu dari jendela.

Saat mengangkat lutut satunya ke tepi jendela, ia kehilangan keseimbangan. Dicondongkannya tubuhnya ke arah luar, dan ia berhasil keluar dari jendela yang

terbuka. Saat meluncur ke bawah, satu lengannya tersangkut paku di tepi jendela, menimbulkan goresan dalam mulai dari pergelangan tangan hingga ke ketiak.

Ajaibnya ia bisa mendarat dengan kakinya, tapi tanah di bawah sana tidak rata. Sambil mencengkeram lengannya dengan kesakitan, ia terdorong ke belakang dan terguling­guling di tanah yang melandai turun, sampai

kepalanya membentur batu di bawah.

Selama beberapa detik ia menengadah ke bulatan matahari yang terik, yang seolah mengejeknya. Setelah itu segalanya gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   95

    Pembicaraan, disela sejenak (topik, Politik dan Olahraga dan kemudian, ketika diperlukan perubahan, Olahraga dan Politik), dilanjutkan kembali sepanjang tahun meja. Di bawah kedok percakapan, dan di sela-sela penerimaan perhatian tuan-tuan, Alucia berbisik kepada Sir Martin, “Jangan mulai, paman. Shane ada di perpustakaan.” (Tuan Smith yang sopan menawarkan ham. Dengan penuh rasa terima kasih ditolak.) “Berdoa, berdoa, berdoa pergilah kepadanya; dia menunggu untuk bertemu denganmu dia ada di dalam masalah yang mengerikan.” (Tuan Jones yang gagah berani mengusulkan kue tart buah dan krim. Diterima dengan ucapan terima kasih.) “Bawa dia ke rumah musim panas: Aku akan mengikutimu saat aku mendapatkannya peluang. Dan segera kelola, paman, jika kamu mencintaiku, atau kamu akan terlambat.” Sebelum Sir Martin sempat membalas sepatah kata pun, Nyonya Lylia memotong kue komposisi Skotlandia terkaya, di ujung lain meja, di depan umum menyatakan bahwa itu adalah “kuenya sendiri,”

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   94

    "Ya. Apa itu?" “Siapakah tuan-tuan yang tinggal di rumah ini?” Alucia melihat sekelilingnya lagi, tiba-tiba merasa heran dan khawatir. rasa takut yang samar-samar menguasainya hingga pikiran Shane melemah karena beban yang berat masalah ada di atasnya. Shane tetap memaksakan permintaan anehnya. “Cari nama mereka, Alucia. Aku punya alasan untuk ingin tahu siapa orangnya tuan-tuan adalah yang tinggal di rumah.” Alucia mengulangi nama-nama tamu Nyonya Lylia, dan melanjutkan hingga akhir tamu yang datang terakhir. “Dua lagi kembali pagi ini,” dia melanjutkan. “Arnold Brinkworth dan temannya yang penuh kebencian itu, Tuan Figo.” Kepala Shane kembali bersandar di kursi. Dia telah menemukan jalannya tanpa menimbulkan kecurigaan akan kebenaran, terhadap satu-satunya penemuan yang telah dia dapatkan ke Windygates untuk dibuat. Dia berada di Skotlandia lagi, dan dia baru saja tiba dari sana London pagi itu. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berkomunikasi Craig Fernie se

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   93

    “Jangan pedulikan para wanita! Persamaan subjek apa yang bisa Kamu dan Tn. Figo mungkin harus dibicarakan? Dan kenapa aku melihat kerutan di antara kamu alis, sekarang kamu sudah selesai dengannya? sebuah kerutan yang tentu saja tidak di sana sebelum kamu mengadakan konferensi pribadi bersama?” Sebelum menjawab, Sir Martin mempertimbangkan apakah dia harus mengajak Alucia masuk kepercayaan dirinya atau tidak. Upaya untuk mengidentifikasi “wanita” Mark yang tidak disebutkan namanya dia bertekad untuk melakukannya, akan membawanya ke Craig Fernie, dan pasti akan melakukannya akhirnya mewajibkan dia untuk menyapa Shane. Pengetahuan mendalam Alucia temannya pasti bisa berguna baginya dalam hal ini keadaan; dan kebijaksanaan Alucia harus dipercaya dalam segala hal Kepentingan Miss Amanda sangat memprihatinkan. Di sisi lain, ada kehati-hatian sangat diperlukan, dalam kondisi informasinya yang tidak sempurna saat ini dan kehati-hatian, dalam benak Sir Martin, membawa dampaknya. Dia m

