Ana pergi ke dapur, ia ingin menyeduh kopi untuk Zidan agar selepas mandi, pria itu bisa menikmati kopi yang bisa membuat tubuhnya kembali segar.
Ana membawa secangkir kopi yang baru ia seduh menuju kamar mereka, hingga tanpa sengaja Ana menabrak Mikaila, atau lebih tepatnya, Mikaila yang sengaja menabrak lengan Ana, membuat kopi yang berada di cangkir tumpah dan menyiram kulit Ana.
“Aghh!!” Ana memekik dan tanpa sadar melepaskan cangkir yang ia pegang, membuat benda itu jatuh ke lantai serta menciptakan suara yang nyaring menggema di seluruh ruangan.
“Hei! Jalan pakai mata! Memang kamu pikir ini rumahmu, asal jalan nggak lihat-lihat! Bajuku jadi terkena cipratan kopi, 'kan!” umpat Mikaila menatap benci Ana dengan tangan mengibaskan bagian bawah gaunnya yang terkena noda kopi.
Ana terdiam, ia merasakan panas di kulit yang terkena kopi. Zidan dan Alisya yang mendengar suara pecah pun langsung keluar, mereka melihat Ana yang menunduk dengan satu tangan memegangi tangan satunya.
Pembantu Zidan yang sedang menyiapkan makan malam juga terkejut, ia ikut menghampiri untuk membersihkan pecahan cangkir yang berserakah di lantai.
“Ada apa ini?” tanya Zidan langsung mendekat.
“Ya ampun, tangan kak Ana merah,” ucap Alisya panik, ia mengamati tangan kakak iparnya.
Mikaila mendecih, ia memicingkan mata ke arah Ana, gadis itu benar-benar tidak menyukai Ana.
“Salah sendiri jalan tidak pakai mata, dia nyenggol aku. Kalau sekarang tangannya kena tumpahan kopi bukan salah aku, dong!” kilah Mikaila.
Zidan menatap tajam pada adiknya, ia tahu jika Mikaila pasti sengaja karena gadis itu tidak menyukai Ana. Zidan merangkul Ana, kemudian mengajak istrinya itu masuk kamar.
Mikaila menatap sinis dan iri, rasa tidak sukanya semakin menggunung karena sikap Zidan yang begitu perhatian kepada Ana.
Alisya sadar jika Mikaila tidak menyukai Ana sejak pertama kali, gadis itu menghela napas kasar karena tidak menyangka jika Mikaila akan berbuat seperti itu.
“Aku tahu Kakak sengaja, 'kan! Kenapa Kakak sangat tidak suka dengan kak Ana? Dia baik juga nggak berbuat salah, lalu kenapa Kakak membuat masalah untuknya?” tanya Alisya mencecar Mikaila.
Mikaila menatap Alisya, ia lantas maju satu langkah hingga kedua kakak beradik itu berdiri berhadapan.
“Kamu anak kecil tahu apa? Jangan mencampuri urusanku, jangan pula menasehati 'ku! Dasar anak pembawa musibah!” Mikaila berjalan seraya menyenggol lengan Alisya, gadis itu pergi menuju kamarnya.
Alisya terdiam, kata pembawa musibah sungguh membuatnya merasa sakit hati. Jika bisa, ia pun tidak ingin jadi penyebab meninggalnya sang ibu.
_
_
Zidan mendudukkan Ana di tepian tempat tidur, ia mencari salep luka bakar dari kotak obat, lantas duduk di samping Ana dan mulai mengoleskan salep di permukaan kulit Ana yang memerah.
“Mikaila memang begitu, lain kali hindari saja dia. Tidak perlu mengurus atau menggubris setiap perkataan dan tindakannya. Ok!” ujar Zidan menatap Ana yang hanya diam.
Zidan kembali mengoleskan salep itu sampai merata di seluruh permukaan yang memerah.
“Sudah, jangan kena air dulu,” ucap Zidan.
