Share

Bab 9

Author: Atdriani12
last update Huling Na-update: 2025-07-12 22:56:46
Cahaya pagi menembus tirai kamar Jasmin, tapi ia sudah bangun jauh sebelum sinar itu masuk.

Tertidur? Tidak. Hanya memejamkan mata—tanpa benar-benar beristirahat.

Pikirannya terlalu penuh, dan kata-kata Reyan masih terlalu hidup di dadanya.

“Jangan pernah pikir kau tidak cukup berarti…”

Kalimat itu terus mengendap seperti sesuatu yang manis dan pahit sekaligus.

Dan kali ini, ia tidak ingin tinggal. Ia tidak bisa. Ia butuh keluar dari rumah itu. Dari Reyan. Dari dirinya sendiri.

Setelah mandi dan bersiap dengan cepat, Jasmin turun dan bertemu Marta di dapur.

“Nona Jasmin akan keluar pagi ini?” tanya Marta dengan suara tenang.

“Ya. Hanya butuh… udara,” jawab Jasmin sambil tersenyum tipis.

“Perlu saya siapkan mobil?”

“Tidak usah. Aku butuh jalan kaki.”

Ia menggenggam tas kecilnya dan mengenakan coat panjang berwarna cokelat muda. Langkahnya ringan, tapi napasnya berat. Ia bahkan tidak tahu ke mana akan pergi—hanya tahu bahwa diam di rumah berarti terjebak lagi bersama perasaan
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 16

    Suara kota menyambut mereka begitu pintu apartemen terbuka.Bising, ramai, dan tak peduli.Jasmin mengenakan hoodie besar milik Adele dan celana jeans longgar, wajahnya polos tanpa riasan, seperti mencoba menghapus identitas gadis yang kemarin masih berdiri di taman Von Thalheim bersama Reyan.“Aku bahkan lupa cara jadi orang biasa,” gumamnya sambil menyilangkan tangan di dada.Adele menatapnya sambil menahan tawa. “Selamat datang di kehidupan. Tidak ada piano klasik, tidak ada kristal, dan tidak ada… Reyan.”Nama itu membuat dada Jasmin terhenti sejenak. Tapi ia tidak menunduk. Tidak lagi.“Jangan ucapkan namanya kalau kau tak siap menangkapku saat aku jatuh,” ucapnya setengah bercanda.Adele mengangkat tangannya seolah bersumpah. “Aku akan selalu di bawah kalau kau jatuh.”Jasmin tertawa lirih. “Itu terdengar salah.”“Memang, tapi jujur.”Mereka berjalan menyusuri jalan kecil menuju kedai kop

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 15

    “Apa menurutmu… aku lemah?” bisik Jasmin.Adele, yang baru saja meletakkan sisa teh ke meja kecil di samping ranjang, menoleh pelan.“Tidak. Justru karena kau kuat… makanya kau berani pergi.”Jasmin menarik lututnya ke dada. Matanya masih kosong, tapi tubuhnya terlihat lebih tenang. Seolah setelah menangis cukup lama, hatinya pasrah pada luka itu.“Aku mencintainya,” katanya sekali lagi. “Tapi aku tidak ingin dia mencintaiku sambil membenci hidupnya sendiri.”Adele tak menjawab. Ia tahu, tidak ada kalimat apa pun yang bisa menyembuhkan luka sebesar itu dalam satu malam.Mereka terdiam. Dan di dalam keheningan itu, suara ponsel Jasmin bergetar di meja.Nama Reyan muncul di layar.Jasmin menatapnya lama. Jemarinya bergerak perlahan, nyaris menyentuh tombol terima, tapi…Ia membiarkannya berdering sampai mati.Adele menatapnya. “Kau yakin?”“Kalau aku dengar suaranya sekarang…” suara Jasm

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 14

    Reyan tak menjawab.Ia hanya berdiri di sana, mematung, bahkan saat tangan Jasmin perlahan-lahan melepas sentuhannya.“Aku harus pergi,” bisik Jasmin sekali lagi.Ia menunggu sejenak. Tapi Reyan tetap diam. Entah karena marah, kecewa, atau terlalu hancur untuk berkata apa-apa.Maka Jasmin melangkah mundur. Dua langkah. Tiga.Baru setelah punggungnya menjauh sejauh lima langkah, suara itu terdengar.“Jasmin…”Ia berhenti.“Kalau kau berubah pikiran…” Reyan menelan ludah, menahan suara yang nyaris pecah. “Kau tahu di mana harus menemukan aku.”Jasmin tak menoleh.Karena kalau ia menoleh, ia tahu tak akan sanggup pergi.Di luar villa, langit mulai meredup. Tapi tidak ada matahari tenggelam, tidak ada senja yang indah. Hanya langit kelabu yang terasa hampa. Sama seperti dadanya.Jasmin menuruni tangga villa dengan langkah yang tak lagi bisa dipertahankan. Ia hampir berlari me

