Pemotretan akhirnya selesai setelah jam menunjukkan pukul 18.35. Semua anggota tim segera membereskan perlengkapan dengan hati lega. Ada yang bersenandung riang sambil bersiul, ada pula yang asyik mengobrol satu sama lain. Kedua tangan mereka tentu saja tidak lepas dari kesibukan masing-masing. Di sebuah kafe tak jauh dari tempat pemotretan wedding venue. “Bagaimana? Bagus, kan?” Clara tampak puas dengan hasil tangkapan fotonya, menatap penuh minat dua orang yang menjadi modelnya hari ini. Ketiganya duduk di sebuah meja set kayu dengan payung pantai terbuka di bagian atas. Dari jauh, James melambaikan tangan dengan wajah tampannya, sedikit bloon dan cengengesan. Shouhei meliriknya sejenak, lalu diabaikan. Kembali fokus kepada Risa di sebelahnya yang sibuk mengamati foto-foto pre-wedding di layar laptop Clara. “Tolong beri tahu aku foto-foto mana saja yang menurutmu bagus. Nanti aku akan menyortirnya lagi agar bisa menjadi foto yang pantas untuk dipajang.” Clara mendekatkan tubuh
“Kita akan segera menikah bulan depan,” balas Shouhei tegas, wajah sangat serius, tapi ada kesan lucu dari sikapnya. Sudut mulut Risa berkedut kesal, salah tingkah dan serba salah, seketika saja merasa K.O karena tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapinya. Suka-suka dialah kalau begitu. Capek! Terserah mau bicara apa! Risa muak mendengar hal tidak masuk akal yang sama terus darinya! Wanita ini akhirnya mengalah, ikut bersandar dengan tangan mereka berdua masih saling terjalin di salah satu pegangan kursi. Keduanya menatap ke arah yang sama, melihat anggota tim mereka sibuk tertawa dan bercanda di kejauhan sana. ‘Dipikir-pikir, tidak buruk juga seperti ini,’ batin Risa yang menyadari betapa tenang dan damainya duduk bersama Shouhei di sebelahnya. Tidak melakukan apa-apa selain hanya berpegang tangan dan diam membisu, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beberapa saat kemudian, sebuah flash menimpa tubuh keduanya yang tidak sadar ketiduran di meja tersebut. Dengan wajah bant
Clara sangat dewasa dan begitu profesional. Walaupun sempat galak di saat bekerja, tapi tata kramanya benar-benar membuat orang iri dan sungkan di saat yang sama. “Ambil saja semuanya, biar tidak perlu beli ke apotek lagi.” “Terima kasih,” balas Risa tersenyum gugup, menerima obat tersebut yang berada di dalam botol putih tanpa ada label apa pun. Risa langsung meminum 1 tablet obat itu tanpa ragu. “Kamu tidak curiga obat apa itu? Langsung meminumnya? Bagaimana kalau itu adalah obat perangsang yang kuberikan dengan niat buruk?” goda Clara dengan tatapan jahil. Senyum dingin dan liciknya tertarik penuh minat. Kontan saja Risa tersedak air hingga terbatuk-batuk. Wajah menggelap suram. Clara lalu terbahak keras, membuat beberapa kru spontan berbalik ke arah mereka dengan tatapan penuh tanda tanya. “Abaikan saja. Hanya perbincangan kecil,” terangnya pelan, melambaikan tangan di udara dengan gerakan anggun bak seorang nyonya besar. Para kru lalu mengabaikan mereka sesuai perintah. To
Setibanya di kamar mewah mereka, Risa Abdullah telah bersiap-siap untuk tidur di kasur empuk yang menggoda. Dia telah membersihkan diri dengan sabun yang sangat harum dan segar. Namun, baru saja ingin melemparkan diri ke kasur, pintunya diketuk dari luar. Mata wanita ini tiba-tiba mendatar sebal, merajuk bak anak kecil. Siapa lagi yang akan datang ke kamarnya malam-malam begini di ruangan Presidential Suite kalau bukan bos anehnya itu? Risa yang sedang memakai jubah mandi berdiri dalam pose miring sambil bersedekap bertopang dagu, menatap penuh pertimbangan ke arah pintu di depannya. Buka atau tidak? Kalau hanya sekedar mengganggunya, dia benar-benar malas meladeninya! Dipikir-pikir, bosnya itu mirip sekali dengan anak kecil yang kurang perhatian! Harus bagaimana dia menghadapinya sekarang? Rasa takut Risa tergusur oleh sikap kesalnya terhadap Shouhei. Bagaimanapun, kesabaran seorang manusia ada batasnya, kan? Begitu juga dengan ketakutannya! Dia muak dengan sikap mesum-mesum
Setelah selesai bersiap-siap untuk acara jalan-jalan keliling kota yang disponsori oleh James, Risa Abdullah kini berdiri di depan dinding kaca yang telah ditutupi dengan kain seadanya. Dia masih tidak percaya! Wanita yang memakai gaun hijau tosca gelap ini tergagap dengan wajah pucat. Untuk kesekian kalinya kehilangan kata-kata dengan perbuatan Shouhei. Dia masih sulit mencerna dengan apa yang didengarnya sebelum bos galaknya keluar kamar. “Aku mengira kamu tenggelam lagi di jacuzzi gara-gara kelelahan, rupanya hanya tidur seperti sapi.” Risa gemetar dari ujung kaki hingga kepala, teringat perkataan lelucon tidak lucu Clara kepadanya mengenai obat perangsang. Seandainya benar malam tadi dia memberinya obat perangsang, dan dihadapkan dengan sikap agresif bosnya, maka bukan hanya sekedar tidur bersama dalam keadaan tubuh masih tertutupi pakaian yang akan didapatinya saat membuka mata di pagi hari! Suara ketukan di depan pintu terdengar keras. “Sudah siap?” tanya Shouhei dengan su
Risa Abdullah tidak menyangka hari ini akan menjalani kegiatan tur sekaligus double date bersama pria yang terlibat rumor parah dengannya di kantor. Untung saja saat ini sudah tidak ada tim pemotretan mereka selain Clara tentu saja. “Bagaimana? Apakah cocok dengan seleramu?” tanya Shouhei yang duduk di depannya pada sebuah meja sederhana di warung pinggir jalan. “Eng... yah... cocok, Pak bos...” jawab Risa dengan wajah dipaksakan penuh senyum. Mata wanita ini menatap kentang goreng yang sedang dipegangnya, sebelah keningnya berkedut kesal. Kentang goreng lagi? Dia memang suka kentang goreng. Tapi, lama-lama diperlakukan seperti ini oleh bosnya, tiba-tiba saja dia menjadi muak dan benci dengan kentang goreng! Wajah tampan itu langsung menjadi kelam. “Shouhei. Panggil aku Shouhei. Apa susahnya itu?” “Benar. Kita tidak sedang bekerja. Santai saja,” timpal Clara usil. “Jadi, Risa, kamu sangat suka dengan kentang goreng?” goda istri James lagi, duduk tepat di sebelahnya, tersenyum
Kegiatan melihat lukisan di tempat itu berlangsung cukup singkat. Pada dasarnya, Risa tidak suka dengan hal-hal berbau seni. Jadi, tidak banyak lukisan di sana yang mampu menarik perhatiannya, kecuali sebuah lukisan pemandangan berupa sawah menguning indah dan berkilau layaknya emas di sore hari. “Kamu suka lukisan ini?” tanya Shouhei yang muncul tiba-tiba di sebelahnya. Sosok tampan itu berdiri tegak dengan kedua tangan berada di saku, melihat ke arah yang sama. Risa menoleh ke arahnya, sedikit bingung kenapa pria itu bisa menebaknya dengan tepat. Apakah ini hanya godaan lain darinya? “Pasti berpikir kenapa aku bisa menebaknya dengan benar, kan?” Shouhei tersenyum jahil, tapi masih ada kesan dingin dan dewasa darinya. Jantung Risa berdegup aneh, sedikit merasa tak nyaman melihat wajah tampan itu tersenyum begitu indah. ‘Jantung! Jangan macam-macam!’ Peringatnya kepada diri sendiri, merasa sedikit gugup. “Lihatlah wajahmu itu, sangat bingung. Jelas-jelas berpikir kenapa aku bis
Keempat orang itu menaiki bis menuju stasiun utama safari, tempat awal mula untuk memulai semua perjalanan seru mereka hari ini. Di sebelah Risa, sudah jelas yang duduk adalah sang bos galak. Pakaian mereka yang berwarna senada, membuat beberapa mata melirik mereka berkali-kali. Satunya tampan, satunya cantik. Bagaimana bisa tidak menarik perhatian? Apalagi pasangan di depan mereka lebih heboh daripada bangku Risa yang hanya diam saja. Sudah seperti sebuah patung pasangan. “Lihat! Ini adalah alam yang sangat alami! Seharusnya lebih banyak manusia untuk melindungi dan menjaga kelestarian lingkungan! Bukankah udaranya sangat segar?” ucap James dengan wajah senyum-senyum bodohnya, duduk di dekat jendela sambil mendempetkan sebelah pipinya senang bak anak kecil pada jendela kaca mobil. Tingkah konyol ini membuat wajah tampan keturunan bule itu menjadi sediki konyol dan lucu. “Kamu jangan bikin malu! Hentikan itu!” bisik Clara galak, sudah mau meledak dengan aksi konyol sang suami, ma