mata yang berkaca-kaca.Matahari pagi mulai menampakkan sedikit cahayanya. Kabut yang awalnya tebal, secara perlahan mulai menipis terkena sinar terangnya. Terdengar begitu jelas celotehan bayi kecil yang berusia tiga bulan. Junior Angkasa, putra dari satria angkasa dan rachel anastasya yang tumbuh menggemaskan.
Kedua mata yang bulat, kedua pipi yang chubby, hidung mancung melekat di diri junior. Sesaat, kedua mata kecilnya menyipit ketika sang surya mengenai wajah tampannya. Jari jemari tangannya yang masih kecil, mencoba meraih wajah ayahnya yang masih tertidur pulas.
Satria terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ia menyeringai saat jagoan kecilnya tersenyum manis ke arahnya.
"Jagoan papa sudah bangun?" tanya Satria memegang jari kecil junior dan mencium pipi tembem putranya.
Suara khas junior begitu menggemaskan. Sampai-sampai satria tak berhenti tersenyum memandangi wajah tampan junior yang sebelas dua belas dengan dirinya.
Ceklek
Rachel tersenyum tipis saat melihat dua orang yang ia cintai terbangun secara bersamaan. Perlahan, ia mulai melangkah menghampiri mereka.
"Anak mama sudah bangun? Junior bangunin papa, ya?" tanya Rachel dengan senyum manisnya."
Satria menyeringai. Ia tak menyangka jika istrinya yang terkenal manja, terlihat begitu tlaten dalam mengurus putranya. Wajah cantiknya terlihat begitu lelah dan letih.
Dengan lembut, Jari jemari tangan Satria mulai membelai rambut indah milik istrinya.
Rachel melirik Satria. Ia tersenyum tipis melihat sang suami yang sangat hobi memainkan rambutnya.
"Kamu ini, suka banget mainin rambut aku. Mau apa?" tanya Rachel yang sangat mengerti akan keinginan suaminya.
Satria tersenyum dan memeluk istrinya dari belakang.
"Makasih, ya!
"Makasih? Makasih apa?" tanya Rachel melirik suaminya.
"Buat semuanya," kata Satria.
"Apa?" tanya Rachel mengernyit seraya mengembangkan senyumnya.
"Semuanya."
"Ya, apa? Contohnya apa gitu?"
Satria menghela nafas. Perlahan, ia melepas pelukannya dan memilih untuk merebahkan tubuhnya kembali.
"Kok diam? Apa?" tanya Rachel penasaran.
"Lupakanlah!" jawab Satria seraya memeluk sang buah hati.
Rachel terkekeh.
"Sayang, nanti malam kita makan di luar, yuk!" ajak Rachel dengan senyum manisnya.
"Kenapa harus di luar?" tanyanya yang pura-pura tak tau keinginan istrinya.
"Sayang, nanti ma ...," kata Rachel terhenti saat ada getaran ponsel yang menyita perhatian suaminya.
Drt ... Drt ...
"Sebentar, ya!"
Satria meraih ponselnya. Ia mengerling saat dinda mengganggunya di saat waktu yang tak tepat.
"Ada apa?" tanya Satria datar.
Rachel mengernyit. Ia penasaran dengan orang yang menghubungi suaminya.
"Junior, junior mandi dulu, ya?" Dengan penuh kasih sayang, Rachel menggendong putranya yang begitu menggemaskan.
Sejenak, Satria berpikir. Apa yang seharusnya ia pilih saat ini. Meeting di luar kota atau merayakan ulang tahun sang istri.
"Kenapa aku harus berpikir? Aku 'kan bisa pulang tepat di hari ulang tahunnya?" tanyanya tersenyum seorang diri.
Satria beranjak dari duduknya dan bergegas menuju ruang kerjanya. Ia mulai menyiapkan beberapa berkas untuk meeting ke Surabaya.
"Selamat pagi, Sat!" sapa Doni menghampiri Satria yang masih sibuk menata berkas-berkasnya.
"Pagi. Tolong, siapkan mobil! Hari ini, kita akan pergi ke Surabaya!"
