Share

Pekerjaan Pertama

last update Huling Na-update: 2025-04-03 15:41:21

Langit masih kelabu ketika Nazharina melangkah keluar dari rumahnya pagi itu. Udara dingin sempat menggigit kulitnya, tetapi ia tidak membiarkan keraguan merayap ke dalam hati. Hari ini, ia memulai sesuatu yang baru—tanpa embel-embel sebagai istri seseorang, tanpa bayang-bayang nama besar yang pernah menaunginya.

Butik tempatnya bekerja terletak di pusat kota, di sebuah gedung megah dengan arsitektur modern yang dipenuhi kaca reflektif. Sebuah plakat elegan dengan huruf berwarna emas terpampang di atas pintu masuk, menyatakan nama butik yang selama ini hanya ia kenal dari majalah mode.

Ia menarik napas dalam, lalu melangkah masuk.

Dari dalam, butik itu tampak lebih menawan. Lantainya berkilau, dipadukan dengan pencahayaan yang memancarkan kemewahan. Rak-rak pakaian tersusun rapi, menampilkan koleksi eksklusif dari berbagai desainer ternama. Tidak ada yang tampak biasa di tempat ini.

“Nazharina, bukan?”

Nazharina menoleh. Seorang wanita muda dengan seragam butik yang sama mendekatinya, senyumnya ramah, matanya berbinar penuh antusiasme. Rambut hitamnya dipotong pendek dengan gaya berantakan, memberi kesan ceroboh namun manis.

“Aku Kinoshita. Kau bisa memanggilku Kinos.” Gadis itu mengulurkan tangan dengan ceria. “Aku mendengar kau mulai bekerja hari ini. Selamat datang!”

Nazharina menyambut uluran tangannya. Kinoshita terasa seperti angin segar di tengah suasana butik yang begitu formal.

“Kau sudah bertemu supervisor?” tanya Kinoshita.

“Belum.”

“Oh, kalau begitu, ayo kutunjukkan.”

Dengan langkah ringan, Kinoshita membawanya melewati rak-rak pakaian menuju bagian belakang butik, di mana ruangan kantor kecil berada. Sepanjang perjalanan, ia berbicara dengan gaya yang penuh semangat, seolah mereka sudah berteman lama.

“Jangan tegang. Toko ini memang terasa kaku, tapi tidak semua orang di sini menakutkan,” ujarnya dengan nada bercanda.

Nazharina mengulas senyum tipis.

Begitu mereka sampai di ruangan supervisor, perkenalan berlangsung singkat. Supervisor butik, seorang wanita berkemeja rapi dengan ekspresi serius, menjelaskan tugas-tugas dasar yang akan Nazharina emban. Melayani pelanggan dengan ramah, memahami produk, menjaga kebersihan dan kerapian butik—semua hal yang bisa ia pahami dengan mudah.

Namun, ada satu hal yang tidak disebutkan.

Seseorang berdiri di ambang pintu, memperhatikannya dengan tatapan tajam. Seorang wanita muda berambut panjang bergelombang, mengenakan seragam yang sama, tetapi dengan aura yang berbeda. Sikapnya angkuh, bibirnya membentuk seringai kecil seakan menilai tanpa perlu berbicara.

“Ah, Shelby,” ujar supervisor. “Tolong bantu Nazharina menyesuaikan diri.”

Shelby mengangkat alis. “Tentu,” jawabnya, tetapi nada suaranya mengisyaratkan hal lain.

Nazharina tidak melewatkan kilatan di mata wanita itu—sesuatu yang samar, seperti ketidaksukaan yang sudah ada bahkan sebelum mereka sempat saling mengenal.

Namun, ia mengabaikannya.

Ia datang ke sini untuk bekerja, bukan untuk menciptakan musuh.

*

Hari berjalan lancar—setidaknya sampai siang menjelang.

Nazharina sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya. Ia melayani pelanggan dengan sopan, menjelaskan koleksi butik dengan tenang, dan menghafal detail produk dengan cepat.

