“Sudah merasa lebih baik?”
Peony tersenyum kecil pada Olivia Walters, salah satu desainer senior BS yang saat ini bertanya padanya. Sebelah tangan wanita itu berada di atas bahu Peony, sementara tangan yang satunya lagi mengusap-usap lembut punggungnya.
“Sudah lebih baik. Terima kasih minumannya, Olivia.”
“Sama-sama, Dear.”“Apakah ada yang luka, Peony?”Kali ini Grace Carson, rekannya yang lain bertanya penuh perhatian pada Peony. Saat ini Peony dikelilingi tiga orang rekannya. Salah satunya adalah pimpinan tim mereka, Daniella Ang. Ketiganya menatap Peony prihatin.
Peony mengalami kesialan pagi ini. Tas kerjanya yang berisi buku sketsa dicopet saat ia berada dalam perjalanan menuju ke kantor. Peony sempat mengejar sang pencopet yang Peony yakini adalah seorang pria jika dilihat dari tubuh kekarnya. Namun tak berhasil. Tenaganya kalah jauh. Apalagi Peony memakai sepatu hak tinggi. Ia kehilangan sang pencopet saat pria itu masuk ke dalam gang kecil yang berada di sisi jalan di dekat terminal bus. Setelah itu, Peony langsung membuat laporan di pos polisi terdekat. Dia berharap sang pencopet segera ditemukan.
“Tidak. Untungnya aku hanya terdorong sedikit saat ia mengambil paksa tasku.”
"Apakah di dalam buku sketsa itu ada rancangan desain yang akan kau ajukan untuk produk baru kita?" tanya Daniella Ang.
Peony mengangguk lemah. "Semua rancangan yang akan aku ajukan ada di sana, Miss Ang."
“Ugh! Pencopet sialan! Aku harap dia segera tertangkap!” desis Olivia kesal, yang diangguki Daniella dan Grace.
Grace mendesah. Menepuk punggung tangan Peony lembut. “Deadline tinggal dua hari lagi sebelum kita meeting dengan para pemegang saham.”
Peony kembali mengangguk tanpa semangat. Ya, hanya tersisa dua hari lagi, dan ia tidak punya cadangan sketsa untuk diperlihatkan saat meeting. Matanya berkaca-kaca mengingat buku sketsa kebanggaannya. Ada belasan sketsa yang sudah ia buat dengan sepenuh hati di sana.
“Semoga ada kabar baik dari pihak kepolisian sebelum deadline berakhir. Namun untuk berjaga-jaga, ehm… kau… buatlah sketsa lain, Miss Hart. Maafkan aku tidak bisa membantumu untuk memundurkan jadwal meeting bersama para pimpinan.” Daniella Ang terlihat menyesal saat mengatakan itu pada Peony. “Musim panas akan tiba. Banyak persiapan untuk produksi setelah desain ditentukan. Kau tahu, bukan, waktu satu menit saja sangat berharga?”
“Ya… aku mengerti, Miss Ang. Aku juga sudah memikirkan hal itu sebelumnya. Tidak perlu merasa bersalah. Hal ini juga terjadi karena diriku yang tidak berhati-hati.”Olivia meremas lembut bahu Peony. Namun matanya seolah mampu mengeluarkan api karena terlalu geram. “Tidak, Dear, si pencopet bajingan itu yang bersalah! Dia tidak seharusnya merampas milik orang lain!”
“Aku setuju. Aku harap bokongnya jatuh ke jurang!” timpal Grace.
“Kalau bokongnya jatuh ke jurang, otomatis seluruh tubuhnya ikut terjun, Grace. Bukankah tas Peony akan ikut terjun bersama pria itu? Akan sangat sulit bagi Peony mendapatkan kembali sketsanya jika tas itu terlempar entah ke mana. Jangan berdoa yang aneh-aneh kau!”
“Ya sudah, pisahkan dulu saja bokong pria itu dari tubuhnya.”
“Kau mau memisahkannya?”
“Enak saja! Aku tidak sudi memegang bokong pria lain selain kekasihku!”
Peony dan Daniella Ang tertawa saat Grace dan Olivia justru berdebat lucu.
“Bukankah mereka konyol? Untung saja rancangan-rancangan yang mereka buat tidak sekonyol si pemilik.”
Peony kembali tertawa. Kali ini karena ucapan Daniella.
“Ah… senangnya bisa mendengar tawamu lagi, Peony.”
Peony tersenyum kecil. Kali ini dengan hati yang lebih tenang dari sebelumnya. “Terima kasih telah menghiburku,” seru Peony sambil menatap ketiganya bergantian.
