Share

Ketakutan Zayna

"Orang gila sekarang emang ngalahin pejabat, sibuk parah!!"

Telinga Zayna berdenging mendengar suara cempreng yang nyaring. Dia mencoba menjauhkan ponselnya dari telinga, lalu melihat seiapa sebenarnya yang menelpon dirinya itu.

"Nara?" Gumaman kecil Zayna ternayata terdengar oleh Nara di sebrang telpon. Nara dengan senang hati memaki sang sahabat yang bahkan baru mengetahui dia yang menelpon.

"Wah parah! Gue kesel sumpah!"

Zayna menghembuskan nafasnya panjang. Sudah biasa kalau Nara itu begini. Bertingkah mungkin agak berlebihan untuk Zayna. 

"Hehe, sory-sory, gue nggak liat namanya pas ngangkat tadi."

"Gue kutuk Lo makin dikejar sama berondong Minggu lalu!" 

Deg.

Seperti disambar petir, jantung Zayna berdebar lebih capat mendengar penuturan dari Nara tadi. Ya, memang Zayna menceritakan semua pada Nara, termasuk seorang berondong yang mengejarnya akhir-akhir ini. Dan kalau kalian tau, berondong itu adalah Arta. Ya benar, itu Arta!

Zayna mengehmbuskan nafasnya penajang sambil masih membungkam suaranya. Dia malah terpental mengingat salah satu hal yang benar-benar memalukan dalam hidupnya.

Waktu itu dia dan semua pekerja kantor sedang berkutat khusuk menyantap makan siangnya dikantin, tiba-tiba ada yang berteriak memanggil nama Zayna.

"Zayna! Dipanggil sama pacarnya, di depana kantin nih! Mana berondong lagi!"

Seketika mata semua orang tertuju pada satu nama yang disebutkan tadi. Siapa lagi kalau bukan Zayna?

"Wah, ada yang suka berondong nih!!" Soal nyinyiran tidak disuruh pun netizen yang punya lidah lunak, selalu siap gas untuk melancarkan kata-kata mutiaranya. 

Zayna yang tidak bisa menahan emosi itu, langsung menghampiri si berondong yang membuat namanya tercoreng. Langkahnya cepat dan juga lebar untuk mempersingkat waktu perjalanan dari pinggir kantin menuju pintu kantin yang luasnya sepertk mall mini ini.

"Sekali lagi saya minta, TOLONG! kamu tau tolong? Orang yang minta tolong itu seharusnya dituruti permintaanya. Dan saya harap kamu mengerti itu."

"Saya minta TOLONG sama kamu, jangan temuin saya lagi! Saya tidak ingin di cap tidak baik! Tolong mengerti!"

"Saya mohon.." seperti hilang sudah semua tenaga yang Zayna punya, dia benar-benar berkata lirih di akhir perkataanya ini.

"Cinta tidak pernah salah, tidak usah mendengarkan orang lain. Hiduplah dengan diri sendiri yang berdamai dengan keadaan, bukan menentangnya."

"Saya cinta kamu, itu alasan yang cukup untuk membawa kamu dalam hidup saya. Perihal orang lain, mereka hanya melihat bukan merasakan, maka cukup dengarkan dan pilah jika memang membutuhkan jika itu meyakitkan lebih baik hilangkan." 

"Saya cinta kamu, dan kamu milik saya. Ini bunga yang cantik, untuk orang yang keras kepala." 

Arta -saat itu Zayna sudah tau namanya- dia mengambil tangan Zayna dan memaksa jari yang kaku itu untuk menggenggam buket bunga lili pemberiannya.

"Saya yang tepat untuk kamu, karena itu kamu milik saya, hanya saya." Arta tersenyum melihat raut Zayna yang kosong. 

Zayna benar-benar pasrah saat itu. Dia lelah. Lelaki dihadapannya ini sungguh gigih memperjuangkan cinta sampai dengan kantornya juga dia berani mendatangi tanpa rasa malu sedikitpun. 

"Aku benar-benar lelah." 

Cup

Kecupan kecil mendarat mulus beberap detik di kening Zayna. Dia sudah tau pola ini. Selalu, dan selalu Arta akan mengecupnya sebentar seperti sekarang. Tidak tau tempat, tidak tau situasi. Semau nya sendiri dan tidak pernah mendengarkan keluh Zayna.

"Aku akan jadi yang terbaik untuk kamu, sayang."

Zayna mendengar langkah Arta menjauh darinya. Sebentar nafasnya lolos menguarkan emosi yang sudah dia tekan sejak tadi. 

Inti dari pertemuan hari itu, Zayna tau Arta tidak bisa diajak kompromi. Dia sudah paten mengejar Zayna. Tidak ada kata mundur. 

Zayna memijat kepalanya sebentar, menetralkan pusing yang sedikit mendera. Dia berusaha terima, karena ini memng akibat ulahnya sendiri. Dia menolong tidak dengn etika. Tapi..

"Hallo! Zayna?!"

Zayna tersentak kembali dari memorinya yang mengalir indah tadi. Dia sadar dikehidupan sekarang dia sedang menelfon Nara. 

"Iya Nara, ulangin coba?"

"Di sana kayaknya nggak beres nih! Lo sekarang budeg, banyak pikun nya dan pasti Lo tadi ngelamun kan? Pokoknya nanti sore kita ketemu di cafe biasa, titik!"

Sambungan terputus.

Zayna asli belum siap untuk menceritakan semuanya. Bagaiman  jika Nara tau dia akan menikah dengan berondong yang selalu dia tolak beribu kali? Bagaimana respon teman sekantornya ? Mereka pasti akan mengejek Zayna habis-habisan, ya walaupun dia sudah pindah kantor, tapi tetap ini juga adalah kantor yang sama. Dan komunikasi itu pasti tidak akan habis antara kantor pusat dan cabangnya.

Zayna kini duduk di sofa yang tersedia di ruangan lamanya. Dia sampai lupa akan meninggalkan ruangan mewah ini, dia belum berkemas sama sekali. 

Oke, sekarang lupakan semua masalah dulu dan bergegas berkemas untuk hal penting yang menyangkut masa depannya nanti.

Zayna tidak ingin di cap tidak profesional hanya karena telat membereskan semua yang seharusnya sudah berpindah dan rampung dalam waktu singkat. Disini dia masih baru dan sudah sepatutnya dia menjaga nama baiknya sendiri di perusahaan ini. 

"Fighting!"

Hanya lima belas menit yang dibutuhkan Zayna guna mengemasi barang-barang nya yang sudah terlanjur tadi dia keluarkan. Syukur tidak terlalu lama karena Zayna sudah sedari tadi mengahabiskan waktu lama untuk menelpon Nara. Dia tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dan membuat ibu HRD tadi memarahinya.

Setelahnya Zayna bergagas untuk keluar menunggu seseorang yang katanya akan menjemputnya dan mengantarkan ke ruangan tim marketing yang di katakan ibu HRD itu.

Dalam duduknya Zayna memikirkan bagaiman nasib yang dia kira akan menyenangkan tapi ternyata malah membingungkan begini. 

"Dia benar-benar seenaknya sendiri." Gumam Zayna lirih.

Zayna tau ini semuanya adalah ulah dari Arta. Dia pasti yang sudah menyuruh ibu HRD itu untuk mengalihkan kembali pekerjaannya menjadi di team marketing, seperti penolakan nya tadi saat diruangan ini beberapa menit lalu.

Mendadak Zayna mengingat kejadian mengerikan itu. Reflek dirinya menggelengkan kepala untuk mengusir semua bayangan, yang sialnya terekam jelas di otaknya. 

Baru satu hari saja sudah cukup untuk Zayna rasanaya menjadi bulian di kantor barunya ini. Pikiran negatif Zayna berbicara, bisa saja ibu HRD itu menceritakan hal-hal yang menurutnya janggal dan terkesan spesial ini. Tidak akan ada pegawai yang dengan singkat bisa dipindah tanpa pertimbangan matang. 

Pasti akan jadi masalah.

Sepertinya nasibnya dulu dan sekarang akan sama saja. Sering menjadi ghibahan. Jika di kantor lamanya Zayna mungkin bisa melewati semua karena banyak sahabat yang mendukung dan tidak akan mempan dengan berita burung yang, entah dari mana sumbernya. Tapi jika disini?

Zayna pada dasarnya hanya ingin nyaman dengan kepribadiannya ini. Tidak menjadi orang lain dan tidak memaksakan diri menjadi pribadi baru yang diinginkan semua orang. Cukup dengan kinerjanya yang bagus, Zayna tidak ingin lebih. Relasi dan lainnya, semua itu bulshit.

Zayna tau itu, sesuai pengalamannya.

Mereka semua hanya melakukan balas budi bukan karena hal yang memang nyaman mereka lakukan. Itu semua, terpaksa. 

Begitulah Zayna memnadang perilaku orang lain. Dari sisi pengalamannya, dari sisi yang pernah terluka karena itu. 

Perlu waktu lama, sangat malah, untuk Zayna pribadi agar bisa mmbangun komuniaksi baik dalam satu team. Itu juga dibantu oleh Nara. Jika tidak ada sosok pengganti Nara maka bagaimana dia ini? 

"Maaf, dengan ibu Zayna?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status