"Tapi, bukankah nanti malam ...."
"Hari ini aku tak mau pendapat dari kamu. Lakukan apa yang menjadi tugas kamu!" perintah Satria.
"Iya," jawab Doni yang agak keberatan dengan kepergian satria ke Surabaya.
****
Kedua mata Rachel mengerling. Perlahan, ia mulai melangkah berjalan menghampiri Satria yang sibuk mengancingkan kemejanya.
"Sayang, ke kantor lagi?" tanya Rachel yang terlihat begitu keberatan. Raut wajah cantiknya yang selalu ceria, perlahan mulai murung.
"Ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan. Nggak apa 'kan?" tanya Satria membelai rambut indah Rachel.
"Jika aku melarangmu pergi, apa kamu akan menurutinya?"
Satria menghela nafas panjang. Apa yang ia khawatirkan kini terjadi pada istrinya.
"Maafkan aku! Tapi ini sangat darurat."
"Darurat? Apa harus hari ini? Apa tidak bisa di undur besok atau lusa gitu?" tanya Rachel berharap agar suaminya bisa menundanya.
"Tidak bisa, Sayang!" kata Satria menyisir rambutnya.
Rachel mendesah dan tak tau harus bagaimana menyikapi suaminya yang begitu gila dalam bekerja.
"Sayang, sejak junior lahir, kamu begitu sibuk tau nggak dengan pekerjaan kamu. Tak ada waktu untuk aku dan junior," gumam Rachel memprotes. Rasa kecewa, amarah kini serasa bercampur aduk di dirinya.
Satria menghela nafas dan mencoba untuk memberi pengertian untuk istrinya.
Perlahan, ia menghampiri istrinya dan duduk berjongkok di hadapannya. Jari jemari tangannya menggenggam erat kedua tangan Rachel yang begitu mulus tanpa bercak sedikitpun.
"Inilah yang aku takutkan jika harus mengurus tiga perusahaan sekaligus. Waktuku pasti tersita untuk kalian!" tutur Satria yang membuat amarah sedikit mereda.
Karena permintaan Rachel, Satria terpaksa harus mengelola perusahaan milik sang oma.
"Andai waktu berputar kembali, aku tak akan mau menuruti keinginan kamu untuk memimpin perusahaan oma."
Rachel masih terdiam dan masih mencueki Satria.
Sesaat, rasa bersalah mulai menghampirinya. Secara tidak langsung, ia telah membuat suaminya tak mempunyai waktu untuknya dan junior.
"Kamu tau, setiap malam dan di pagi ini adalah waktu yang sangat berharga buatku. Bersama kamu dan junior!" ucap Satria yang begitu lembut.
Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia benar-benar tak menyangka jika suaminya begitu peduli padanya dan junior.
"Ya Tuhan, kenapa aku bersikap seperti ini? Seharusnya aku mensupport dia, bukan egois seperti ini. Rachel- Rachel, bisa-bisanya kamu bersifat kekanak-kanakan seperti ini. Apa kamu lupa saat ini kamu sudah menjadi seorang ibu," gumam batinnya melirik Satria yang begitu berharap maaf darinya.
Sesaat, Saka menghela nafas seraya mengangkat telepon dari Dinda.
"Bawa semua file yang ada di meja kerjaku. Kita bertemu di bandara," ucap Satria yang membuat Rachel terkejut.
"Bandara? Kenapa bandara? Memangnya dia mau pergi ke mana?" tanya batin Rachel yang begitu penasaran.
Satria menutup ponselnya. Dahinya mengerut saat melihat istrinya ingin melampiaskan semua amarah kepadanya.
"Kenapa kamu bilang bandara? Memangnya kamu mau kemana?" tanya Rachel cemberut.
"Aku ada meeting di Surabaya, Sayang. Aku pergi, ya? Jika ada apa-apa, kamu bisa minta tolong sama Bayu." Satria memegang kedua pipi istrinya. Rachel terdiam, kedua mata indahnya mulai berkaca-kaca. "Ingat! Jangan pergi seorang diri, ok?" ucap Satria mencium kening dan melumat bibir mungil Rachel dengan mesra.
"Sudah, jangan nangis! Aku harap kamu bisa mengerti!" ucap Satria dengan lembut dan menghampiri junior yang terlelap tidur.
Rachel mendesah seraya mengusap air matanya yang terjatuh. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar tak rela jika suaminya pergi meninggalkan dirinya.
"Berapa hari di Surabaya?" tanya Rachel datar. Satria tersenyum tipis, ia sangat tau dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh istrinya saat ini.
"Yach, mungkin 3 hari," jawab Satria mengejutkan Rachel.
"Tiga hari?" tanyanya terbelalak kaget.
"Iya!" ucap Satria membelai rambut indah Rachel.
Rachel mengernyit. Kedua matanya berputar mencari koper Satria yang tak ada di sampingnya.
"Kenapa nggak bawa baju ganti?" tanya Rachel.
"Doni sudah membawanya, Sayang!" ucap Satria memeluk tubuh ideal istrinya.
"Aku berangkat, ya!" ucap Satria pergi meninggalkan Rachel.
"Hati-hati!" lirih Rachel mencoba untuk tersenyum.
Satria tersenyum dan mulai menutup pintu kamarnya.
Rachel menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika ulang tahunnya kali ini benar-benar di lupakan oleh suaminya.
"Dia lupa apa, kalo nanti malam aku ulang tahun," gerutunya kesal.
****
Di Surabaya, Satria dan Dinda berhasil mengatasi masalah dengan klien.
"Sat, ini 'kan masih sore dan tiket balik ke Jakarta masih dua jam lagi. Bagaimana kalo kita pergi ...," kata Dinda mensejajarkan jalannya dengan langkah Satria yang begitu cepat.
"Jika kamu ingin jalan-jalan, pergi saja! Aku tak mau membuang waktuku untuk menuruti keinginanmu itu," tutur Satria yang mengerti apa yang diinginkan oleh sahabatnya itu.
Dinda hanya menghela nafas panjang, kedua mata indahnya memicing menatap sahabatnya yang mulai memasuki restoran.
"Ya Tuhan, bagaimana bisa aku mempunyai sahabat seperti dia?" gerutu Dinda mulai mengikuti Satria yang lebih dulu memesan makanan.
Tepat di depan pintu masuk
Brak
Pandangan Satria tertuju pada wanita yang menabrak Dinda. Sudut matanya mengerut saat wanita itu seolah-olah mengenali Dinda.
"Dinda?" tanya Laura yang membuat Dinda tak mampu berucap. Ia terlihat syok saat melihat orang yang sudah mati kini hidup lagi dan berbicara langsung padanya.
Satria mengernyit. Ia mulai penasaran dengan wanita yang membuat sahabatnya terlihat begitu syok melihatnya.
"Siapa wanita itu?" gegas Satria menghampiri.
Satria memicing seraya memperhatikan tubuh dan cara bicaranya yang sungguh tak asing baginya.
"Dinda, kenapa kamu diam? Kamu lupa sama aku?" tanya Laura terkejut saat dinda berlari meninggalkannya.
Sesaat, Satria terkejut melihat wanita itu adalah Laura, sahabat kecilnya yang dikabarkan meninggal 7 tahun yang lalu.
"Laura?" tanya batin Satria seakan tak percaya.
"Satria?" tanya Laura dengan mata yang berkaca-kaca.
Laura?" tanya batin Satria seakan tak percaya."Satria?" tanya Laura dengan mata yang berkaca-kaca. Satria mengerling, terkejut saat laura memeluknya begitu erat. Dinda yang melihatnya hanya terdiam dan tak mampu menegak salivanya sendiri."Aku sangat merindukanmu, Sat!" kata laura terkejut saat satria melepas pelukannya.Laura heran, kenapa satria tiba-tiba melepas pelukannya. Dalam hati kecilnya seakan bertanya-tanya, 'apa dia tidak merindukanku lagi?'Tatapan Satria benar- benar membuatnya rindu."Kamu laura?" tanya Satria memastikan.Laura tersenyum, ia senang saat orang yang pernah ada di hatinya kini mulai mengingatnya kembali."Sat, dia memang mirip banget sama laura. Tapi, mana mungkin dia laura? Laura 'kan sudah meninggal?" bisik Dinda seraya melirik laura yang menyunggingkan senyumnya."Kalian tak percaya jika ini aku?" tanya Laura menunjukkan bekas goresan luka yang dulu pernah menyelamatkan Satria.