“Semangat ya! Aku yakin kau pasti bisa membuat sketsa yang lebih baik. Desain-desainmu di IMS Clothes sangat menarik.” Daniella menepuk bahu Peony yang bebas. Setelah melakukan itu, Daniella berjalan ke arah lemari katalog tak jauh dari meja kerja Peony berada. Wanita itu membukanya, lalu mengambil beberapa katalog produk SEASON ME tahun-tahun sebelumnya.
“Cobalah lihat katalog-katalog ini. Mungkin kau bisa mendapat referensi dari sini.” Daniella meletakkan lima buah katalog SEASON ME yang menurutnya terbaik di atas meja kerja Peony.
“Terima kasih, Miss Ang.”
“Sama-sama.”
“Ngomong-ngomong, ke mana Ella? Aku tidak melihatnya?”Daniella melirik meja kerja Ella saat Grace bertanya.
“Dia tidak masuk hari ini.”
“Kenapa?”“Kurang enak badan.”
“Apakah wanita ambisius sepertinya bisa merasakan hal itu?”Daniella Ang terkekeh geli. “Jangan memancing, Miss Walters. Miss Hardi juga manusia. Tentu saja dia bisa sakit.”“Aku tidak memancing. Hanya merasa aneh saja dia tidak masuk saat deadline tersisa dua hari lagi. Bukankah setiap tahun dia adalah orang yang paling bersemangat agar rancangannya dapat lolos?”
“Sepertinya dia sudah punya rancangan rahasia.”Olivia memutar bola mata malas. “Seperti biasa. Wanita itu penuh rahasia.”
Daniella hanya menggeleng. Ia tahu jika Olivia tak menyukai Ella. Bukan karena iri, tapi karena Ella Hardi terlalu angkuh karena nama besar sang ayah. Terlebih karena semua rancangannya selalu lolos seleksi menjadi yang terbaik. Daniella tidak bisa pungkiri jika ia pun merasa Ella adalah bawahan yang menyebalkan. Namun, Daniella juga tidak bisa menutup mata jika Ella adalah desainer berbakat.
***
"K-kau tidak istirahat, Peony?"
Peony menoleh sekilas pada Zora yang akan sedang mengambil sampah-sampah di ruangan tim BS untuk dibuang ke pusat sampah gedung ini. Setelah makan siang bersama dua hari berturut-turut, Zora terlihat sedikit terbuka padanya.
Peony menggeleng dengan senyum kecil. "Aku sedang mengerjakan sketsa. Waktunya hanya tersisa dua hari lagi, Zora." Peony menghela napas lelah. Menyandarkan tubuh pada sandaran kursi. Ia mengusap wajah. Tidak bisa dipungkiri jika Peony merasa tertekan setiap kali mengingat deadline.
Zora terdiam. Menatap Peony sendu.
“Kau tidak makan siang, Zora?”
Zora tersentak saat kembali mendengar suara Peony. Ia bergerak gelisah. Membuat Peony mengernyit heran.“Kau kenapa?” tanya Peony cemas.
Zora segera menggeleng. “T-tidak. Aku… aku permisi, Peony. Tugasku… sudah selesai,” gugup Zora. Setelah mengatakan itu, Zora berlalu begitu saja dari hadapan Peony.
“Kau baik-baik saja kan, Zora?”
Zora menghentikan langkah tepat di depan pintu ruangan. Tak lama, ia mengangguk, dan benar-benar berlalu dari hadapan Peony.
“Ada apa dengannya? Apakah dia sakit? Mengapa dia terlihat gelisah?” Monolog Peony. Matanya menatap lurus tempat di mana tadi Zora berada.
Tak lama, Peony menggeleng. Bukankah Zora memang seperti itu?
Peony kembali mengalihkan pandangan ke arah kertas sketsa di depannya. Ia mengusap wajah frustrasi. Tak ada yang salah dengan desain yang hampir selesai dibuatnya, tapi Peony merasa tidak memiliki keterikatan dengan sketsa tersebut. Mungkinkah karena dibuat dengan terburu-buru?
***
Peony berusaha menjernihkan pikiran. Menarik dan membuang napas panjang berkali-kali. Mencoba menggali ide di kepalanya untuk mengerjakan desain baru. Peony merasa desain yang sebelumnya kurang memiliki nyawa. Walaupun dongkol setengah mati jika mengingat buku sketsanya, tapi Peony tidak ingin menyiakan kesempatan bahwa bisa saja desain pakaian yang ia buat menjadi salah satu desain pakaian brand Beautiful Summer tahun ini. Deadline masih ada dua hari lagi, bukan? Eugh! Kepalanya kembali nyeri. Sebenarnya bisa saja Peony membuat desain pakaian mirip seperti desainnya yang hilang menggunakan sisa-sisa ingatan, tapi sudah pasti rasanya tak sama. Desain pertama sudah pasti yang terbaik. Lagi pula, Peony tidak ingin sakit hati berlarut jika melihat desain yang sama. Peony mulai menggerakkan tangan di atas kertas sketsa saat bayangan ide mulai muncul perlahan. Tap Tap Tap Jemari Peony terhenti saat mendengar langkah kaki seseorang sedang berlari di lorong lantai ini. Telinganya menc
*FLASHBACK ON 11 TAHUN LALU* "Uh! Tubuhku..." Peony Madeline Hart, gadis berusia enam belas tahun tersebut meregangkan otot-otot yang kaku setelah bekerja paruh waktu di sebuah kedai es krim. Terik matahari musim panas menyinari wajahnya saat ia sengaja menghadap langit. Peony menghirup udara sambil merentangkan kedua tangan. Berdiri di sisi jembatan seperti ini membuat hatinya tenang. Jembatan yang ia datangi saat ini adalah salah satu jembatan indah yang ada di negaranya. Di samping kiri dan kanan jembatan terdapat taman yang biasa dikunjungi warga lokal dan turis mancanegara saat libur musim panas seperti ini. Ia menurunkan pandangan pada sungai yang berada tepat di bawah jembatan. Arus air sungai itu terlihat cukup deras saat ini. Biasanya, jika air sungai sedang tenang, banyak pengunjung yang berenang di sana. Peony tersenyum lebar menatap anak-anak kecil bermain di kolam air mancur yang berada di sisi-sisi taman. Anak-anak kecil itu terlihat semakin kecil dari kejauhan seperti
"Besok jangan datang kalau kau mau es krim gratis.” Pemuda yang sampai saat ini belum Peony ketahui namanya tersebut menghentikan gerakan tangannya yang akan menyendok es krim. Sudah satu minggu pemuda itu tidak bosan ‘memeras’ Peony karena kesalahannya. Pemuda itu selalu menjadi pengunjung pertama saat kedai baru buka. Tanpa tahu malu langsung meminta es krim pada Peony. Bukankah di awal pertemuan mereka sang pemuda mengatakan tidak menyukai es krim? Kenapa sekarang seperti kecanduan? Apa mungkin es krim di kedai ini memiliki sihir yang bisa memerangkap lidah orang agar selalu ingin menikmati? “Kenapa?” tanya sang pemuda dengan nada datar. Dan oh… jangan lupakan jika ekspresi wajahnya pun tak kalah datar. Membuat Peony ingin mencoret-coret wajah itu dengan spidol permanen. Sepertinya melukis senyuman di wajah sang pemuda boleh juga. “Aku libur.” Dahi sang pemuda mengernyit. “Ke mana?” “Apanya yang ke mana?” tanya Peony tak paham maksud sang pemuda. “Ke mana kau saat libur?” S
Srreeet! Tak! Peony tersentak saat ada yang menarik kursi di sebelahnya. Tas ransel berwarna hitam pun sudah berada di atas meja di samping meja gadis ini. Pandangan Peony berjalan dari tas, menuju pada seseorang yang baru saja duduk di sampingnya. Siapa orang yang ingin duduk di dekatnya? Selama ini tidak ada teman yang mau duduk di samping gadis miskin sepertinya. Tentu saja Peony terkejut sekaligus penasaran. Peony membelalak. “K-kau???” pekik Peony. Peony menyensor tubuh seseorang itu dari atas sampai bawah, lalu kembali menyensornya dari bawah sampai atas, sampai berhenti tepat pada wajah seseorang tersebut. Peony mengerjap beberapa kali, lalu mengusap-usap matanya. Apakah dia tidak salah lihat??? Seseorang itu… bukankah dia adalah si ‘pemeras’??? Mengapa bisa pemuda es krim itu ada di sekolahnya? Seingat Peony, ia tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya di sekolah ini. Apakah sang pemuda adalah anak baru? Kenapa bisa?? Bolehkah Peony berteriak kesal? Pasalnya, baru s
