Gisella memperhatikan lima orang yang diduga sebagai keluarga dari ibu mertuanya. Mau dilihat berapa kali pun, mereka semua terlihat normal. Sama sekali tidak terlihat seperti orang jahat — seperti apa yang di katakan oleh Arya. "Jangan tertipu oleh wajah mereka yang terlihat polos." Gisella terkesiap, gadis itu menatap suaminya dengan tatapan bingung. Satu alisnya naik ke atas, "Mereka terlihat baik. Kenapa Om bisa berpikir begitu?" Arya mendengus, tatapan mata hitam itu menyorot tajam ke arah meja dimana keluarga sang ibu sedang menikmati hidangan sambil sesekali tertawa. "Pokoknya, kamu jangan terlalu dekat dengan mereka. Hanya ini yang bisa saya sampaikan untuk sekarang." Arya kembali menatap Gisella, dan tatapannya berubah kembali menghangat. Satu tangannya terangkat dan menyeka keringat di pelipis Gisella. "Besok kita langsung pindah ya?" Gisella menelan ludah gugup. Dia sudah di wanti-wanti oleh Sarah, agar selalu menuruti kemauan suaminya selagi itu masih untuk kebai
"Kamu punya hutang sama Adi?"Guntur melebarkan mata ketika mendengar tuduhan Arya. Sialnya, tuduhan tersebut adalah fakta. Tanpa sepengetahuan kedua orang tua, Guntur sering berhutang pada Adi."Jangan sembarangan kalau bicara!"Arya tersenyum kecil kala mendengar suara Guntur yang mulai bergetar. Lama berkecimpung di dunia bisnis dan bertemu dengan banyak jenis manusia, membuat Arya mengetahui air muka atau ekspresi bila seseorang berbohong."Berapa hutangmu padanya? Adakah seratus juta? Mungkin saya bisa bantu melunasi," ucap Arya dengan entengnya. Satu tangannya bahkan sudah bertolak pinggang.Guntur menelan ludah susah payah. Tidak berani menatap Arya, dan lebih memilih menatap ke arah pintu kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Gisella. "Tu-tujuh puluh juta."Arya hanya mengangguk saja. Dugaannya benar, bahwa yang membuat Guntur bersikukuh dengan hubungan Adi dan Gisella karena ternyata pemuda itu yang memiliki hutang."
Acara resepsi pernikahan akan dimulai pukul dua siang. Oleh sebab itu, sejak pukul setengah dua belas siang Gisella dan Arya sudah harus bersiap-siap kembali. "Mbak Sella, masih ngantuk?" tanya si perias pengantin. Matanya melirik ke arah Arya yang sedang dirias oleh asistennya. "Mas Arya, tadi Mbak Sella nya tidak langsung di garap kan?" Gisella yang tadi matanya sudah beberapa kali terpejam karena menahan kantuk seketika langsung kembali segar. Dia tatap si penata rias dengan jengkel. "Jangan sembarangan kalau bicara, Mbak." Muka jutek Gisella membuat si penata rias hampir menyemburkan tawa. Dia jawil dagu Gisella. "Jangan ngambek, Mbak. Saya bercanda doang kok." Arya tidak menanggapi, dia pun sama kesalnya dengan pertanyaan si penata rias. Dia paling tidak suka bila hal privasinya di ungkit, apalagi mereka tidak saling kenal. "Kalau masih ngantuk boleh
Arya sungguh-sungguh dengan ucapannya perihal tidak akan melakukan apa-apa pada Gisella. Begitu keluar dari kamar mandi, pria itu langsung berbaring di atas kasur. Tanpa melepas beskap yang pria itu kenakan. Justru Gisella yang merasa risih dengan kelakuan suaminya itu. Gisella masuk ke dalam kamar mandi seraya membawa baju ganti. Selang lima menit kemudian sudah keluar dengan wajah yang telah bersih dari makeup. Pakaiannya juga telah berganti dengan daster rumahan — sama sekali tidak ada niat untuk menggoda suaminya, dia memang terbiasa memakai daster ketika di dalam kamar. "Om, bangun. Ganti baju dulu," gadis itu mengguncang bahu Arya yang sedang tidur sambil memiringkan tubuh nya. "Om, bangun!" Hening. Tidak ada tanggapan dari Arya. Semalam pria itu tidak tidur sama sekali saking gugupnya. Hingga ketika ijab kabul telah selesai, perasaan leganya membuat rasa kantuk menyerang. Kini Arya tertidur seperti bayi besar. Dengkur halusnya pun terdengar. Gisella mendengus saat tid
Gisella menatap cermin dihadapannya. Tubuh mungilnya telah terbalut gaun pengantin yang sangat indah. Tangan kanannya terangkat dan ia letak di dada kiri, merasakan degup jantung yang berpacu cepat. Beberapa saat lagi dia akan menjadi istri dari pria yang tidak pernah Gisella bayangkan. "Gugup ya?" Gisella menatap ke cermin, menatap pantulan dirinya dan penata rias yang berdiri di belakangnya. Bibirnya tersenyum menanggapi celetukan dari sang penata rias. "Wajar kalau gugup, Mbak. Semoga Mbak Sella bahagia selalu, tunjukkan ke semua orang kalau keputusan yang Mbak ambil ini bukanlah keputusan yang salah." Kedua mata Gisella berkaca-kaca, hampir saja air mata nya jatuh kalau saja penata rias tidak bergerak cepat menghalaunya. "Jangan menangis dulu, Mbak. Ditunda dulu ya, nanti make-up nya luntur," omel sang penata rias. "Terima kasih. Saya terharu aja, Mbak. Di saat yang lain meragukan apa yang saya pilih, saya merasa lebih tenang karena ternyata masih ada yang mengerti atas pi