Seketika, hati laura seakan hancur berkeping-keping. Memori indah yang mulai muncul dan angan-angan untuk bersama Satria kini hanya kiasan saja.Dinda mulai menyipitkan matanya, ia penasaran saat melihat cincin manis melingkar di tangan kiri Laura."Laura, apa kamu sudah bertunangan?" tanya Dinda membuyarkan lamunannya.Perlahan, ia menurunkan tangannya. Ia tersenyum tipis menatap sahabatnya yang terlihat penasaran dengan kehidupannya selama ini."Tidak, aku hanya ingin memakai aksesoris saja di tanganku," ucapnya seraya menyunggingkan senyumnya."Benarkah?" tanya Dinda memastikan."Ya," jawabnya pasti.Entah kenapa, Dinda merasa ada yang di sembunyikan di balik senyum manis Laura.Satria menghampiri mereka yang terlihat asyik bercengkerama. Terlihat begitu jelas, raut wajah mereka penuh dengan kerinduan yang mendalam."Kenapa kalian?" tanya Satria mengejutkan mereka."Kepo banget jadi orang! By the wa
Sesaat, kedua matanya mengerling saat rumahnya sangat sepi, tak ada orang sama sekali. Berkali-kali, Satria mengecek dengan teliti. Tapi hasilnya juga sama. Sepi dan tak ada orang di rumah. "Kemana mereka?" tanyanya berpikir. "Ada apa?" tanya Doni yang melihat Satria sedang ada masalah. Tak ada jawaban ataupun menoleh ke arahnya. Biasanya, jika Satria seperti itu, ia sedang berpikir untuk mengatasi masalah tersebut. "Stroller junior," gumam Satria mengecek cctv yang ada di stroller putranya. Doni mengernyit dan melirik Satria yang sangat fokus dengan ponsel yang ada di tangannya. Satria mendesah sebal. Ia tak habis pikir jika stroller milik junior tak ada signal. "Ada apa, Sat? Apa ada masalah besar?" tanya Doni seraya mengemudi mobilnya. "Apa hari ini, ada laporan dari mereka?" "Tidak, hari ini tak ada laporan dari mereka? Memangnya kenapa?" tanyanya penasaran. "Di rumah sepi dan tak ada orang s
"Apa kamu suka?" tanya Satria memegang kedua pipi istrinya yang chubby."Heem," kata Rachel terkejut saat suaminya melumat bibirnya dengan lembut.Satria menyeringai. Jari jemari tangannya tak berhenti membelai rambut indah Rachel yang terurai panjang."Bukankah kamu bilang ke Surabaya tiga hari? Kenapa hari ini pulang? Apa semua baik-baik saja?" tanya Rachel seraya melingkarkan tangannya di pinggang Satria."Semua baik-baik saja."" Apa kamu tidak bisa mengatasi masalah dengan klien?""Tidak, semua baik-baik saja!""Trus apa?" tanya Rachel penasaran."Aku tak mau kamu kecewa!"Rachel menyunggingkan senyumnya. Ia seakan masih tak percaya dengan surprise yang di berikan Satria kepadanya. Sangat Romantis dan sangat berbeda dengan acara ulang tahun sebelumnya."Makasih, ya. Kamu pulang di hari ulang tahun aku. Dan aku juga tak menyangka kalo suamiku menyiapkan semua ini untukku," tutur Rachel yang membuat senyum Satria sedikit m
Rachel terbelalak kaget. Ia mulai panik saat junior tidak ada di tempat tidurnya."Junior ke mana?" tanya Rachel bingung mencari buah hatinya.Sesaat, langkah kakinya terhenti ketika melihat junior tertidur pulas di pelukan suaminya.Rasa bingung, panik seketika hilang dengan sendirinya."Ternyata kamu tidur sama papa, Nak!" gumam Rachel menyeringai.'Ya Tuhan, terimakasih atas kebahagiaan yang Engkau berikan untuk keluarga kecilku ini. Terimakasih juga Engkau telah memberikan suami seperti dia.'Rachel mengikat rambutnya yang terurai panjang.Secara perlahan, ia mulai mendekati dua orang yang kini mengisi hati kecilnya."Kalian mirip banget," lirih Rachel tersenyum seraya mendekap tubuh suaminya.Satria yang merasa ada sentuhan di tubuhnya, secara perlahan mulai terbangun dari tidur.Ia membuka kedua matanya yang masih menahan rasa kantuk yang mendalam.Rachel tersenyum dan tak berhenti m
