Tidak ada yang bisa menghalangi Kenzo melakukan keinginannya, termasuk Brata dan Lidia sekalipun. Malam ini, ia akan menikah dengan Kenzie, pernikahan yang sangat tiba-tiba namun tetap tersusun dengan baik. Bagaimana dengan Kenzie? Mau tidak mau ia harus setuju saat Kenzo memberitahu tanggal pernikahan mereka, yang hanya berjarak satu minggu dari makan malam itu.
“Ken, kau yakin akan menikahi gadis seperti dia?!” tanya Lidia sekali lagi.
“Dia gadis yang baik, Ma, percayalah.”
“Darimana kita tahu dia gadis yang baik, kalau latar belakang keluarganya saja tidak jelas.” Brata menambahkan.
“Di mana letak tidak jelasnya, Pa? Orang tuanya meninggal dalam kebakaran, dia memiliki dua adik yang masih bersekolah.”
“Keluarga lainnya?”
“Tidak ada. Kenzo sudah selidiki latar belakang keluarga Kenzie, dia tidak punya keluarga atau sanak saudara, karena orang tuannya anak tunggal dan seorang perantau. Apa lagi yang Mama dan Papa ingin tahu?” jelas Kenzo.
Memang benar, Kenzo sudah menyuruh orang kepercayaannya untuk menyelidiki latar belakang keluarga Kenzie. Semua terlihat normal, Kenzie seorang yatim piatu, yang berjuang untuk kedua adiknya.
Brata dan Lidia diam. Mereka tak bisa menahan Kenzo meskipun sangat ingin melakukannya.
“Ma, Pa, percaya pada Ken, Kenzie tidak seperti yang kalian pikirkan. Sekarang, turunlah, acara akan dimulai, Ken akan menyusul sebentar lagi,” ucap Ken dengan suara rendahnya. Ia menatap kedua orang tuanya bergantian, seraya mengangguk.
Mereka menurut, dan pergi meninggalkan Ken yang masih bersiap. Ken tersenyum, sebentar lagi ia akan terbebas dari drama perjodohan menjengkelkan itu, dan bisa hidup dengan tenang.
Sebenarnya, Ken sengaja mempercepat pernikahan mereka, karena tidak mau memberi kesempatan pada Lidia ataupun Brata untuk menyabotase Kenzie. Hal itu mungkin terjadi, mengingat mereka memiliki kekuasaan dan banyak tangan.
“Kenzie, dia gadis yang tepat untuk membantuku mencapai tujuanku,” lirih Kenzo seraya menatap dirinya dalam pantulan cermin.
***
“Saya terima nikah dan kawinnya Liliana Kenzie Pratista dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”
“Bagaimana para saksi, sah?”
“Sah.”
Seluruh tamu undangan di ruangan itu kompak mengatakan hal serupa saat Kenzo selesai mengucapkan ijab qobul dalam satu tarikan napas. Kenzie memindai sekeliling, sedari tadi ia tak henti mengucap maaf pada diri sendiri dan almarhum orang tuanya karena bermain-main dengan pernikahan. Air matanya mengalir begitu saja, bukan tangis haru seperti yang orang-orang pikirkan, melainkan tangis penyesalan karena sampai pada titik setidakberdaya ini.
“Kak,” panggil Alea.
Sontak, Kenzie mengusap air matanya. “Hmm?”
“Cium tangan Bang Ken.” Alea memberi tahu.
Kenzie menoleh dan mendapati Ken menyodorkan tangannya. Ia ragu, namun akhirnya mencium punggung tangan itu, dan membiarkan Ken mengecup keningnya.
“Tidak perlu sampai terharu begitu, pernikahan ini hanya sementara,” bisik Kenzo.
Kenzie tak menggubris, ia melihat kedua adiknya yang tampak bahagia, mencicipi berbagai hidangan yang tersaji di sana.