Gisella mendengus. Dia tidak akan semudah itu percaya pada pembelaan seorang peselingkuh. Baginya, selingkuh itu suatu tabiat yang pasti akan berulang di kemudian hari. Wiryo yang melihat Gisella seakan enggan memaafkan putranya lantas berujar, "Nak Sella, selama ini bukannya kamu sangat mencintai Adi? Kenapa bisa semudah ini kamu berpindah hati? Apa jangan-jangan kamu pun berselingkuh dengan laki-laki itu?" Di akhir ucapan itu, Wiryo melirik ke arah Arya. "Aneh saja, kamu semudah itu membatalkan pernikahan, dan semudah itu pula mendapatkan laki-laki pengganti. Ini bukan cuma akal-akalan kamu saja yang ingin mencari-cari kesalahan Adi kan?" Semua orang yang ada di sana sampai di buat speechless dengan tuduhan Wiryo. Terutama keluarga Gisella dan Arya. Gisella dan Arya bahkan selama kenal hanya ada perdebatan. Arya yang tengil dan usil serta Gisella yang gampang tersulut emosi, tapi lihatlah sekarang, mereka malah sedang duduk bersama membahas pernikahan. "Pak Wiryo! Jangan s
Sarah mempersilahkan keluarga Arya masuk dengan sangat ramah. Ternyata seperti kebanyakan ibu-ibu, Sarah dan Emily bisa langsung akrab. Bahkan Emily yang tadinya terlihat kurang setuju, tapi begitu melihat cantiknya wajah Gisella, wanita paruh baya itu langsung mengusap-usap punggung Arya — gestur kalau wanita paruh baya itu suka dengan pilihan putranya. Keluarga Arya di bawa ke ruang keluarga. Ketika semua sudah duduk di tempatnya masing-masing, barulah kini terasa suasana yang sedikit suram. "Sebelumnya maaf, saya ingin bertanya pada Arya boleh?" tanya Bintang seraya menatap Arya. Arya mengangguk sopan, "Boleh, silahkan Pak." "Kenapa kamu menerima lamaran Putri saya?" kali ini Bintang menoleh ke arah Gisella. "Putri saya seharusnya menikah minggu depan dengan tunangannya, tapi ternyata calon suaminya malah berselingkuh. Mungkin karena terlalu emosi, dia malah mengambil keputusan impulsif dengan melamar Arya untuk menikah dengannya minggu depan. Arya, kamu sudah tau soal i
H-6 menjelang hari pernikahan.Hari Sabtu, Gisella sudah bangun sejak pagi. Dia izin cuti pada Bos nya, yang untungnya langsung di setujui.Gisella belum bilang pada kedua orang tuanya perihal kelakuan Adi yang telah berselingkuh.Pagi-pagi sekali Gisella bangun, dia sudah merapihkan seluruh penjuru rumah. Begitu anggota keluarga yang lain bangun, semuanya sudah bersih dan sarapan pun sudah tersaji di atas meja makan.Sarah — ibunya Gisella tentu merasa ada yang tidak beres pada putrinya. Sebagai seorang ibu yang membesarkan anak-anaknya dengan kedua tangannya sendiri, tentu lah Sarah tahu ada yang sedang Gisella ingin sampaikan atau ada sesuatu yang di inginkan. Makanya gadis itu bersusah payah mengambil hati orang tuanya."Dek, kamu udah ngasih makan ikan-ikan Papa? Tumben?" tanya Bintang — Ayah Gisella itu baru saja datang dari halaman belakang, dimana ada kolam ikan lele dan ikan nila di sana.Guntur — Kakak laki-laki Gisella sedikit memicingkan mata, merasa ada yang mencurigakan
"Om, mau gak nikah sama aku?" tanya Gisella tanpa tedeng aling-aling."Ha?!" sentak Arya sambil mengorek kuping — berharap dia telah salah mendengar. "Kamu ngajakin saya ngapain?" tanyanya sekali lagi. Dia tidak mau di anggap ke Ge-Er an oleh bocah macam Gisella."Nikah, Om. Aku ngajakin Om Arya nikah. Om mau kan?""Bukannya kamu Minggu depan—""Aku batal nikah sama Adi, Om. Dia selingkuh. Orang tuaku udah mempersiapkan semua biaya pesta pernikahan ini, kalau sampai batal, mau taruh dimana muka orang tuaku, Om?"Arya memijat tengkuk lehernya yang tiba-tiba terasa kaku. "Ya kalau batal terus kamu pilih nikah sama Saya. Yang ada orang tua kamu semakin malu, Gisel. Kamu mikir sampai sana gak?"Gisella dengan tanpa berdosanya menggelengkan kepala. Dia memang tidak kepikiran sampai sana. Situasi tidak memungkinkan dia untuk berpikir panjang."Tapi aku udah sesumbar ke Adi kalau Minggu depan aku bakal tetap menikah walau bukan dia mempelai prianya, Om."Gisella sengaja memasang wajah memela