Rachel terperangah saat mendengar nama suaminya terlontar dari mulut Laura."Sahabat kecil Satria?" tanya batin Rachel seraya menatap wajah cantik Laura yang berdiri di sampingnya.Wajah cantiknya seketika cemberut saat suaminya memiliki sahabat yang begitu cantik dan anggun. Oma hanya mendesah dan tak menggubris akan perkataan laura kepadanya.Senyum laura memudar. Ia menoleh ke arah Rachel yang sedari tadi tersenyum tipis ke arahnya."Kamu, pasti istrinya Satria?" tebak Laura menunjuk ke arah Rachel.Rachel tersenyum."I ...," kata Rachel terhenti."Rachel, kita pulang saja! Oma capek!" perintah oma pergi seraya mendorong scottler milik junior.Rachel mengernyit. Ia tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya antara oma dan Laura."Iya, Oma!" jawab Rachel mengambil tas kecilnya.Laura menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir dengan sifat jutek oma kepadanya.Ia menoleh ke arah Rachel yang masih berdi
"Di sana pemandangannya sangat indah, udaranya juga sejuk. Bawa istri dan anak kamu juga! Aku yakin, dia pasti mau. Apalagi, dia sangat hobi bermain golf 'kan?"Perkataan dan pertanyaan sakti membuatnya terkejut. "Bagaimana bisa dia tau kalo Rachel sangat suka bermain golf?" tanya batin Satria mengerutkan keningnya.Sakti menyeringai. Ia sangat tau dengan apa yang di pikirkan oleh Satria saat ini."Semua orang tau apa hobi istri kamu, Satria. Sebelum menikah dengan kamu, banyak kegiatannya bermain golf di beranda medsosnya," tutur Sakti menjelaskan.Satria menghela nafas panjang. Ia benar-benar tak pernah tau tentang isi medsos milik istrinya."Ya sudah, aku pulang dulu! Kalo ada waktu, kamu bisa hubungi aku!" kata Sakti masuk ke dalam mobilnya.Satria menyeringai melihat Sakti pergi meninggalkannya."Bagaimana bisa aku tak tau tentang medsos istriku sendiri? Hobinya saja aku tau dari orang lain," gerutu Satria menop
Ceklek!Sesaat, senyum Rachel memudar. Ia terbelalak kaget saat Laura tiba-tiba memeluk tubuh suaminya dengan erat."Satria, akhirnya aku menemukan kamu!" kata Laura tanpa memperdulikan perasaan Rachel."Laura, lepaskan!" pinta Satria melepaskan pelukan Laura.Senyum Laura meredup. Kedua matanya menatap ke arah tangan kekar Satria yang begitu erat memegang jari jemari tangan Rachel."Satria, aku ....""Dia istriku. Dan tak seharusnya kamu bersikap seperti itu," ujar Satria bernada tinggi.Rachel menatap wajah tampan suaminya. Ia menyeringai saat Satria sangat menjaga perasaannya."Iya, maafkan aku! Aku tak bermaksud untuk ....""Jangan biasakan lagi! Semuanya sudah berubah, jangan samakan seperti dulu!" ketus Satria tegas.Hati laura seakan teriris mendengar bentakan dari satria. Suatu hal yang tak pernah terjadi sebelumnya dalam persahabatan mereka."Iya. Sekali lagi, maaf, ya! Rachel, maafkan aku, y