Share

Skin to Skin

Zayna memposisikan laki-laki disampingnya untuk dia praktik kan cara yang ia dapat di internet itu. Dia memeluk pria itu erat untuk menyalurkan hangat tubuhnya.

Cara ini di sebut teknik Skin to Skin. Memang jika di prektik kan pada orang dewasa kadar keberhasilannya kurang sehingga tidak disarankan menjadi pertolongan pertama.

Tapi dengan kompres juga tidak membuat suhu laki-laki itu turun, sehingga Zayna mencoba teknik ini, semoga saja bisa.

Walaupun Zayna agak ragu tapi tetap dia lakuka hal ini. Dia harap usahanya tidak sia-sia. 

Di bawah selimut tebal, dia mematikan AC nya juga, Zayna memulai cara yang ia dapat itu. Sekitar satu jam Zayna terjaga menungggu panas pria itu turun, dan hasilnya, ini berhasil. Ttidakterasa senyumnya mengembang. 

Dia memandangi wajah laki-laki itu yang tidur dengan damai. Dia menyentuh dahi laki-laki itu dan senyumnya makin mengembang merasa panasnya sudah benar-benar hilang. Perlahan Zayna menguraikan pelukan nya. Dia bergerak pelan turun untuk menuju ke kamarnya. 

Dia merapihkan semuanya dan memeakai bajunya, juga pria yang masih tertidur itu. Setelah semua selesai baru dia kembali ke kamarnya.

Zayna mengerjap mengingat hal itu. Dia sungguh tidak menduga jika mungkin saja Arta mengganggunya karena perbuatan lancangnya itu. Tapi dia hanya ingin membantu apa itu salah? Zayna bahkan tidak memusingkan hal itu setelahnya. Zayna juga tidak pernah melewati batas, dia saat itu hanya panik dan melakukan cara yang terbaik, ini jelas bukan salahnya.

"Nggak nggak mungkin dia inget itu." Ucap Zayna.

"Apa? Ingat apa?" 

Suara dari arah pintu mengagetkan Zayna. Zayna seketika jadi gugup melihat Arta yang sedang bersandar di pintu kamarnya yang tertutup itu. 

"Kenapa kau disini!" Suara Zayna meninggi, dia takut akan terjadi sesuatu hal yang tidak ingin dia katakan.

"Tenang aku hanya ingin memelukmu saja." 

Zayna melotot mendengar penuturan Arta yang terlampau santai itu. Dia bilang apa? Peluk? 

"Kita sudah pernah melakukan nya sayang, jangan terlalu tegang," ucap Arta, yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.

Saat Zayna menoleh, pria itu langsung menarik tubuhnya dan dia peluk dengn erat. 

"Kau mengenalnya, sayang.." ucapan itu dila jutkan dengn kikikan kecil.

"Padahal kau yang melakukannya lebih dulu, bahkan aku masih ingat bagaimana sensasi panasmu, itu yang membuatku melakukan ini semua."

Zayna seketika tegang dia tidak bisa berucap apapun. Pikirannya seketika kosong. Sikap yang dia tafsirkan sebagai hal menolong orang lain malah berujung membawanya pada brondong sinting ini.

"Lepaskan," ucap Zayna dengan nada rendahnya. 

Arta tidak menggubris nya dia malah semakin mempererat pelukannya. Dia meresapi semua yang ia rasakan malam yang telah lama usai. Pelukan nyaman yang membuatnya tenang dan melupakan semua masalahnya. 

Inilah yang membuatnya bangkit.

"Kau tidak boleh pergi, kau milikku, kau miikku sayang.." 

Rancauan Arta membuat jantung Zayna makin berdetak cepat. Dia sungguh sudah jatuh pada singa yang tidak akan pernah membiarkan buruannya lepas begitu saja. 

"Kau tidak punya pilihan lain selain aku, hanya aku!" Ucapnya lagi dengn memandang Zayna sejenak. Setelahnya dia mencium seluruh wajah Zayna, dan terakhir di bibir nya.

"Aku akan persiapkan pernikahan kita, jaga dirimu, calon istri.." ucap Arta sambil melangkah keluar dari kamar Zayna.

Zayna yang sedari tadi diam seperti orang linglung kini tersentak kaget dengan suara pintu yang sedikit keras itu. Sesaat dia menyadari kalau Arta sudah keluar dari kamarnya. Lutut Zayna lemas dia meluruh di lantai.

"Hidupku benar-benar dalam bahaya."

***

Paginya dia mengurus semua keperluan kerjanya di kantor baru. Kantor cabang yang sebenarnya tidak jauh sekali dari kantor dulu tempatnya bekerja. Zayna mendengar kalau kantor cabang ini akan di alihkan pemimpinnya menjadi di tangan sang anak. Pewaris tunggal yang tidak pernah terkena potret media bahkan orang dikantornya saja tidak pernah melihat pewaris tunggal itu. Katanya dia terlalu tertutup.