Kinoshita sesekali datang untuk mengobrol atau membantunya, tetapi Shelby tetap menjaga jarak. Wanita itu lebih sering sibuk dengan pelanggannya sendiri, sesekali melirik ke arah Nazharina seakan menunggu sesuatu terjadi.

Dan akhirnya, itu terjadi.

Seorang wanita paruh baya dengan penampilan mewah melangkah masuk ke butik. Langkahnya anggun, tas tangan berlogo desainer tergantung di lengannya, dan parfum mahalnya memenuhi udara.

Shelby tidak bergerak. Ia hanya menatap, lalu tersenyum tipis.

“Coba kutebak, kau belum pernah menangani pelanggan VIP?” bisiknya pelan, tepat saat wanita itu melewati mereka.

Nazharina menoleh.

“Apa maksudmu?”

Shelby melipat tangan di depan dada. “Kalau begitu, ini kesempatanmu.”

Sebelum Nazharina bisa menjawab, pelanggan itu sudah berdiri di hadapannya.

“Permisi.” Suaranya lembut, tetapi memiliki nada otoritatif. “Aku mencari gaun untuk acara malam ini. Sesuatu yang elegan, tetapi tidak berlebihan.”

Nazharina menarik napas. Ini pertama kalinya ia menangani pelanggan sekelas ini, tetapi ia tidak ingin terlihat ragu. Dengan sopan, ia mulai menunjukkan beberapa pilihan yang menurutnya sesuai.

Wanita itu mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk. Percakapan mereka berjalan lancar, dan Nazharina mulai merasa percaya diri.

Namun, ketika wanita itu akhirnya menemukan gaun yang ia suka dan berjalan menuju kasir—Shelby melangkah maju.

“Oh, Madam Caroline,” ujarnya dengan senyum manis, seakan baru menyadari keberadaan wanita itu. “Senang bertemu Anda lagi! Aku ingat, terakhir kali Anda mencari sesuatu dengan warna yang lebih terang, bukan?”

Nazharina melihat bagaimana pelanggan itu langsung tersenyum akrab. “Oh, Shelby! Aku tidak tahu kau masih bekerja di sini.”

“Tentu saja. Aku tidak bisa meninggalkan butik ini begitu saja.” Shelby terkekeh, lalu menoleh ke arah gaun di tangan wanita itu. “Oh, pilihan yang bagus. Kau menyukai rekomendasiku terakhir kali, bukan? Aku yakin yang ini akan terlihat sempurna untukmu.”

Nazharina merasakan sesuatu yang tidak beres.

Dan benar saja—ketika transaksi selesai, komisi dari penjualan itu tidak tercatat atas namanya.

Melainkan atas nama Shelby.

Shelby menoleh dengan senyum puas. “Kau melakukan pekerjaan yang baik,” katanya, suaranya lembut tetapi menusuk. “Aku hanya memastikan pelanggan setia tetap merasa dihargai.”

Nazharina mengepalkan tangan di balik punggung. Ia tidak berkata apa-apa. Tapi ia merasa, ke depannya akan selalu ada hal tak menyenangkan seperti ini.

Namun, tepat ketika ia hendak melangkah pergi, suara lembut namun penuh wibawa memecah keheningan.

“Oh, sebelum aku pergi,” Madame Caroline menoleh dengan senyum ramah, “aku ingin berterima kasih pada nona Nazharina.”

Nazharina mengangkat wajahnya, begitu pula supervisor mereka yang kebetulan tengah berdiri di dekat meja kasir.

“Dia benar-benar melayani dengan sangat baik,” lanjut Madame Caroline. “Bantuannya luar biasa, dan dia memilihkan gaun ini dengan sempurna. Aku jarang bertemu staf baru dengan pemahaman mode sebaik dirinya.”

Supervisor mengerutkan kening, matanya segera beralih ke layar kasir, di mana nama Shelby tercatat sebagai penerima komisi penjualan.

Shelby berdiri kaku di tempatnya, ekspresi wajahnya seketika berubah.

Madame Caroline tersenyum tipis, lalu menambahkan, “Kuharap butik ini tahu bagaimana menghargai staf yang memang bekerja keras. Komisi untuk penjualan ini, pastikan diberikan pada orang yang tepat.”