Meskipun pesta pernikahan itu digelar secara sederhana dan hanya melibatkan keluarga dekat, namun tetap saja Kenzie merasa malu dan ingin pesta ini segera berakhir. Ia tak mengenal siapapun selain Anggita dan kedua adiknya, semua terasa asing.
Tiga jam yang sangat melelahkan bagi Kenzie akhirnya terlewati. Ia merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar. Rasa bersalah masih menyelimuti hatinya, saat matanya kembali mengembun, pintu kamar terbuka, menampilkan sosok bertubuh tegap dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
“Ehm.”
“Ada apa, Om? Aku lelah, besok saja berdebatnya,” ucap Kenzie tanpa menatap Kenzo.
“Kemasi barang-barangmu. Kita akan pergi dari rumah ini!” titah Ken.
“Pergi?”
“Ya, aku sudah menyuruh kedua adikmu berkemas. Mereka akan tinggal bersama kita di rumahku.”
“Jadi, kita akan pindah? Malam ini juga? Mengapa tidak besok saja, aku lelah,” keluh Kenzie sembari memejamkan matanya.
Kenzo mendekat dan duduk di tepi ranjang. Ia mengusap kening Kenzie dan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Kau tidak akan nyaman berada di rumah ini,” lirih Kenzo.
Kenzie membuka mata, detik itu juga netranya bertemu dengan mata elang Kenzo yang jernih bak telaga. Lagi-lagi, Kenzie tak bisa berkutik, terlebih saat tangan besar Kenzo membelai pipinya.
“Om?” panggil Kenzie.
“Hmm?”
“Kita terlalu dekat.”
Bukannya menjauh, Kenzo malah semakin mendekatkan wajahnya, hingga Kenzie dapat merasakan hembusan napas lelaki itu, serta aroma parfum yang begitu memabukkan.
“Kemasi barang-barangmu, atau?” Kenzo tersenyum miring, sambil menatap sesuatu yang menyembul dibalik piama tidur Kenzie.
Detik itu juga Kenzie sadar bahwa dirinya terlalu terbawa perasaan, ia mendorong dada bidang Kenzo hingga terbebas dari lelaki itu.
“Dasar om-om mesum! Sampai kapanpun aku tidak akan sudi disentuh olehmu!” bentak Kenzie seraya berlalu kemudian memasukkan barang-barangnya yang tidak terlalu banyak ke dalam koper.
Kenzo menatap punggung Kenzie sambil tersenyum tipis. Gadis mungil itu benar-benar membuat hari-harinya yang semula biasa saja terasa berbeda.
“Aku tunggu di luar. Ingat, jangan terlalu lama, aku tak suka menunggu.”
“Iya!”
Sepeninggal Kenzo, Kenzie menatap dirinya di pantulan cermin. “Jangan baper, Zie, dia cuma om-om tua mesum, sama sekali bukan tipe kamu,” gumamnya seraya menangkup kedua pipinya yang terasa panas.
***
“Ini kamar kalian,” ucap Kenzo seraya memberikan kunci pada Alea. “Kalau butuh sesuatu, panggil Bi Minah, dia asisten rumah tangga di sini,” sambungnya.
“Makasih, Bang,” ujar Alea dan Amanda bersamaan.
“Sama-sama. Ya sudah, aku permisi,” jawab Kenzo yang dibalas dengan anggukan oleh keduanya.
Sementara Kenzie, wanita itu sudah tertidur pulas, Kenzo hanya bisa geleng-geleng kepala, melihat betapa tidak anggunnya posisi tidur Kenzie.
“Cantik tapi bodoh,” gumam Kenzo seraya membenarkan posisi tidur Kenzie kemudian berbaring di samping wanita itu.