"Selamat ibu. Sekarang anda resmi bergabung dengan kami," ucap seorang wanita seusianya yang memegang kepala HRD di perusahaan barunya ini.

"Terimakasih." 

"Mari saya antar keruangan anda." 

Mereka berdua menuju suatu ruangan yang nantinya kan menjadi ruangan tempat Zayna bekerja.

Zayne melihat seluruh hiasan dan struktur ruangan yang di punya perusahaan ini. Terlihat elegan dan sederhana tapi berkesan.

Sampai di suatu ruangan yang cukup luas, dengan warna pastel yang tentu sangat dia suka. Hal kecil ini membuat Zayna tersenyum. Dia beruntung sekali, bisa mendapatkan ruangan dengan cat seperti kesuakaannya. 

"Disinilah ruangan anda, anda bisa bekerja mulai sekarang. Saya permisi terlebih dahulu. Semoga hari anda menyenangkan Bu Zayna." 

"Terimakasih Bu," Ucap Zayna sambil menunduk hormat. 

Sekilas dia melihat ruangannya yang terkesan terlalu berlebihan? Biasanya seorang karyawan yang sekelas hanya team pemasaran seperti dirinya akan diberikan cukup kubikel dengan satu ruangan ada beberapa orang sebagai satu team, tapi kenapa dia diberikan ruangan layaknya petinggi perusahaan? Seperti CEO?

Zayna menggelengkan kepala guna menolak prasangka buruknya. Dia sepertinya harus menanyakan ini pada ibu HRD tadi. 

Saat langkah Zayna sudah dipintu dan ingin menarik pintu itu untuk keluar, seseorang sudah membuka nya dulu. 

Zayna terkejut bukan main melihat siapa sosok itu.

"Selamat atas mutasinya, sayang.." 

Ucapan itu bagai petir yang menyambar pikirna Zayna. 

Dia menafsirkan semua kejadian yang baru dia alami. Mulai dari perasaanya yang tidka enak dengn promosi dan mutasi dadakan, juga ruangan yang aneh dan sekarang mungkin dengan sedikit pertanyaan, dia bisa menemukan jawaban atas pertanyaan besarnya.

"Kau.. kau pemimpin perusahaan yang baru?!" Tanya Zayna ingin memastika pikirannya, dia berharap bahwa itu salah.

"That's right! Kau memang cerdas sayang, tidak salah aku memilihmu sebagai sekretaris!" Ucapan itu lagi-lagi membuatnya tercengang dan kaget bukan main.

"S-sekretaris?" Tanya Zayna kaget.

"Yup, sekretaris ku," ucap Arta dengan senyum bangga nya.

Tiba-tiba kepala Zayna pusing tidak karuan. Dia terhuyung sedikit kebelakang. Arta yang tau itu, sigap menahan tubuh calon istrinya agar tidak jatuh.

"Kau kenapa?! Sakit? Aku akan panggilkan dokter!" Ucap Arta beruntun dan panik tentunya.

Zayna yang mendengar itu malah terisak lirih, dia menyayangi nasibnya yang seperti dikurung dimanapun dia berada. Dia suka kebebasan bukan pengekangan seperti ini.

"Kau menangis?" Tanya Arta sedikit mendengar isakan kecil Zayna tadi.

"Kenapa kamu lakukan ini?! Kanapa harus aku?! Aku ingin kembali! Aku bukan budakmu yang seenaknya kamu kekang seperti ini!"

Sungguh suara Zayna saat itu membuat hati Arta teriris. Ternyata perjungannya ini belum selesai. Zayna bahkan membencinya sekarang, itu bukanlah hal yang diinginkan Arta.

Arta tersenyum miring walau hatinya sakit tidak terbanding.

"Sudah ku katakan kau hanya milikku, hanya milikku sayang.." suara Arta lembut tapi terkesan mengancam jelas terdengar pendengaran Zayna. Zayna semakin sesak rasanya.

"Kamu! Tidak, aku tidak akan mau dengan mu! Kau pecundang dengan segala tipu muslihat agar apa yang kamu mau bisa tercapai! Kamu pria licik!" Balas Zayna memberontak di dalam pelukan Arta. 

Arta yang mendapat penolakan keras membuat emosinya tersulut. Dia menahan Zayna yang memberontak keras itu. Dia tidak akan membiarkan seorang pun mengambil apa yang membuatnya bangkit lagi, untuk kedua kali.

"Kau hanya milikku! Milikku! Milikku!! Tidak yang lain dan tidak siapapun!!"

Zayna terbelalak saat Arta tiba-tiba menciumnya, dengn kasar dan tidak ada celah. Dia menangis memikirkan nasib kedepannya.

'Help me God, please!!' Batin Zayna memohon.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status