Share

Ingatan Masa Lalu

"Sini Zee, kamu harus memutuskan ini semua. Nenek ingin melihat bagaimana kau memilih yang terbaik, untukmu dan untuk kami."

Zayna yang dipanggil namanya itu, memeikirkan perkataan sang nenek. Jika ada sang nenek yang datang kerumah sudah dipastikan akan ada bau-bau hal tidak menyenangkan.

Netra Zayna menyapu keseluruhan orang yang ada di ruangan itu. Dia menangkap ada kedua orang tuanya, nenek dan juga 4 orang asing yang kesemuanya laki-laki. Entah apa yang dilakukan orang-orang itu dengan neneknya dan malah menyeret nama nya itu. 

Netra Zayna juga sempat meminta kejelasan pada sang ayah lewat tatapan mata, namun ayahnya hanya balik menatap Zayna dengn sendu. Dengan itu, feeling Zayna malah tambah kacau dia yakin sekali akan ada kejadian yang sial menimpa nasibnya.

"Kau tidak mendengar nenek ini, Zayna?!" Suara neneknya membuyarkan semua pemikiran Zayna mengenai teka-teki fakta kali ini. 

Jika membenci nenek sendiri bukan perilaku kurang ajar, maka dia dengan senang hati akan membenci neneknya yang tidak kunjung dipanggil Tuhan itu. 

Neneknya ini keturunan tetua di kampungnya dulu yang sangat di hormati. Dia kini hidup dengan anak bungsunya, adik sang ayah. Sampai saat ini fakta yang membuat dia sangat senang adalah, ayahnya tidak lahir sebagai putra terakhir! 

Jika iya, maka dapat dipastikan hidupnya akan tentram setiap hari sampai tidak bisa mengenali jati diri sendiri lagi. Dalam adat yang dianut memang seperti itu ketentuannya, bahwa anak bungsu akan tinggal dengan sang ibu untuk merawatnya.

Zayna menghembuskan nafasnya dan menghampiri orang tuanya.

"Duduk di sebelah Arta, Zayna!" 

Lihat! Bahkan posisi dudukpun dibuat masalah oleh neneknya. Zayna mana tau siapa yang bernama Arta itu. Tapi karena mengingat ajaran dari ayahnya yang selalu membuatnya untuk terus berlaku baik pada nenek nya ini dia masih sabar menghadapi tingkah nenek yang ia sayangi ini.

Arta yang tau kalau dirinya harus memudahkan Zayna, melambaikan tangannya. Zayna melihat sekilas lambaian tangan itu tanpa melihat dengan detail wajah dari orangnya. Dia sudah dilingkupi kemarahan Karena neneknya yang cerewet itu. 

Zayna duduk di samping Arta. Sesuai kemauan neneknya itu. 

"Silahkan Arta." 

Zayna hanya melirik sang nenek yang gayanya seperti orang misterius begitu. Zayna hanya bungkam. Dia ingin melihat dramaapa yang sebenarnya terjadi.

"Ekh.. ehm.. begini saya Arta Satya Adiwirya, ingin melamar kamu Zayna, ka-"

"Whatt!!" 

"Jaga bicara kamu Zayna!" 

Zayna memeincinhkan matanya pada Arya. Dia ingat dengan jelas siapa pria di hadapannya ini. Kenapa dia sampai bisa kecolongan dengan model brondong begini? Dan sialnya dia sekarang tau alur ceritanya seperti apa.

"Pria licik!"

Arta yang mendengar desisan Zayna tersenyum lebar. Dia sekarang menang satu langkah dari Zayna. Hatinya kini sangat berbunga-bunga, dia dapat melihat raut yang sedari lama membuatnya jadi linglung dan seakan ingin jadi gila.

"Kau milikku, sayang.." bisik Arta disebelah telinga Zayna yang memebuat nya langsung merinding. Kata-kata itu lagi yang terlontar dari pria gila ini. Zayna langsung menjauhkan diri dari Arta dia benar-benar merinding melihat senyum dan suara itu. 

"Nenek! Dia ornag gila! Zayna nggak akan terima, dia--" 

"Cukup!" Potong neneknya dengan suara tidak kalah lantang. 

"Zayna, jika kamu menolak lamaran yang ketiga ini maka keluarga kita kan terkena sial! Kamu mau dengan hal itu terjadi pada keluarga mu? Ibu dan ayahmu akan sial termasuk juga nenek? Begitu?" 

Perkataan neneknya membuat dada Zayna semakin sesak. Ini yang dimaksud oleh ayahnya lewat tatapan tadi. Pria licik ini benar telah memanfaatkan keberadaan neneknya disini. Tangan Zayna mengepal kuat. Emosinya benar-benar naik. 

