Eps 5A
Di sebuah kantor perusahaan Wijaya Textil, sang CEO yaitu Raditya Hangga sedang berkutat dengan laptopnya di meja kerja.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang namun sang empunya kantor belum juga mengakhiri kegiatannya.
Sampai suara ketukan pintu menggema di telinga dan masuklah seorang perempuan cantik yang tak lain adalah sekretaris Hangga bernama Kartika.
"Ini berkas yang harus ditandatangani, Pak. Untuk meeting besok siang sudah saya booking tempatnya di restoran Nusantara," ucap Tika dengan penuh santun berharap bosnya terpesona padanya.
"Baik, bawa sini!"
Hangga menerima berkas yang diserahkan Tika. Sekretarisnya menunggu sambil duduk di depannya.
Dia sekretaris yang sudah bekerja lima tahunan dengan Hangga. Setelah sebelumnya sekretarisnya berkeluarga dan memilih resign.
Sekretaris Hangga kali ini masih single, orangnya cantik dan menarik bahkan kentara ada rasa sama pimpinan perusahaan Wijaya namun sang CEO tidak pernah membalas perasaannya.
Hangga orang yang tidak mudah jatuh cinta. Sejak istrinya meninggal, dia memilih membesarkan putra semata wayangnya dan sibuk mengurus perusahaan.
Sikapnya yang dulu hangat terhadap perempuan, kini berubah menjadi dingin dan lebih cuek.
Selain sekretaris, ada satu lagi kolega Hangga yang juga teman dari Almira adiknya Hangga yakni Dena, tidak pernah menyerah mendekati nya.
Dia selalu berusaha menarik perhatian Hangga meski tak sedikitpun lai-laki itu move on dari istrinya yang sudah meninggal.
Drrtt,drrt,
"Ini Tika, tolong siapkan bahan presentasi buat meeting besok ya!"
"Baik, Pak."
Tika berlalu keluar ruangan, sementara Hangga berdiri dan mengangkat ponselnya yang sedari tadi berbunyi.
"Halo, ada apa?"
"Bisa makan siang bareng nggak? Aku tunggu di restoran Jepang 10 menit lagi."
"Ya,"
Hangga jarang menolak ajakan Dena, namun juga tak pernah memberi harapan palsu pada perempuan itu. Dia hanya menjaga hubungan baik karena Dena sahabat adiknya.
Hangga berusaha menghindari fitnah dengan meminta Dena mengajak Almira saat memintanya makan bersama.
"Saya keluar dulu Tik, kamu nggak makan siang?" tanya Hangga yang dijawab dengan senyuman oleh sekretarisnya.
"Sudah tadi, Pak."
Tika yakin bosnya pasti makan siang bersama perempuan cantik koleganya. Dia hafal betul perempuan bernama Dena sering mengunjunginya di kantor namun lambat laun si bos menyuruhnya menunggu di restoran tentunya bersama adiknya karena bosnya jarang mau diajak makan berdua.
----
Di Restoran Jepang sudah ada dua perempuan cantik satu berjilbab dan satunya dengan gaun modis selutut dengan rambut panjang diurai.
Hangga melangkah menuju tempat duduk mereka dan melambaikan tangan dari kejauhan.
"Ayo Ngga duduk dulu, kamu mau pesan apa?" ucap Dena dengan penuh kelembutan tak kurang dari biasanya menunjukkan perhatiannya pada CEO Wijaya textil yang berstatus duda anak satu.
"Seperti biasa aja, samain dengan Almira," jawab Hangga singkat. Dia memang minim ekspresi membuat Dena harus lebih cerdas meluluhkan hatinya.
Almira hanya mengulum senyum setiap kali Dena mengajak makan pasti kakaknya tak banyak berekspresi.
"Kabarnya Arka gimana, Mas? Masih suka ganti-ganti guru les?" ungkap Almira yang hafal tingkah ponakannya.
"Ya gitu deh, aku harap kali ini dia cocok dengan guru yang baru."
"Oh, pasti gurunya yang ini serem dan lebih tua ya," seru Almira.
"Tidak juga, masih sama anak muda tapi jago karate. Biar saja Arka dihajar kalau nggak mau nurut," terang Hangga membuat dua perempuan di depannya terbahak.
Beberapa menit kemudian pelayan datang membawa pesanan, mereka makan dengan diselingi obrolan ringan dan candaan.
Tak terasa satu setengah jam mereka makan siang bareng, Hangga pamit langsung pulang karena ingin melihat situasi pertama di rumahnya. Ini hari pertama Swari mengajar putranya. Dia tidak mau Arka bertingkah aneh hingga membuat guru lesnya tidak betah.
----
Suara deru mobil memasuki halaman rumah besar setelah satpam membuka pintu gerbang.
Arka heran melihat ayahnya pulang lebih awal kali ini.
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal