Huffttt.... Akhirnya ... Siapa yang selama dua hari ini nungguin Jenna dan Jerome? Maafkan author yang telah menghilang tanpa kabar selama dua hari ini, ya. Hari Kamis kemarin Author lagi sibuk meresapi getar-getar cinta dari debay di perut yang pengen segera launching. Buat para emak-emak pasti tahu dong gimana rasanya. Dan Jumat kemarin Author masih belum pulih. Hari ini pun masih belum pulih total, tapi masih bisa buka laptop untuk up bab yang udah sempet ditulis sebelum debay lahir. Doain aja Author cepet pulih biar bisa cepat tamatin story ini, ya. Dan tenang aja, storynya ga bakalan bertele-tele hingga berseason-season, kok.
Selamat membaca.
Sepanjang malam Jerome tak kembali ke kamar mereka. Jenna tak ingin tahu apakah pria itu sedang di ruang kerja, di kamar lainnya, atau bahkan sedang keluar rumah. Dan satu-satunya yang ia sesali dengan ketiadaan pria itu adalah hormon kehamilannya yang menjadi sensitif. Doris menemaninya sepanjang malam, membantunya menghadapi serang mual dan muntah yang tiada henti. Lalu kembali berbaring di tempat tidur dan menangis. Lagi dan lagi.Esok paginya, Jenna bangun kesiangan. Cairan kuning dan pahit menyambutnya dan menguras seluruh tenaganya. Dokter datang untuk memeriksa dan memberinya cairan infus. Dan Jerome masih belum juga muncul.Jenna tak mengharapkan kemunculan pria itu. Dan entah bagaimana, ia pun merindukan pria itu di saat yang bersamaan. Seharusnya Jenna tahu, inilah yang akan didapatkan setelah mengungkapkan semua perasaan yang ia miliki. Tidak ada yang tersisa untuknya.Jerome akhirnya muncul ketika Doris baru saja keluar untuk menyiapkan makan malam J
“Kalian berdua benar-benar tak punya hati.”“Tutup mulutmu, Liora,” desis Jerome dengan kegelapan di seluruh permukaan wajahnya yang sudah tak tertolong lagi. “Kau tak tahu apa-apa tentang masalah kami.”“Oh ya?” Dagu Liora semakin naik. Kobaran kemarahan di matanya tak kalah membaranya dengan Jerome. Ketegangan yang saling meregang di antara mereka tak bisa lagi terselamatkan. Kemudian pandangan Liora beralih ke arah Jenna yang duduk di ranjang pasien. Dengan wajah sepucat mayat. Melemparkan pandang penuh kekuatan untuk sang adik.Seluruh tubuh Jenna membeku, tak bisa lagi mencerna rentetan kalimat Liora yang menamparnya keras-keras. Bahkan otaknya masih bersikeras memahami apa yang ditangkap oleh telinganya. Dan di saat yang bersamaan, ia berharap bisa menyangkal semuanya. Tapi semua terlalu nyata untuk disangkal sekaligus terlalu menyakitkan untuk diterima.Pandangan Liora kembali ke arah Jerome. “C
“Apa-apaan lagi ini, Jenna?!” geram Jerome. Membanting sendok dalam genggamannya ke piring. Dan sungguh, satu-satunya hal yang Jerome pikirkan saat ini adalah membungkam mulut Jenna. Setelah semua yang ia lakukan untuk wanita itu. Mulai bertemu Liora dan menghindari Jenna karena tak ingin melihat wajahnya. Demi ketenangan emosi dan batin Jenna. Demi memberi waktu bagi Jenna untuk diri wanita itu sendiri. “Ceraikan aku.” Jenna mengulang sambil menguatkan hati. Ya, hanya ini satu-satunya jalan untuk menghentikan pertikaian yang tanpa ujung ini. Jerome menatap langsung wajah Jenna. Mencermati keseriusan bercampur patah hati yang terlihat jelas di permukaan wajah istrinya. Lalu, tiba-tiba pria itu tertawa. Dalam tawa penuh kehambaran. “Setelah aku menceraikanmu, lalu apa?” Kerutan tersamar di kening Jenna. “Lalu kau ingin apalagi? Anak kita?” Jenna merasa kesal dengan nada suara Jerome yang terdengar mengejek. “Keinginanmu yang man
Jerome menepati janjinya. Jerome mengatur pertemuaan Jenna dan Liora keesokan harinya. Yang kebetulan akhir minggu dan Jerome tidak pergi ke kantor.“Kau terlihat bersemangat,” kata Jerome melihat Jenna yang tak henti-hentinya tersenyum duduk di depan meja rias. Menyisir rambut dan memoles make up tipis ke wajah.Senyum Jenna seketika membeku. Lalu meletakkan sisir dan membalas tatapan Jerome melewati cermin. Pria itu terlihat begitu tampan dengan mengenakan kaos polo dan celana pendek. Duduk bersilang kaki di sofa dengan majalah di tangan. “Apa kau tidak senang jika aku tersenyum?”Jerome tampak mengerutkan kening tak suka dengan pertanyaan Jenna. Kemudian pria itu meletakkan majalah di meja sembari beranjak dari duduknya dan mendatangi Jenna. “Jangan salah paham, Jenna.”“Lalu?”Jerome berhenti di belakang Jenna. Meletakkan kedua tangannya di pundak istrinya dan pandangan mereka bertemu di cermin. L