“Terima kasih,” balas Ana dengan ekspresi datar.
Zidan mengulas senyum, ia mengulurkan tangan kemudian menyentuh dan mengusap sisi wajah Ana lembut.
“Apa perlu aku bawa makan malam ke kamar?” tanya Zidan kemudian.
“Tidak usah, kita makan bersama yang lain saja,” jawab Ana.
Zidan hanya mengangguk, ia lantas keluar dari kamar bersama Ana. Mereka makan malam bersama, hanya Mikaila yang tidak ada karena Alisya berkata jika kakaknya itu pergi setelah kejadian tadi.
-
-
Pernikahan Ana dan Zidan sudah genap dua bulan. Ana terus menjalani kehidupannya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga, mencoba sebisa mungkin melakukan yang terbaik meski dirinya merasa berat menjalaninya.
Zidan memang perhatian dan selalu bersikap hangat, tapi Ana merasa terabaikan saat setiap pulang yang ditanyakan pertama kali oleh suaminya adalah sang ayah dan bukannya dirinya.
Sore itu Ana duduk di tepian ranjang setelah mandi, ia menatap benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Ana meraihnya lalu melihat daftar nama yang tertera di memori ponsel.
Ana menatap satu nama, yaitu Arga. Ia terlihat begitu merindukan pemuda itu, sudah dua bulan ini ia tidak ke mana-mana dan tentu saja ia tidak tahu bagaimana kabar Arga karena pemuda itu juga tidak menghubung dirinya, dengan tangan gemetar Ana menekan tombol dial di layar ponsel, ia sangat ingin mendengar suara pemuda itu.
Namun, sepertinya Tuhan menginginkan dirinya untuk melupakan Arga. Nomor Arga tidak dapat dihubungi, hanya mesin penjawab pesan yang terdengar ketika ia mendial nomor itu.
Ana menaruh ponselnya lagi, ia mengguyar kasar rambut depan ke belakang. Ana mendesah frustasi, kehilangan kekasih sekarang suaminya tampak tak acuh. Apa yang sebenarnya Ana inginkan sekarang? Dia pun tidak tahu
“Apa kita benar-benar harus saling melupakan?” tanyanya pada diri sendiri.
Ia kemudian merebahkan tubuhnya, Ana menatap langit-langit kamarnya seraya mendesah kasar lagi. Wanita itu tertawa sendiri, menertawakan nasib yang seakan sedang mempermainkannya, menertawakan kenapa hidupnya serumit ini, harus menikah dengan pemuda yang tidak ia cintai dan tidak mempedulikan dirinya.
Ana nampak membelakangi Zidan saat mereka sudah berbaring di atas ranjang untuk pergi tidur. Perlahan Ia memberanikan diri untuk berbalik dan menanyakan sesuatu yang membuatnya masih sedikit ragu untuk menerima suaminya, yaitu perasaan sesungguhnya dari Zidan ke dirinya.
“Mas, bisakah mas Zidan jujur kenapa mas mau menikahi 'ku meskipun kita belum terlalu mengenal satu sama lain?”
Zidan pun menoleh, Ia menatap istrinya dengan sorot mata teduh. Namun, jawaban yang keluar dari mulutnya membuat Ana sangat kecewa.
“Aku ingin ada yang menjaga ayah dan adik-adik 'ku.”
"Mas Zidan, apa mas menjadikan 'ku pembantu?" Ana bertanya-tanya dalam hati.
_
_
_
Ana terlihat tidak bersemangat setelah mendengar jawaban dari Zidan malam itu. Hatinya begitu sakit karena ia merasa dimanfaatkan dengan berkedok sebuah pernikahan untuk mengikat. Ia yang sejak awal tidak pernah mencintai Zidan kini semakin jauh dari harapan bisa mencintai dan menerima pria itu. Meski mengurus keluarga sudah menjadi kewajibannya, tapi jawaban Zidan yang sama sekali terasa tidak menghargai dirinya sebagai seorang istri membuat Ana semakin menyesali pernikahan itu.