Tanpa sadar Zayna, Arta mendekat dan berbisik, "Terimalah sayang, kau akan hidup bahagia bersamaku." 

Zayna melototkan matanya. Arta malah terkikik, dan merasa Zayna malah semakin menggemaskan.

"Zayna tetap ingin menolak lamaran ini," ucap Zayna tegas pada neneknya.

"Kau ingin leluhurmu marah dan menghukum kami? Bagus! Anak tidak tahu di untung!" Ucapan itu keluar mulus dari pita suara neneknya. 

Zayna yang akan beranjak itu menghembuskan nafasnya kasar. Sebisa mungkin dia meredam emosinya agar tidak tersulut seperti nenknya ini.

Zayna kembali duduk. Dia memikirkan semua yang akan dia dapat jika memang memilih untuk melawan neneknya itu. Bisa saja ayahnya akan dimusuhi oleh sang nenek dan sampai pada semua keluarga besar ayahnya. Belum lagi entah apa yang akan dilakukan pria licik ini. Dia tidak bisa membahayakan keluarganya demi ke egoisan nya semata.

"Oke, Zee mau, bila perlu buat acara secepatnya agar Zayna tidak berubah pikiran!" 

Suara Zayna meninggi dengan tatapan mengejek dilemparnya pada Arta. Nasibnya memang sudah sial, jadi dia yang harus berubah cerdas. Lihat saja nanti apa yang akan dia lakukan pada pria licik itu.

***

Zayna bergegas ke kamarnya. Dia tidak ingin mendengar perbincangan selanjutnya untuk acara sakralnya. Sesampainya Zayna di kamar dia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Helaan nafas terdengar lagi. Zayna mengingat semua kejadian dimana dia dan Arta pertama kali bertemu.

Saat itu dia dan Nara juga semua team pemasaran sedang berada di luar kota untuk melakukan pekerjaan. Zayna menginap terpisah dengn teamnya, dia menginap di salah satu resort kecil milik ayahnya. Saat dia sampai di resort, saat itulah dia melihat Arta pertama kali.

Arta yang saat itu menabraknya tidak sengaja dengan kondisi yang babak belur dan berantakan.

"Anda tidak apa-apa?" Tanya Zayna saat itu. 

Arta hanya menggeleng dengan wajah babak belur itu, ia langsung bangkit dan berjalan meninggalkan Zayna sendiri. Saat itu Zayna ingat sekali, waktunya sudah larut malam. Zayna yang penasaran sekaligus juga takut diam-diam mengikuti langkah Arta yang membawanya ke kamar pria itu. 

Pintu yang terbuka sedikit mengantarkan kaki Zayna tidak sadar melangkah masuk dan mendapati Arta yang membuatnya sungguh tidak habis pikir. Zayna terpekik dan langsung menghampiri orang itu.

"Apa yang anda lakukan?!" Suara Zayna lantang memenuhi ruangan itu. 

Zayna bisa melihat kalau Arta sedikit lagi akan melenyapkan nyawanya sendiri. Arta saat itu telah mengiris pergelangan tanganya dan untung nya belum begitu parah. Zayna langsung mengambil peralatan obat dan mengobati Arta yang telah pingsan itu. 

"Badannya panas." Sekarang Zayna yang ketakutan. Dia panik dengan orang yang baru ditemuinya ini. Selain kondisinya sekarat sekarang dia juga demam. 

Zayna coba menghubungi dokter diluar yang mungkin bisa ke resort nya segera tapi tidak ada yang bersedia. Dia merutuki sendiri fasilitas di resort ini yang menurutnya kurang lengkap, yaitu tenaga kesehatan yang mungkin saja mendadak diperlukan. Dia setelah ini akan menyarankan pada ayahnya agar menambahkan fasilitas itu di sini.

Sekarang Zayna beralih memikirkan cara lain. 

"Kompres." Satu kata yang mungkin bisa menyembuhkan orang yang sekarat itu.

***

Satu jam berlalu, Zayna masih setia menunggu dan mengompres orang asing dihadapannya ini, namun sampai sekarang suhunya tidak berubah, tetap saja tinggi. Zayna bisa saja keluar dan meninggalkan sang laki-laki yang sekarat ini, tapi hatinya tidak tega. 

Dia mencari cara lain untuk menyembuhkan demam tinggi ini, dia mencari-cari di internet cara yang bisa dilakukan. Dia menemukan satu cara, yang mungkin kurang ampuh tapi ini bisa jadi solusi.

Walaupun dia ragu tapi tetap coba dia lakukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status