“Bagaimana pun, yang ada di dalam perutku saat itu adalah darah dagingnya. Cukup untuk membuka nuraninya sebelum kesempatan itu berlalu,” tambah Carissa.“Cukup, Carissa,” decih Jerome. Menatap lurus kedua bola mata Carissa. “Semua yang kau katakan hanyalah omong kosong.”Carissa tertegun selama beberapa detik. Pandangannya melekat ke kedalaman mata Jerome. Menangkap segurat emosi yang membuatnya terkejut, yang dengan segera ia pendam rapat-rapat. Jerome tak mungkin mengetahuinya.Jerome menyeringai tipis. “Kau tak akan mendapatkan apa yang kauinginkan. Di sini dan sekarang. Bahkan sampai kapan pun.”“Kau terlihat begitu penuh keyakinan,” gumam Carissa setengah mencibir.“Dan kau pasti sangat tahu alasan keyakinan ini.”Cibiran di kedua sudut bibir Carissa lenyap. Lagi-lagi pandangan tajam dan makna yang tersirat dalam kalimat Jerome membuat Carissa tertegun. Memaksa sen
Daniel yang menyadari keberadaan Jerome, Jenna, dan Liora. Mendorong mundur kedua pengawal Jerome, tetapi kekuatannya dengan mudah dikalahkan oleh kedua pria berseragam serba hitam tersebut.Isyarat Jerome kepada kedua pengawalnyalah yang membuat Daniel berhasil menghampiri ketiganya di depan teras rumah dan berhenti tepat di hadapan Liora dengan wajah lebih merah padam dari sebelumnya dan amarah bercampur kecemburuan yang semakin berapi-api di kedua bola matanya. Sialan, ia hanya lengah sejenak dan Liora menyelinap di belakangnya.“Apa yang kau lakukan di sini, Daniel?” Liora melangkah maju.“Kita pulang. Sekarang.” Daniel langsung menyambar lengan Liora dengan kasar. Yang sontak membuat Jenna membeliak tak terima bercampur ngeri, terutama mengingat perut Liora yang sudah membuncit.“Aku tidak mau!” tolak Liora. Memutar lengannya berusaha melepas cekalan Daniel.“Lepaskan dia, Daniel.”
“Kau yakin dengan informasi ini?” ulang Jerome. Masih membolak-balik berkas-berkas di tangannya. Mencermati setiap lembaran foto tersebut satu persatu dengan lebih saksama.“Kecelakaan tersebut memang ditujukan oleh kedua orang tua Anda pada nona Carissa. Tetapi, sepertinya nona Carissa mengetahui niat buruk tersebut lebih dulu dan memanipulasi mobil yang mereka tumpangi bersama. Nona Carissa berhasil selamat karena duduk di jok belakang, sedangkan …”Jerome mengangguk mengerti sebelum Mac menjelaskan. Orang tuanya mendapatkan kecelakaan yang fatal karena fitur keselamatan mobil yang sudah dimanipulasi. Permusuhan di antara keluarganya dan keluarga Carissa memang sudah mendarah daging. Pun dengan kedua orang tua Carissa yang sudah meninggal. Jerome sendiri tak pernah ingin tahu, tetapi desas-desus yang menyebar di kalangan sosial mereka menggosipkan bahwa permusuhan tersebut karena hubungan cinta yang rumit di antara keempatnya. Yang kemu
Sepanjang makan malam, Jenna sama sekali tak membuka mulutnya kecuali hanya untuk memasukkan setiap suapan nasi. Tanpa melirik sedikit pun ke arah Jerome yang duduk di kepala meja dan hanya berjarak satu meter dengannya. Jerome sendiri tak berusaha memecah keheningan tersebut. Ia menunggu, menunggu mual dan muntah Jenna kembali bereaksi saat suasana hati wanita itun menjadi buruk karena dirinya. Tetapi, nyatanya wanita itu begitu lahap menelan setiap suapan ke mulut. Bahkan menghabiskan piring kedua lebih cepat di saat piring pertamanya pun belum habis. Setelah suapan terakhir, Jenna menelan susunya hingga habis. Tak memberi kesempatan bagi Jerome untuk mengeluh. Dengan sudut matanya, Jerome melirik ke arah Jenna yang bangkit berdiri dan melangkah keluar dari ruang makan. Dengan mulut masih membisu. Jerome pun ikut bangkit, mengekor di belakang wanita itu tanpa suara. “Mau ke mana kau?” Jerome tak bisa menahan pertayaannya ketika melihat Jenna yang berbelok ke ar