-
Zidan pergi ke kantor seperti biasanya, sekarang pria itu merasa semakin tenang dengan adanya Ana di rumah. Zidan tidak harus menghubungi rumah seperti dulu setelah ada Ana, karena ia percaya jika istrinya itu akan mengurus keadaan rumah dan ayah juga adiknya dengan baik.
Sore itu Zidan hendak pulang dan sedang berjalan menuju parkiran mobil, hingga langkahnya terhenti ketika melihat sesosok gadis yang ia kenali.
“Mas Zidan!” tegur gadis itu.
Itu adalah mantan kekasih Zidan, pemuda itu putus dengan gadis itu sudah sekitar dua tahun yang lalu karena mantan kekasihnya itu menolak bersamanya dengan alasan tidak bisa mengurus keluarga Zidan meski mereka sudah berhubungan hampir tiga tahun lamanya.
“Kenapa kamu ke sini?” tanya Zidan dengan nada sedikit ketus.
“Kangen saja, Mas! Kita sudah lama tidak bertemu,” jawab gadis itu dengan nada centil.
Zidan menghela napas kasar, tapi sedetik kemudian ia menjelaskan statusnya sekarang. “Aku sudah menikah, jadi jangan bicara kangen padaku, nggak pantas!”
Zidan langsung masuk ke mobil kemudian meninggalkan gadis itu yang masih berdiri termangu menatap mobilnya yang sudah melaju meninggalkan pelataran parkir perusahaan.
Zidan dan Arga memakai pakaian khusus untuk bisa melihat Ana, mereka masuk bersama setelah terjadi perdebatan sengit, tidak ada yang mengalah untuk bergantian melihat kondisi Ana. Hingga akhirnya perawat mengizinkan keduanya masuk bersamaan. Kini keduanya sudah berdiri di samping kanan dan kiri, menatap wajah Ana yang penuh luka, alat bantu napas terpasang di hidung, jarum infus dan alat penunjang kehidupan lainnya terpasang di seluruh badan. Kedua pria itu sama-sama menggenggam tangan Ana, bahkan mengecup punggung tangan bersamaan, seakan melupakan perdebatan mereka saat di luar. "An, jika kamu bangun. Aku berjanji untuk membahagiakan dirimu, akan aku ikuti semua keinginanmu. Bahkan jika kamu meminta aku mundur dari dunia musik, maka akan aku lakukan," ucap Arga yang terdengar begitu pilu. "An, meski aku tidak berhak, tapi kamu tahu aku sangat mencintaimu. Aku akan merawatmu meski suamimu melarang," ucap Zidan yan
"Kenapa? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kamu menjadi orang yang membocorkan hubungan gelap kita? Kenapa kamu tega, Ga? Kenapa?" Ana melihat file berisi foto yang sama dengan foto yang dikirim ke Zidan, foto yang membuat hubungan mereka terbongkar. Bahkan Ana melihat foto bukti transfer kepada seseorang, menduga kalau Arga sengaja membayar untuk mengambil foto mereka secara diam-diam kemudian mengirimkan kepada Zidan. Zidan berjalan cepat menyusuri koridor, menuju ruang operasi sesaat setelah mendapat kabar Ana mengalami kecelakaan. Begitu melihat Arga yang tertunduk dengan tangan yang berlumuran darah, membuat Zidan murka. Mantan suami Ana langsung menarik kerah Arga, melayangkan bogem mentah hingga membuat Arga limbung dan terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Kenapa dia meminta maaf padaku berulang kali? Apa yang kamu lakukan, brengsek?!" Zidan kembali melayang
Arga langsung menggendong Ana begitu sampai di rumah. Seakan enggan melepas sang istri, rasa takut dan tertekan kini benar-benar dirasakan Arga. Lanie, Samuel, dan Dio tidak berani mengganggu, mereka hanya menatap Arga yang langsung berjalan masuk ke rumah."Biarkan mereka berdua," ucap Lanie yang langsung mendapat anggukan dari Samuel dan Dio.Lanie menambah pengawal pribadi di area rumah Arga, jangan sampai mereka kecolongan lagi. Lanie juga sudah meminta beberapa hacker untuk menghapus postingan yang sudah terlanjur beredar di sosmed. - -Arga berjalan dengan menatap sendu sang istri, ingin rasanya menangis tapi takut Ana akan menjadi semakin sedih. Menurunkan Ana di atas tempat tidur, menyelimuti dan kemudian ikut berbaring di ranjang."Maaf sudah membuatmu cemas," ucap Ana yang tahu kalau Arga mencemaskan dirinya.Arga menggeleng menahan tangis, d
Arga dan yang lainnya sudah sampai di lokasi yang diberikan Alisya, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, membuat Arga semakin frustasi."Nomor Ana masih tidak bisa dihubungi!" Lanie tampak panik. Ia baru saja memaki pengawal yang disuruh mengawasi Ana, orang bayarannya itu ternyata tidak tahu kalau Ana pergi keluar.Arga mengguyar kasar rambut karena frustasi, pikirannya tidak tenang membayangkan apa yang terjadi dengan sang istri."Kita cari ke rumah Alisya," kata Dio yang membuat Arga, Lanie, dan Samuel menatap padanya."Rumah Alisya, rumah mantan suami Ana!" Arga memastikan.Dio mengangguk, bisa saja Ana di sana mengingat kalau Alisya yang pertama kali memberi kabar soal postingan hingga keberadaan Ana. Arga terlihat berpikir, hingga kemudian mengiyakan usul Dio. Mereka kembali masuk mobil, hendak pergi menuju rumah Zidan.Arga terlihat berpikir, mesk
Ana ditarik paksa, bahkan gadis yang berjalan di belakang terlihat sesekali menarik rambut Ana dengan kasar, membuat istri Arga itu meringis menahan sakit. Mereka membawa Ana ke sebuah gang kecil yang terdapat di dekat minimarket, sepi orang berlalu lalang hingga membuat para gadis itu bebas menggila. Menyebut diri mereka Arga Angels, fans fanatik Arga yang tidak akan rela jika kekasih sedunia mereka dimiliki oleh satu wanita.Ana didorong hingga membentur tembok, lengannya terasa sakit dan kulit kepala begitu perih."Mau apa kalian?" tanya Ana menatap satu persatu para gadis yang membawa paksa dirinya. Matanya merah, entah menahan tangis atau amarah."Mau apa? Tentu saja memberimu pelajaran! Siapa yang mengizinkanmu menikahi Arga kami, hah!" bentak salah satu gadis yang sudah diliputi amarah.Gadis lainnya melempar sebutir telur tepat mengenai pelipis Ana, membuat terkejut tak percaya dengan yang te
Sudah dua hari berlalu. Sejak hari di mana ibu pindah, Ana dan Arga masih tinggal di rumah ibu karena di sana lebih leluasa melakukan sesuatu dan juga pengawal yang berjaga akan lebih leluasa mengawasi. "Ah, semuanya habis." Ana mengecek persediaan dapur. Karena dua hari tidak ke mana-mana, membuat dirinya tidak berbelanja sama sekali. Arga pergi ke studio pada pagi buta, tidak ingin kalau ada paparazi yang melihatnya keluar dari rumah itu. Kini Ana kebingungan harus bagaimana, hingga akhirnya memilih untuk keluar berbelanja. Hari masih pagi, berpikir kalau paparazi tidak mungkin akan beraksi, terlebih sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau foto atau video tentang pernikahan mereka tersebar di jagat maya. - - - Zidan tengah sarapan bersama Mikayla dan Alisya. Sejak Zidan menghajar Rian, Mikayla terlihat lebih baik, seakan sudah melupakan tentang tekanan batin yang pernah