Peony memantul-mantulkan bola basket ke lantai dengan mata sesekali mengawasi Kheil yang berdiri tak jauh darinya. Pemuda itu pun melakukan hal yang sama dengannya. Murid-murid lainnya juga membawa bola basket masing-masing di tangan untuk melakukan pemanasan sebelum pelajaran dimulai. Saat ini mereka sedang berada di dalam lapangan indoor sekolah untuk mengikuti pelajaran jasmani. Peony kembali mengawasi Kheil. Bukan tanpa alasan Peony melakukan hal itu. Pasalnya, Peony merasa Kheil selalu ada di mana pun Peony berada. Setiap mata pelajaran yang Peony ikuti, Kheil juga selalu ada di sana. Bahkan sudah dua minggu ini Peony harus rela berbagi bekal dengan Kheil. Peony pikir, setelah selesai ‘diperas’ di kedai es krim, ‘hutang’nya sudah lunas. Awalnya Peony tidak masalah berbagi dengan Kheil jika pemuda itu berasal dari keluarga sederhana sepertinya. Apalagi Peony sadar pernah menghilangkan benda kesayangan yang kemungkinan kecil akan kembali didapat Kheil. Namun setelah mengetahui
“APA ADA ORANG YANG MENDENGARKU?!” Peony memukul-mukul pintu kamar mandi yang terkunci. Mungkin sudah setengah jam ia terkunci di sini, di dalam kamar mandi yang berada di ujung lantai dua sekolahnya. Kamar mandi ini termasuk kamar mandi yang jarang digunakan. Mengalami kejadian seperti ini bukan kali pertama bagi Peony. Teman-teman seangkatannya tak pernah bosan membullynya. Apakah bagi mereka menjadi miskin adalah kesalahan? “Huft…” Peony menyandarkan punggung pada pintu saat merasa tangannya lelah. Ia menatap langit ruangan yang memiliki bilik-bilik kecil tersebut, lalu menatap wajahnya dari pantulan cermin di atas wastafel. Rambutnya terlihat basah dan lengket karena minuman soda yang tadi sengaja disiramkan Angel dan para dayang-dayangnya. “Summer!” Deg! Peony menegakkan tubuh. Suara itu… dan panggilan itu… Suara itu milik Kheil! Ya, Kheil Abraham Leight. Si anak murid yang baru masuk dua bulan di sekolahnya itu bisa dikatakan adalah teman satu-satunya yang Peony punya di
“Kau tidak apa-apa, Kheil?” tanya Peony cemas. Kheil membalas dengan gumaman. Kepalanya ia kubur di atas kedua tangan yang terlipat di atas meja. Saat akan pulang, Kheil mengeluh sakit perut. Pemuda itu meminta Peony menemaninya sejenak di dalam kelas. Murid-murid lain sudah pulang lebih dulu. Ketika Peony menyarankan Kheil ke klinik sekolah, pemuda itu menolak. Kheil mengatakan hanya butuh waktu sebentar untuk beristirahat. Peony yang tak tega melihat Kheil seperti itu, berinisiatif memegang perut sang pemuda. “Apakah perutmu kram—” “A-apa yang kau lakukan???” Peony mengerjap saat Kheil tiba-tiba bangkit dari duduknya sambil menatap ngeri tangan Peony yang menggantung. “Aku… hanya ingin membantumu.” “B-bantu apa maksudmu?” tanya Kheil kesal setengah… gugup? Kenapa Kheil gugup? Peony juga tak paham kenapa Kheil terlihat kesal. “Apakah kau merasakan perutmu kram? Jika iya, aku hanya ingin membantu mengusap-usapnya di bagian yang kram. Saat sedang dalam masa period, aku sering m
“Maksudmu cinta antara pasangan? Seperti cinta ibu pada ayahku?” Kheil hanya balas dengan gumaman malas. Peony terkekeh. “Aku ingin setuju ucapanmu, tapi aku tidak bisa. Aku bukan ibuku atau orang yang pernah menjalin tali kasih. Aku juga tidak akan menyalahkan ibu atas cintanya yang begitu besar pada ayah. Aku tidak cemburu. Ibu jauh lebih lama mengenal Ayah daripada diriku. Seperti yang aku katakan tadi, tidak pernah satu kali pun aku melihat mereka bertengkar. Ayah selalu bersikap mesra pada ibu. Mungkin hal itu juga yang membuat Ibu merasa kehilangan sampai saat ini. Jadi aku tidak ingin mengejek orang yang jatuh cinta. Apalagi mengatai mereka bodoh atau sejenisnya.” Kheil tidak menjawab. “Kheil, apakah… em… a-apakah kau benci ‘cinta’ karena perpisahan orang tuamu?” tanya Peony hati-hati. Takut jika Kheil akan kembali tersinggung seperti tadi. “Hm. Apa yang mereka perlihatkan padaku cukup membuatku percaya jika rasa cinta tidak ada yang abadi. Aku tidak menyinggung cinta kedua