Kenzo tak bisa memejamkan mata, ia gelisah mendapati dua kancing piama Kenzie terbuka hingga belahan dada wanita itu terlihat jelas, belum lagi tangan Kenzie yang memeluknya. Daripada semakin menjadi dan berakhir di kamar mandi, Kenzo memindahkan tangan Kenzie yang melingkari pingganggnya dan beranjak dari kamar mereka.
“Sedang apa?” tanya Kenzo saat mendapati adik iparnya berada di dapur, seperti tengah mencari-cari sesuatu.
“Lapar, Bang, hehe.”
“Duduk, akan ku buatkan mie instan.”
“Eh, gak usah, aku bisa kok.”
“Tidak apa-apa, kebetulan aku juga sedang ingin makan sesuatu.”
Tak ada perbincangan yang terjadi, Kenzo yang memang tidak suka basa-basi, fokus melakukan tugasnya. Sedangkan sang adik ipar sibuk memperhatikan Kenzo. Setelah melewati beberapa menit dalam hening, dua mangkuk mie instan telah tersaji di atas meja.
“Makasih, Bang.”
“Sama-sama.”
Saat keduanya tengah menikmati mie instan, lampu tiba-tiba padam. Secara spontan adik ipar Kenzo berteriak.
“Aaaaa Bang Ken, Abang di mana? Aku takut gelap.”
“Tenanglah, aku di sini.”
Tanpa aba-aba, Kenzo merasakan tubuhnya dipeluk begitu erat, siapa lagi pelakunya kalau bukan sang adik ipar. Kenzo menegang, suasana malam yang begitu dingin disertai rintik hujan yang tiba-tiba terdengar, membuat akal sehatnya berperang melawan sesuatu yang sejak tadi berusaha ia tahan.
“Tidak apa-apa, hanya pemadaman. Tunggu di sini, aku periksa ke luar sebentar.” Kenzo hendak melepaskan diri, namun siapa sangka, pelukan itu malah semakin erat.
“Jangan ke mana-mana, Bang, please. Aku takut.”
Kenzo menarik napas dan membiarkan gadis tersebut memeluknya. Tak berselang lama, lampu menyala, kemudian padam lagi. Kenzie yang semua hendak mengambil air minum berdiri mematung. Bermodalkan cahaya dari senter ponselnya, ia tengah melihat Kenzo berpelukan dengan seseorang, dan ternyata…
“Amanda!” pelan namun penuh tekanan, begitulah cara Kenzie menyebut nama sang adik.Mendengar suara itu, Kenzo segera mendorong tubuh Amanda. Ekspresinya terlihat santai, berbanding terbalik dengan Amanda yang kini tampak gusar, seolah tertangkap basah tengah berselingkuh dengan suami kakaknya.“Kak?”“Kamu ngapain peluk-peluk suami Kakak? Suka?” cecar Kenzie tanpa memberikan waktu pada Amanda untuk menjelaskan semuanya. Rasa kantuk yang semula masih menggantung di pelupuk mata, mengudara begitu saja.“Gak gitu,” elak Amanda.“Terus gimana? Sekarang jawab jujur, kamu suka sama suami Kakak?” ulang Kenzie.Kenzo yang menyaksikan kemarahan Kenzie pada adiknya, memeluk wanita itu seraya berbisik. “Tidak usah berlebihan, dia hanya tak sengaja memelukku karena takut gelap.”Kenzie melepas tangan Kenzo yang melingkari pinggangnya. Ia menatap tajam Kenzo. “Kalau Om
Kenzie memasuki kafe tempatnya bekerja dengan langkah gontai. Entah mengapa, pemandangan tadi membuat rencana awalnya untuk mengeruk harta Kenzo menjadi tak menarik lagi. Sejak ia memiliki dugaan Amanda menyukai Kenzo, dirinya kehilangan semangat untuk melakukan hal tersebut. Kenzie melakukan pekerjaan seperti biasa, membuat Anggita yang melihatnya mengernyitkan kening. “Zie, kamu masih kerja di sini? Aku pikir…” Anggita tak melanjutkan ucapannya. Ia melihat raut wajah Kenzie yang tampak tak bersahabat, khas seperti wanita yang sedang datang bulan. “Masih,” jawab Kenzie singkat kemudian berlalu, mendatangi pelanggan yang baru saja tiba. Anggita menatap punggung Kenzie yang menjauh, wanita itu menggelang pelan. Setelah ini, ia harus bertanya apa yang terjadi hingga membuat Kenzie seperti kurang bergairah dan tidak seceria biasanya. Menjelang makan siang, Anggita menghampiri Kenzie yang sedang duduk sendiri sambil merenung. Ia duduk di hadapan wanita yang sedang menopang dagu denga
Kenzo memperhatikan Kenzie yang sedari tadi hanya bergulang-guling, ia tersenyum penuh arti kemudian mendekat pada sang istri. Kenzie yang baru sadar akan kehadiran Kenzo terlonjak kaget, saat mendapati lelaki itu berbaring di sampingnya.“Astaga!” ucap Kenzie dengan tangan di depan dada. “Dasar jailangkung,” tambahnya.“Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ujar Kenzo.Kenzie mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk sempurna. Matanya mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Sepertinya Kenzo baru pulang beberapa menit lalu, hal itu membuat Kenzie secara spontan beranjak membuka lemari, dan memberikan handuk pada lelaki itu.“Mandi.”“Kau mengajakku mandi?” tanya Kenzo seraya mengerlingkan matanya.“Lupakan, terserah kau mau mandi atau tidak!” tutur Kenzie. Ia meninggalkan Kenzo begitu saja.Kenzo terkekeh pelan mel
“Mengapa fotomu ada di layar ponsel adikku?” Kenzo menggeleng. “Bukannya dia adikmu, mengapa bertanya padaku? Tanyakan saja padanya.” Spekulasi Kenzie bahwa Amanda menyukai Kenzo semakin besar. Ia harus segera mencari Amanda dan membawanya pulang, setelah itu menanyai sang adik perihal dugaanya. Namun, ke mana dia harus mencari Amanda? Sementara Gala, satu-satunya teman wanita itu tak bisa dihubungi. “Awas saja kalau kau berani berbuat macam-macam pada adikku!” gertak Kenzie. “Bukan aku, tapi dia. Dialah yang macam-macam. Sebagai laki-laki normal, aku hanya merespons saja. Pernah dengar istilah tentang kucing dan ikan asin?” tanya Kenzo, ia menatap angkuh pada Kenzie. Kenzie mengepalkan kedua tangannya, emosinya nyaris meledak mendengar betapa santainya Kenzo berucap demikian. “Di mana kau sembunyikan Amanda?!” “Aku? Menyembunyikan adikmu? Cih! Yang benar saja. Kalau aku mau, aku bisa mendapatkan sepuluh wanita seperti dia. Jadi, untuk apa aku menyembunyikannya?” Plak! Kesombo
“Man, Kakak perlu ngomong sama kamu,” ucap Kenzie saat Amanda melintas di hadapannya. Beruntung hari ini merupakan hari libur, jadi Kenzie memiliki banyak waktu untuk berbincang dengan sang adik. “Aku ada janji sama Gala, mau lari pagi,” sahut Amanda. “Sebentar, lima belas menit.” “Gala udah nunggu.” “Sepuluh menit.” Amanda menghela napas. “Oke. Di mana?” Kenzie berjalan menuju taman belakang dengan Amanda yang mengekor di belakangnya. Tempat itu sepi, hanya ada asisten rumah tangga yang sedang berlalu lalang membersihkan rumah dan pekarangan. Kenzo, lelaki itu masih bergulung dibalik selimut, sementara Alea, dia masih di kamar dan belum keluar sedari tadi. “Duduk,” titah Kenzie. Amanda menurut, ia mendaratkan bokongnya di samping Kenzie, namun sedikit memberi jarak. Hal tersebut disadari oleh Kenzie, ia tak mengira jika kejadian malam itu bisa membuat mereka menjadi asing seperti sekarang. “Kamu suka sama suami Kakak?” tanya Kenzie tanpa basa-basi. Untuk sejenak Amanda tak m
“Lantas untuk siapa? Anakmu?”“Tidak usah banyak tanya, bersiaplah, lima belas menit dari sekarang kita berangkat,” putus Kenzo.Kenzie tercengang. Bagaimana bisa Kenzo meminta bersiap hanya dalam waktu lima belas menit?“Kau gila? Lima belas menit terlalu singkat, aku butuh paling tidak tiga puluh menit untuk bersiap.” Kenzie mencoba bernegosiasi.“Baiklah, sepuluh menit,” tutup Kenzo seraya meninggalkan Kenzie yang sedang bersungut-sungut kesal.“Om-om gila!”“Sembilan menit lagi, pergunakan waktumu sebaik mungkin, kalau tidak kau akan kehilangan kesempatan emas ini,” sahut Kenzo dengan langkah lebarnya.“Brengsek!” umpat Kenzie. Ia segera berlari menuju kamar, membuka lemari dan memilih satu pakaian yang pas. Pilihannya jatuh pada dress selutut dengan motif bunga. Ada tali yang menggantung di area dada, juga kerutan di sekitar paha yang memperlihatk
Aura meninggalkan kediaman Kenzo dengan harga diri yang sudah tinggal separuh. Ia merasa sangat terhina diperlakukan demikian oleh lelaki yang dulu amat memujanya. Sekarang, di depan matanya, Kenzo lebih memilih wanita lain, ia tidak akan tinggal diam. Aura bertekad akan membalas perlakuan Kenzo, dan membuat lelaki itu sadar betapa kualitas dirinya jauh di atas wanita tadi. Masih dengan emosi meluap, Aura menghubungi seseorang dan memaki orang tersebut. “Siapa wanita yang bersama Ken?!” “Maksudku siapa dia? Dan mengapa bisa menjadi istri Kenzo?” “Brengsek! Tidak ada gunanya!” Tut! Aura memutus panggilan sepihak, kemudian memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia perlu bertemu seseorang untuk mengembalikan suasana hatinya yang sangat buruk karena perbuatan Kenzo. Meninggalkan Aura dengan segala kemarahannya, Amanda dan Gala sedang bersantai di bawah pohon rindang dengan sebotol air mineral di tangan masing-masing. “Kemarin kamu ke mana, Gal?” “Aku pergi nemenin Tante, Man.”
“Tidak perlu ke kamar mandi, aku bisa membantumu menuntaskannya kalau kau mau.” “Terima kasih. Tapi maaf, asetku terlalu berharga untuk wanita sepertimu!” balas Kenzo tajam. Ia berlalu dari hadapan Amanda yang secara terang-terangan menggodanya. Bukannya menyerah karena mendapat respons tidak menyenangkan, Amanda justru merasa sangat tertantang. Ia akan memanfaatkan waktu kurang dari tiga bulan untuk menarik perhatian Kenzo. Amanda sangat yakin, cepat atau lambat Kenzo akan luluh dan bertekuk lutut di hadapannya. “Manda? Ngapain kamu di sini? Katanya lari pagi sama Gala?” tanya Kenzie. Ia terkejut mendapati Amanda berada di depan ruang kerja Kenzo. “Udah pulang,” balas Amanda seraya berlalu. Kenzie menatap punggung Amanda yang menjauh seraya mengeleng-gelengkan kepala. Ia merasa seperti sudah kehilangan sosok Amanda, adiknya berubah karena alasan yang tidak benar-benar dia pahamu. “Semoga kita bisa seperti dulu, Man, Kakak rindu,” gumam Kenzie. Meninggalkan Kenzie yang sedang be