Shouhei tidak menjawab langsung pertanyaan Adnan, dan ketika dia baru saja hendak membuka mulut, Risa segera maju menengahi kedua pria tersebut. “Ayana ada di sini! Mungkin Shouhei tidak mau sampai kamu marah gara-gara perbuatannya yang sangat mengejutkan itu!” Mata Adnan menyipit ketika mendengar cara bicara Risa yang terdengar sangat akrab. Apakah dia sudah tidak mau berpura-pura menyembunyikan perasaannya lagi dengan cara melindunginya seperti ini? Ataukah dia hanya tidak sadar saja dengan ucapannya sekarang? Adnan berusaha terlihat tenang, tersenyum dingin dengan kacamata berkilat sama dinginnya. “Oh, begitu. Jangan cemas, Tuan Shiraishi. Saya tidak akan menyalahkan Ayana. Sebaliknya, saya akan berterima kasih dengan perbuatan cerobohnya itu. Sekalipun dia sangat ikut campur dengan masalah pribadi orang lain, dan membuatku kesal karena sudah mengusik tunanganku. Seperti kataku tadi, aku dan Risa akan mengumumkan pertunangan kami berdua secara resmi ke publik agar bisa menjernih
“Apa maksudmu?” tanya Shouhei geram ketika sudah berada di ruangan lain bersama Ayana. Wanita dengan wajah manis dan cantik itu tampak pucat dan keringat dingin, tapi senyumnya masih berusaha terlihat selebar mungkin. “I-itu... mungkin ini adalah cara yang paling efektif. Bukankah kabar mengenai pertunangan kita sudah sampai ke telinga Aihara? Dia pasti tidak akan mencurigai apa pun kalau saat ini kita membiarkan saja hubungan Risa dan Adnan. Dengan begitu, kamu tidak perlu mencemaskan apa pun saat rencana kita berjalan sampai akhir, kan?” bujuk Ayana dengan bibir gemetar gugup, karena tahu perbuatannya mengunggah foto Risa dan kakaknya adalah sebuah kesalahatan fatal, meski dia masih tidak mengerti kenapa harus seperti itu. Padahal, Risa dan Adnan sebentar lagi juga akan mengadakan pernikahan di hadapan banyak orang. Hanya masalah waktu saja sampai semua orang akan mengetahuinya. Shouhei tidak bisa membantah logika Ayana, tapi di sisi lain dia juga terjebak dengan situasi yang ada.
Kedua wartawan tadi akhirnya berlalu dari sana, dan membuat Risa yang menyadari situasi menegangkan itu menghela napas berat dalam pelukan Shouhei. “Risa Abdullah, kamu tidak bisa pergi dariku. Bagaimana bisa kamu berkata akan resign kalau perjanjian di antara kita lebih kuat daripada pernikahan mana pun? Jangan ulangi lagi,” sindir Shouhei dingin, tersenyum licik sangat tampan seraya mengelus sudut bibir Risa dengan sangat lembut. Risa memuram pucat mendengar ancaman darinya. Benar juga. Dia hampir lupa dengan jeratan kontrak sialan itu! Bagaimana dia bisa membayar semua hutangnya tanpa memberitahu Adnan dan keluarganya? Apalagi ada syarat tidak masuk akal di dalamnya? Seketika saja hawa dingin menusuknya dari segala arah. Tega sekali dia mengungkitnya saat ini! Sekalipun Shouhei adalah pria yang sangat dicintainya, tapi dia adalah pria berbahaya yang menakutkan. Jika dia sedang baik, maka akan sangat baik kepadanya. Kalau sebaliknya...? Memikirkannya saja, Risa tidak berani sa
Risa Abdullah sebenarnya tidak ingin datang ke tempat kerja hari ini, tapi menurut saran Adnan ketika mereka makan bersama kemarin, sebaiknya dia menjelaskan banyak hal kepada rekan kerjanya daripada menghindar terus-menerus. “Hari ini aku akan melapaskanmu atas belas kasihku. Tapi, mulai besok, kamu harus lebih patuh kepadaku.” Helaan napas Risa terdengar berat ketika kakinya melangkah menyusuri trotoar menuju gedung tinggi di depannya. Dia teringat kalimat ancaman super dingin dari Shouhei melalui sambungan telepon. Tepat ketika Risa sudah berada di mobil Adnan usai mereka berempat berpisah dari tempat mereka makan bersama. “Oh, Tuhan... aku tidak mau terlihat di mana pun. Kakiku rasanya berat sekali,” keluhnya dengan wajah muram dan lesu, merasa mulai sesak napas jika harus berhadapan dengan rekan kerjanya di ruangan yang sama. Dia pasti akan mendapat berbagai macam pertanyaan tanpa henti. Hal yang paling ingin dihindarinya adalah Bu Sari. Wanita itu pasti akan menempel kepadan
#WARNING RATE 21 + (MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA!) .............. “Ma-maaf... maafkan aku...” isak Risa dengan rasa bersalah memenuhi wajahnya. Shouhei yang baru saja mendapat perawatan di tangannya yang terkena gunting tajam, akhirnya hanya meliriknya dingin dan tidak mengatakan apa-apa. Sebenarnya dia tidak mau membuat Risa merasa terbebani, tapi bukankah ini bagus? “Ke-kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu?” tanya Risa gugup. Sekarang, mereka berada di kantin rumah sakit. Keduanya duduk saling berhadapan. “Aku harus berkata apa? Aku terluka di sini. Berusaha menepati janjiku untuk membuatmu percaya kepadaku, tapi apa yang kamu lakukan?” “Sho-Shouhei...” gugup Risa dengan wajah memelas tak berdaya. Benar. Shouhei mencoba mengajaknya menikah mendadak. Tapi, bukan menikah dengan cara seperti itu yang dia inginkan. Di negara mereka memang tidak dilarang memiliki lebih dari satu istri. Tapi, yang dilarang itu adalah memiliki suami lebih dari satu. Namun, jika ben
Sabtu keesokan harinya, Risa Abdullah merasa dongkol karena Ayana Diandra Wiratama datang ke kantor mereka dengan wajah sok perhatian dan memelas sedih. Tentu saja karena dia melihat tangan Shouhei yang terluka. “Hei, mereka benar-benar romantis, ya?” puji Vera yang mengintip melalui kaca jendela ruang kerja Shouhei. Risa Abdullah yang duduk di meja sekretaris juga menatap ke arah jendela di mana kedua orang itu terlihat berinteraksi sangat akrab. Mulut Risa dimajukan kesal. Kemarin, dia baru saja melakukan adegan panas di kamar pribadi pria itu yang ada di ruang kerjanya. Tapi, keesokan harinya, dia malah bersama wanita lain? Risa yang sedang memegang polpen di tangan kanan, sadar atau tidak nyaris saja mematahkannya menjadi dua! “Aku dengar kalau pernikahan mereka juga akan diadakan bulan ini. Apa menurutmu semua orang akan diundang?” tanya Vera cepat, melirik Risa penasaran. Sejujurnya, dia ingin melihat reaksi Risa terkait hubungan kedua orang tersebut, tapi ekspresinya malah
Risa Abdullah kehilangan kata-kata. Setelah berpikir dia bisa memisahkan diri dari dua makhluk yang paling ingin dihindarinya di dunia ini, ternyata malah bertemu juga dalam waktu dekat. Ya. Dia sekarang satu meja dengan Shouhei dan Ayana! Bagaimana bisa seperti itu? Mari kita mundur beberapa menit sebelumnya! “Bagaimana kalau kita makan di sana saja? Aku dengar kalau daging panggangnya adalah yang terbaik!” seru Bu Sari yang sibuk menyetir sendirian. Vera yang duduk di sebelahnya hanya bisa tersenyum cengengesan dengan air liur hampir saja jatuh dari mulutnya! “Bagaimana, Risa? Kamu mau, tidak?” tanya Vera seraya menghapus air liur di sudut bibirnya. Risa Abdullah duduk di kursi belakang bersama Aisyah Giandra, rekan kerja yang dulu sempat membuat masalah dengannya. “Entahlah. Terserah saja. Aku tidak peduli kita makan di mana. Aku hanya ingin segera makan saja saat ini,” balasnya acuh tak acuh, bertopang dagu di tepi jendela mobil sambil setengah melamun. Icha yang mendengarn
Bu Sari melirik dengan senyum curiga malu-malu, dan segera memberi kode mata ke arah Icha. Wanita muda itu tahu maksudnya, tapi dia sungguh tidak mau lagi setelah kejadian terakhir kali. Dia bahkan sudah gugup jika harus bertemu bos mereka seperti sekarang. Karena tidak mau terlibat lagi, Icha pura-pura menikmati makanannya dengan sangat gembira. “Wuah! Makanan ini sangat enak! Aku sungguh jarang makan makanan Jepang begini! Terima kasih atas traktirannya! Saya tidak akan malu-malu memakannya. Sayang kalau makanan sebanyak ini tidak habis, kan?” Suara Icha yang sangat penuh antusias itu begitu heboh hingga tidak hanya membuat Bu Sari jengkel, tapi juga membuat suasana antara Risa dan Shouhei akhirnya mulai berangsur-angsur normal. Ayana yang tertawa senang mengomentarinya gembira. “Syukurlah kamu senang. Makan saja yang banyak. Kalau perlu, nanti aku akan memesankan semua orang untuk dibawa pulang.” Vera yang mendengar itu seketika ikut-ikutan bersemangat. “Wuah! Aku juga tidak aka