Peony berusaha menjernihkan pikiran. Menarik dan membuang napas panjang berkali-kali. Mencoba menggali ide di kepalanya untuk mengerjakan desain baru. Peony merasa desain yang sebelumnya kurang memiliki nyawa.
Walaupun dongkol setengah mati jika mengingat buku sketsanya, tapi Peony tidak ingin menyiakan kesempatan bahwa bisa saja desain pakaian yang ia buat menjadi salah satu desain pakaian brand Beautiful Summer tahun ini.
Deadline masih ada dua hari lagi, bukan?
Eugh! Kepalanya kembali nyeri. Sebenarnya bisa saja Peony membuat desain pakaian mirip seperti desainnya yang hilang menggunakan sisa-sisa ingatan, tapi sudah pasti rasanya tak sama. Desain pertama sudah pasti yang terbaik. Lagi pula, Peony tidak ingin sakit hati berlarut jika melihat desain yang sama.
Peony mulai menggerakkan tangan di atas kertas sketsa saat bayangan ide mulai muncul perlahan.
Tap
Tap
Tap
Jemari Peony terhenti saat mendengar langkah kaki seseorang sedang berlari di lorong lantai ini. Telinganya mencoba memasang pendengaran dengan baik.
Peony diam beberapa saat. Ia mengernyit saat tak mendengar suara apapun. Peony mengedikkan bahu. Mungkin ia salah dengar. Peony kembali fokus mengerjakan sketsa desainnya.
Tap
Tap
Tap
Namun, baru beberapa saat menarik garis-garis di kertas, Peony kembali mendengar suara itu. Ia kembali menghentikan pergerakan tangan, dan kembali memasang telinga baik-baik.
Peony mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Beberapa tempat dari meja kerja rekan-rekannya sudah gelap. Hanya ada dia di ruangan besar ini. Semua orang sudah pulang lebih dari satu jam yang lalu, karena jam kerja sudah berakhir.
Matanya mengerjap. Jantungnya berdetak kencang.
Itu suara langkah kaki siapa?
"Hantu??"
Peony menggeleng.
"Tidak! Tidak mungkin!"
Lima bulan sudah ia bekerja di sini. Selama itu pula tak pernah Peony menemukan kejanggalan.
Apakah karena suasana yang sepi, sehingga telinganya terlalu peka bahkan untuk mendengar suara angin?
Peony mengangguk. Ya, mungkin yang ia dengar tadi hanyalah suara angin.
Peony kembali berkonsentrasi. Walaupun jujur saja bulu kuduknya sedikit merinding. Tidak! Dia tidak boleh kalah dengan pikiran anehnya. Namun, belum sempat tangan itu menari di atas kertas, tiba-tiba derap langkah kaki itu semakin mendekat.
Peony refleks berdiri. Dia jadi yakin jika pikirannya tidak aneh! Itu benar suara langkah kaki.
Brak!
"Astaga!" pekik Peony saat kali ini bukan langkah kaki, tapi suara pintu ruangan yang terbuka dengan kasar.
Tap
Tap
Tap
Peony terbengong di tempat. Matanya menatap sosok mungil gadis cilik kira-kira berusia lima atau enam tahun berlari menyusuri meja-meja yang ada di ruangan ini. Beberapa kali sang gadis hilang dari balik meja-meja kerja rekan Peony, lalu kembali terlihat. Napasnya terengah dengan senyum lebar.
Peony mengernyit. Apakah gadis itu adalah manusia? Atau…
"Di mana aku harus bersembunyi?"
Mata gadis cilik itu dan Peony bertemu. Mereka saling diam dan tatap. Peony terpesona dengan wajah lucu sang gadis. Matanya mengerjap. Sepertinya gadis itu bukan manusia, tapi malaikat. Wajahnya terlalu lucu dan menggemaskan.
Siapapun orang tua sang gadis, pasti setiap harinya akan dibuat gemas dan tak ingin berpisah dari gadis tersebut.
Tiba-tiba sebuah ide desain muncul di kepala. Senyum Peony perlahan terbit. Sepertinya boleh juga membuat pakaian keluarga untuk musim panas. Bukankah orang-orang akan banyak berlibur bersama keluarga mereka? Lagipula BEAUTIFUL SUMMER tidak pernah memiliki konsep seperti ini.
Bukankah ini ide brilian? Bahkan Peony sudah memiliki gambaran pakaian motif es krim di kepalanya.
Peony tersadar dari lamunan saat melihat sang gadis tersenyum lebar sambil berlari ke arahnya. Meja kerja Peony yang berada di pojok ruangan. Senyum semakin lebar tersungging dari bibir mungil itu.
"Miss, bolehkan aku bersembunyi di kolong mejamu?" tanya sang gadis sambil menunjuk ruang kosong yang ada di bawah meja.
"Bersembunyi??"
Sang gadis mengangguk mantap.
"Tapi... kenapa kau harus bersembunyi?"
"Monster Ab mengejarku."
"Apa?"
"Monst—" Sang gadis terdiam saat derap langkah kaki terdengar. Jika tadi Peony mendengar suara berlari yang Peony yakini ulah si gadis, kini yang terdengar suara langkah kaki perlahan, tapi terdengar tegas. Suara itu semakin mendekat.
"Tidak ada waktu lagi!" Sang gadis menerobos tubuh Peony, lalu dengan lincah menunduk untuk masuk ke dalam kolong meja. Membuat Peony tersentak. Peony mengerjap masih dengan kebingungan yang menjadi.
"Miss, ikutlah bersembunyi bersamaku kalau kau tidak mau pipimu digigit Monster Ab," bisik sang gadis kencang.
"A-apa??? A-aku??"
"Uhm..." Sang gadis mengangguk. "Pipimu merah seperti tomat. Sama seperti pipiku. Monster Ab sangat menyukai pipi yang merah."
Deg!
Peony melihat pipi sang gadis yang terlihat chubby dan memerah alami. Persis seperti pipinya.
Sekelebat bayang masa lalu muncul di ingatan Peony.
Pipi semerah tomat?
"Kheil!!! Kenapa kau menggigit pipiku?!"
"Kupikir pipimu itu tomat."
"Kau, sialan! Pipiku bukan tomat!"
Peony terkesiap saat merasakan tarikan di jemarinya.
Walaupun di kepalanya banyak pertanyaan, tapi Peony mengikuti keinginan gadis cilik ini. Ia masuk ke dalam kolong meja, duduk bersisian dengan sang gadis. Gadis cilik itu duduk dengan menekuk kaki, lalu kedua tangan memeluk kakinya sendiri. Sementara Peony menumpukan berat tubuhnya pada lutut yang sudah menempel pada lantai. Kedua tangan Peony pun sudah berada di lantai untuk menumpu berat tubuhnya.
"Princess Livy!"
Suara berat dan serak terdengar seiring langkah kaki yang masuk ke dalam ruangan.
Jantung Peony terpacu dahsyat saat mendengar suara berat dan serak itu. Suara itu terdengar sangat seksi dan menggoda dan… familiar?
"Aku tahu kau bersembunyi di sini. Apakah kau ingin keluar sendiri, atau aku yang akan menemukanmu?"
Sang gadis yang berada di samping Peony terkikik geli.
"Cari aku kalau bisa, Monster Ab!" teriak polos sang gadis. Hal itu mampu membuat Peony membelalak.
Peony menepuk dahi. Gadis di sampingnya ini adalah sosok nyata anak kecil polos yang menggemaskan.
Peony yakin 'Monster Ab' yang dimaksud sang gadis adalah pria yang baru saja mengeluarkan ancaman yang Peony yakini tidak main-main.
"Ya Tuhan... Di mana aku harus mencarimu? Mengapa kau sangat pintar bersembunyi, Princess L?"
Cekikikan kembali keluar dari mulut gadis cilik yang dapat dipastikan bernama Princess L.
"Tentu saja karena aku sangat hebat. Kau harus mengaku kalah, Monster Ab!" sahut sang gadis cilik kembali.
Peony menghela napas pasrah. Senyum geli tersungging dari bibirnya. Sudah pasti si ‘Monster Ab’ itu mengetahui keberadaan sang Princess L jika gadis cilik ini terus saja bersuara.
"Tidak! Aku tidak akan mengaku kalah. Aku akan berusaha menemukanmu. Jika kau kutemukan, aku akan menggigit pipi tomatmu itu."
Deg!
Jantung Peony kembali terpacu cepat.
Apakah kebanyakan pria suka memanggil pipi wanita dengan pipi tomat?
"Cari saja kalau bisa. Wleee..."
Peony menutup mulut. Berusaha menahan tawa saat sang gadis justru menjulurkan lidah meledek. Seolah sosok Monster Ab ada di depannya.
Dasar bocah.
Tap
Tap
Tap
Peony menahan napas tanpa sadar saat mendengar suara langkah kaki yang mendekati meja kerjanya.
Tap
Tap
Peony menelan saliva susah payah saat sepasang pantofel sudah berada di depannya. Kaki seseorang yang Peony yakini adalah si Monster Ab, menjulang tinggi tepat di depannya.
Jantung Peony semakin bertalu kencang. Ia tak mengerti pada reaksi tubuhnya. Mengapa seolah yang dicari si Monster Ab adalah dirinya?
Sementara itu, gadis cilik di samping Peony semakin merapatkan tubuh pada kolong meja. Berusaha menyembunyikan diri lebih dalam lagi walaupun mustahil.
Monster Ab di depan mereka ini hanya tinggal menunduk, dan... gocha! Mereka akan ditemukan.
"Di mana kau, Princess L?" tanya suara berat itu lagi.
Tawa cekikikan kembali keluar dari mulut sang gadis cilik.
"Ketemu kau!"
Tubuh Peony menegang saat sang Monster Ab tiba-tiba menunduk yang mengejutkannya. Sepersekian detik, Peony mengerjap melihat pahatan sempurna tepat di depan mata. Alih-alih melihat monster menyeramkan, Peony justru menemukan sesosok pria tampan dengan bola mata hitam legam, rahang tegas, serta bibir merah yang tipis.
Peony membelalak.
Tidak!
Tidak!
Tidak mungkin si Monster Ab adalah...
Kheil Abraham Leight?!
Peony mengusap mata. Berharap matanya salah. Namun saat kembali menatap pria itu... tubuh Peony lemas seketika.
Dia tak salah lihat. Pria itu benar-benar Kheil. Pria yang dilihatnya di majalah beberapa hari lalu, dan pria yang sama yang sepuluh tahun lalu memporak-porandakan harga dirinya.
Seketika, satu per satu kenangan bersama Kheil muncul di ingatan.
***
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.