Ruangan terasa lebih sunyi dari sebelumnya.

Supervisor menatap Shelby dengan tajam. “Shelby,” suaranya datar namun tegas. “Bisa kau jelaskan?”

Shelby membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata yang keluar. Napasnya memburu, jemarinya yang terampil merapikan dress pelanggan kini menggenggam erat seragamnya sendiri.

Supervisor tidak menunggu jawaban. Ia langsung memberikan instruksi kepada kasir untuk memperbaiki transaksi tersebut—membatalkan pencatatan atas nama Shelby dan mengalihkannya pada Nazharina.

“Dan ini bukan pertama kalinya aku mendengar keluhan seperti ini,” lanjut supervisor, tatapannya masih terarah pada Shelby. “Kita tidak mentoleransi tindakan semacam ini di butik ini.”

Shelby menunduk, wajahnya pucat pasi.

Sementara itu, Madame Caroline melirik Nazharina dan mengedipkan sebelah mata, seolah mengatakan bahwa semuanya sudah beres.

Nazharina tersenyum tipis, tetapi dalam hati ia tahu—ini bukan sekadar kebetulan.

Di luar butik, angin sore bertiup lembut ketika Madame Caroline melangkah menuju mobil hitam yang telah menunggunya. Begitu pintu terbuka, ia masuk dengan anggun, duduk di kursi belakang, dan menyilangkan kakinya.

Seorang pria sudah ada di sana.

Arian.

Tatapannya tajam saat ia menatap keluar jendela, matanya masih terarah pada butik tempat mantan istrinya bekerja.

“Sudah beres,” Madame Caroline berbicara lebih dulu. “Wanita licik itu ketahuan, dan Nazharina mendapatkan haknya.”

Arian mengangguk pelan, ekspresinya tetap tak terbaca. “Bagus,” gumamnya. “Aku tidak bisa membiarkan siapa pun menyusahkan dia.”

Madame Caroline tersenyum, lalu menoleh ke arah amplop coklat yang kini tergeletak di atas pangkuannya. Isinya tebal, lebih dari cukup untuk ‘pekerjaan kecil’ yang baru saja ia lakukan.

“Aku tidak keberatan jika lain kali kau butuh bantuanku lagi,” ujarnya santai, memasukkan amplop itu ke dalam tasnya.

Arian hanya menatap lurus ke depan.

“Aku membayarmu mahal,” katanya, suaranya rendah tetapi penuh ketegasan. “Bukan untuk memberi komisi besar kepada orang lain selain dia.” Ia menoleh, menatap Madame Caroline dengan dingin. “Apalagi kalau dengan cara licik seperti itu.”

Madame Caroline terkekeh kecil, tetapi tidak membantah.

Mobil pun melaju, meninggalkan butik di belakang.

Dan Nazharina, tanpa ia sadari, tetap dalam perlindungan Arian—meski dari balik bayang-bayang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Yang Dijaga, Yang Disembunyikan

    Kinoshita melanjutkan, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan malam. “Aku juga pernah dengar... dari salah satu mantan rekan kerja kita di butik. Katanya... Nyonya Clara pernah datang dan meminta maaf padamu, atas insiden tuduhan gila itu.”Nazharina mengangguk perlahan. “Itu benar. Tapi aku tidak pernah tahu apa yang membuatnya tiba-tiba berubah.”Kinoshita mencondongkan tubuh. “Desas-desus bilang, ada seseorang berpengaruh yang menampar Nyonya Clara dan mengancam jabatan suaminya. Katanya, kalau dia tidak meminta maaf padamu, suaminya akan kehilangan posisi penting di dewan pemilik saham perusahaan.”“Aku...” Nazharina tampak terpukul, “Aku tidak tahu soal itu.”“Dan... tak lama setelah itu, Shelby juga dipecat. Mendadak. Tanpa penjelasan.”Hening.Kinoshita menatapnya tajam, tapi dengan kelembutan yang tak bisa disangkal. “Apa kau tak merasa semua ini bukan kebetulan? Bahwa mungkin... selama ini, Tuan Arian menjagamu dari jauh?”Nazharina masih

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Tawa, