Clara sangat dewasa dan begitu profesional. Walaupun sempat galak di saat bekerja, tapi tata kramanya benar-benar membuat orang iri dan sungkan di saat yang sama. “Ambil saja semuanya, biar tidak perlu beli ke apotek lagi.” “Terima kasih,” balas Risa tersenyum gugup, menerima obat tersebut yang berada di dalam botol putih tanpa ada label apa pun. Risa langsung meminum 1 tablet obat itu tanpa ragu. “Kamu tidak curiga obat apa itu? Langsung meminumnya? Bagaimana kalau itu adalah obat perangsang yang kuberikan dengan niat buruk?” goda Clara dengan tatapan jahil. Senyum dingin dan liciknya tertarik penuh minat. Kontan saja Risa tersedak air hingga terbatuk-batuk. Wajah menggelap suram. Clara lalu terbahak keras, membuat beberapa kru spontan berbalik ke arah mereka dengan tatapan penuh tanda tanya. “Abaikan saja. Hanya perbincangan kecil,” terangnya pelan, melambaikan tangan di udara dengan gerakan anggun bak seorang nyonya besar. Para kru lalu mengabaikan mereka sesuai perintah. To
Setibanya di kamar mewah mereka, Risa Abdullah telah bersiap-siap untuk tidur di kasur empuk yang menggoda. Dia telah membersihkan diri dengan sabun yang sangat harum dan segar. Namun, baru saja ingin melemparkan diri ke kasur, pintunya diketuk dari luar. Mata wanita ini tiba-tiba mendatar sebal, merajuk bak anak kecil. Siapa lagi yang akan datang ke kamarnya malam-malam begini di ruangan Presidential Suite kalau bukan bos anehnya itu? Risa yang sedang memakai jubah mandi berdiri dalam pose miring sambil bersedekap bertopang dagu, menatap penuh pertimbangan ke arah pintu di depannya. Buka atau tidak? Kalau hanya sekedar mengganggunya, dia benar-benar malas meladeninya! Dipikir-pikir, bosnya itu mirip sekali dengan anak kecil yang kurang perhatian! Harus bagaimana dia menghadapinya sekarang? Rasa takut Risa tergusur oleh sikap kesalnya terhadap Shouhei. Bagaimanapun, kesabaran seorang manusia ada batasnya, kan? Begitu juga dengan ketakutannya! Dia muak dengan sikap mesum-mesum
Setelah selesai bersiap-siap untuk acara jalan-jalan keliling kota yang disponsori oleh James, Risa Abdullah kini berdiri di depan dinding kaca yang telah ditutupi dengan kain seadanya. Dia masih tidak percaya! Wanita yang memakai gaun hijau tosca gelap ini tergagap dengan wajah pucat. Untuk kesekian kalinya kehilangan kata-kata dengan perbuatan Shouhei. Dia masih sulit mencerna dengan apa yang didengarnya sebelum bos galaknya keluar kamar. “Aku mengira kamu tenggelam lagi di jacuzzi gara-gara kelelahan, rupanya hanya tidur seperti sapi.” Risa gemetar dari ujung kaki hingga kepala, teringat perkataan lelucon tidak lucu Clara kepadanya mengenai obat perangsang. Seandainya benar malam tadi dia memberinya obat perangsang, dan dihadapkan dengan sikap agresif bosnya, maka bukan hanya sekedar tidur bersama dalam keadaan tubuh masih tertutupi pakaian yang akan didapatinya saat membuka mata di pagi hari! Suara ketukan di depan pintu terdengar keras. “Sudah siap?” tanya Shouhei dengan su
Risa Abdullah tidak menyangka hari ini akan menjalani kegiatan tur sekaligus double date bersama pria yang terlibat rumor parah dengannya di kantor. Untung saja saat ini sudah tidak ada tim pemotretan mereka selain Clara tentu saja. “Bagaimana? Apakah cocok dengan seleramu?” tanya Shouhei yang duduk di depannya pada sebuah meja sederhana di warung pinggir jalan. “Eng... yah... cocok, Pak bos...” jawab Risa dengan wajah dipaksakan penuh senyum. Mata wanita ini menatap kentang goreng yang sedang dipegangnya, sebelah keningnya berkedut kesal. Kentang goreng lagi? Dia memang suka kentang goreng. Tapi, lama-lama diperlakukan seperti ini oleh bosnya, tiba-tiba saja dia menjadi muak dan benci dengan kentang goreng! Wajah tampan itu langsung menjadi kelam. “Shouhei. Panggil aku Shouhei. Apa susahnya itu?” “Benar. Kita tidak sedang bekerja. Santai saja,” timpal Clara usil. “Jadi, Risa, kamu sangat suka dengan kentang goreng?” goda istri James lagi, duduk tepat di sebelahnya, tersenyum
Kegiatan melihat lukisan di tempat itu berlangsung cukup singkat. Pada dasarnya, Risa tidak suka dengan hal-hal berbau seni. Jadi, tidak banyak lukisan di sana yang mampu menarik perhatiannya, kecuali sebuah lukisan pemandangan berupa sawah menguning indah dan berkilau layaknya emas di sore hari. “Kamu suka lukisan ini?” tanya Shouhei yang muncul tiba-tiba di sebelahnya. Sosok tampan itu berdiri tegak dengan kedua tangan berada di saku, melihat ke arah yang sama. Risa menoleh ke arahnya, sedikit bingung kenapa pria itu bisa menebaknya dengan tepat. Apakah ini hanya godaan lain darinya? “Pasti berpikir kenapa aku bisa menebaknya dengan benar, kan?” Shouhei tersenyum jahil, tapi masih ada kesan dingin dan dewasa darinya. Jantung Risa berdegup aneh, sedikit merasa tak nyaman melihat wajah tampan itu tersenyum begitu indah. ‘Jantung! Jangan macam-macam!’ Peringatnya kepada diri sendiri, merasa sedikit gugup. “Lihatlah wajahmu itu, sangat bingung. Jelas-jelas berpikir kenapa aku bis
Keempat orang itu menaiki bis menuju stasiun utama safari, tempat awal mula untuk memulai semua perjalanan seru mereka hari ini. Di sebelah Risa, sudah jelas yang duduk adalah sang bos galak. Pakaian mereka yang berwarna senada, membuat beberapa mata melirik mereka berkali-kali. Satunya tampan, satunya cantik. Bagaimana bisa tidak menarik perhatian? Apalagi pasangan di depan mereka lebih heboh daripada bangku Risa yang hanya diam saja. Sudah seperti sebuah patung pasangan. “Lihat! Ini adalah alam yang sangat alami! Seharusnya lebih banyak manusia untuk melindungi dan menjaga kelestarian lingkungan! Bukankah udaranya sangat segar?” ucap James dengan wajah senyum-senyum bodohnya, duduk di dekat jendela sambil mendempetkan sebelah pipinya senang bak anak kecil pada jendela kaca mobil. Tingkah konyol ini membuat wajah tampan keturunan bule itu menjadi sediki konyol dan lucu. “Kamu jangan bikin malu! Hentikan itu!” bisik Clara galak, sudah mau meledak dengan aksi konyol sang suami, ma
Tidak jauh dari sana, seorang wisatawan wanita asing—sepertinya dari Eropa, bertanya kepada pemandu tur mereka dalam bahasa Inggris fasih. “Apa maksud perkataannya itu? Dasar raja buaya? Apa itu ucapan terima kasih di sini? Atau itu nama jenis buaya baru?” Mendengar itu, beberapa wisatawan di rombongan tersebut terlihat antusias, sangat serius sampai terlihat sangat lucu bagaikan sebuah acara komedi TV siang hari. Wanita pemandu tur berpakaian senada dengan topinya, memegang bendera rombongan itu sambil terkekeh salah tingkah. ‘Aha... ahahaha... Benar. Buaya jenis baru sepertinya. Buaya darat pemangsang wanita, buaya genit yang sangat tampan...’ batin pemandu tur ini dengan mata mendatar pasrah. Pemandu tur menjawab pertanyaan itu di dalam hati. Tapi, di luar berdehem membersihkan tenggorokannya, tiba-tiba mata dipejamkan dengan kepala ditundukkan serius, kepalan tangan kanan berada di depan mulut. “Ehem! Benar! Kadang kami berkata ucapan terima kasih yang bermakna sebaliknya, bud
Risa Abdullah kalah dengan sikap Shouhei yang memelas menyedihkan. Bagaimanapun, dia akan sangat keterlaluan jika mengabaikan pria yang sesaat dilupanya adalah bos besar di tempat kerjanya. “Apa kamu ingin membeli boneka juga?” Risa mematung hebat mendengarnya, berdiri kaku dengan wajah bodoh setengah cengengesan di sebuah pintu masuk sebuah toko souvenir. Shouhei yang berdiri di sebelahnya sambil memegangi permen kapas dan balon, menoleh ke arah pasangan seharinya—di mata Risa, status mereka seperti ini, tapi bagi Shouhei, ini hanyalah dalih untuk menaklukkan wanita itu agar mau bersamanya seharian dan tidak banyak protes. Sudut bibir Risa berkedut canggung, melirik gugup ke arahnya. Dia bukan anak kecil yang harus dibelikan boneka. Tidak cukup apa dengan balon dan permen kapas yang diberikan olehnya sekarang? Risa mendatarkan matanya sebal melihat tingkah Clara yang dipikirnya sangat dewasa dan profesional dalam bekerja, ternyata malah sibuk mengoleksi beberapa boneka hewan da