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 13

    “Kalau begitu, aku harus pergi,” ucap Adele sambil menepuk lututnya pelan. Jasmin menoleh cepat. “Pergi ke mana?” “Masuk. Aku tidak akan datang sejauh ini hanya untuk duduk di luar.” Jasmin menatapnya penuh tanya. “Adele, kau tahu ini bukan tempatmu.” “Dan sejak kapan itu menghentikanku?” Ia tersenyum tajam. “Aku hanya ingin melihat bagaimana ekspresi wanita-wanita kaya itu kalau tahu siapa sebenarnya yang sedang mereka jaga-jaga.” Sebelum Jasmin bisa menariknya, Adele sudah melangkah lebih dulu menuju pintu masuk villa. Jasmin berdiri, hendak menyusul, tapi langkahnya tertahan oleh suara yang terlalu familiar. “Dia temanmu?” Jasmin membeku. Livia. Wanita itu berdiri hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Gaunnya masih sempurna, sikapnya tetap elegan. Tapi nada suaranya… dingin. “Dia terlihat seperti seseorang yang tidak suka basa-basi,” lanjut Livia, pelan. “Atau… mungkin hanya seseorang yang tidak tahu batas.” Jasmin menegakkan tubuh. “Adele hanya peduli padaku. T

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 12

    Suara tumit menghentak pelan dari kejauhan. Keduanya refleks melepaskan tangan. Elena muncul dari balik lorong taman. Senyumnya manis, tapi matanya tajam. “Lucu sekali melihat kalian di sini,” ucapnya ringan. “Seperti adegan drama klasik… dua orang yang tidak bisa bersama, tapi tak bisa saling meninggalkan.” “Apakah kau mengikuti kami?” tanya Reyan, datar. “Tidak,” jawab Elena sambil mengangkat alis. “Aku hanya sedang berjalan. Tapi mata bisa melihat lebih banyak daripada yang seharusnya.” Ia berhenti tepat di depan mereka. “Jadi… apakah sekarang aku harus diam? Atau kalian ingin aku menyebarkannya saja sekalian ke meja makan?” Jasmin menegang. Tapi Reyan melangkah setengah ke depan, berdiri di antara Elena dan Jasmin. “Kau bisa lakukan apa pun yang kau mau,” katanya datar. “Tapi kali ini, aku tak akan tunduk pada permainanmu.” Elena terkekeh kecil. “Permainan? Aku tidak bermain, Reyan. Aku hanya menonton.” “Dan kalau kau menghancurkan seseorang hanya karena kau tidak mendapa

  • Terjebak Cinta Kakak Tiri   Bab 11

    “Aku harus kembali sebelum Marta bangun.” Suara Jasmin pecah di pelukan Reyan, masih dalam dekapan yang terlalu hangat untuk ditinggalkan. Reyan tak langsung melepasnya. Tangannya justru mengerat, seolah waktu bisa ia genggam. “Kalau kau keluar sekarang… dan seseorang melihatmu…” “Aku tahu.” Jasmin mengangguk pelan. “Tapi lebih buruk kalau kita pura-pura tak pernah ada.” Ia melepaskan diri. Berdiri. Membenarkan bajunya tanpa menatap Reyan lagi. Langkahnya pelan saat membuka pintu kamar Reyan. Tapi tepat saat ia melangkah keluar—mata mereka bertemu dengan seseorang. Livia. Diam. Datar. Tak ada ekspresi di wajahnya. Tapi tatapan itu—tajam. Seolah ia sudah melihat cukup banyak, tapi memilih tidak mengatakan apa-apa. “Selamat pagi,” ucap Livia dengan tenang, cangkir teh masih di tangannya. Jasmin membeku. “Pagi, Mama…” Livia hanya mengangguk, lalu berjalan melewati tanpa menoleh lagi. Tidak ada amarah. Dan itulah yang paling menakutkan. Di meja makan, suasana canggung tidak b

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status