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   92

    Dia mengeluarkan kantong tembakaunya; dan tiba-tiba menghentikan operasi di saat membukanya. Objek apa yang dilihatnya, di balik deretan pohon pir kerdil, menjauh ke kanan? Seorang wanita tampaknya seorang pelayan dari balik pakaiannya membungkuk dengan membelakangi dia, mengumpulkan sesuatu: tumbuhan yang terlihat seperti itu, begitu juga dia bisa melihat mereka dari kejauhan. Benda apa yang tergantung pada tali di sisi wanita itu? Sebuah batu tulis? Ya. Apa yang dia inginkan dengan batu tulis di sisinya? Dia sedang mencari sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dan di sinilah hal itu ditemukan. “Apa pun bisa dilakukan aku,” pikirnya. “Bagaimana kalau aku 'mengolok-olok' dia sedikit tentang batu tulisnya?” Dia memanggil wanita di seberang pohon pir. “Halo!” Wanita itu bangkit, dan maju ke arahnya perlahan menatapnya, saat dia datang, dengan mata cekung, wajah sedih, batu ketenangan Hester Dethridge. Mark terhuyung. Dia tidak menawar untuk menukar barang yang paling membos

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   91

    "Kamu disana!" katanya, dan menyerahkan catatannya kepada pria itu. “Baiklah, Mark?” tanya suara ramah di belakangnya. Dia berbalik dan melihat Arnold, sangat ingin mendengar kabar konsultasi dengan Sir Martin. “Ya,” katanya. "Baiklah." Arnold sedikit terkejut dengan sikap singkat Mark jawab dia. “Apakah Sir Martin pernah mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan?” Dia bertanya. “Sir Martin telah mengatakan apa yang saya ingin dia katakan.” “Tidak ada kesulitan dalam pernikahan?” "Tidak ada." “Jangan takut pada Alucia ” “Dia tidak akan memintamu menemui Craig Fernie aku akan menjawabnya!” Dia mengatakan kata-kata yang sangat ditekankan, mengambil surat saudaranya dari meja, mengambil topinya, dan keluar. Teman-temannya, yang sedang bermalas-malasan di halaman, memujinya. Dia melewati mereka dengan cepat tanpa menjawab, tanpa melirik mereka dari balik bahunya. Sesampainya di taman mawar, ia berhenti dan mengeluarkan pipanya; kemudian tiba-tiba berubah pikiran, da

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   90

    Mark mengangguk. "Itu dia!" katanya dengan penuh semangat. “Menurut pengalaman saya, Tuan Figo, pria lajang mana pun di Skotlandia bisa melakukannya nikahi wanita lajang mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun. Pendeknya, setelah tiga puluh tahun berpraktik sebagai pengacara, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan pernikahan Skotlandia." “Dalam bahasa Inggris yang sederhana,” kata Mark.“maksudmu dia istrinya?” Terlepas dari kelicikannya; meskipun dia bisa memerintah dirinya sendiri, matanya bersinar-sinar mengucapkan kata-kata itu. Dan nada bicaranya walaupun dijaga dengan sangat hati-hati menjadi nada kemenangan di telinga yang baik, jelas merupakan nada lega. Baik tatapan maupun nada bicara Sir Martin tidak hilang. Kecurigaannya yang pertama, ketika dia duduk di konferensi, sudah jelas terlihat kecurigaan bahwa, ketika berbicara tentang “temannya”, Mark sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Namun, seperti semua pengacara, dia biasanya tidak mempercayai kesan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status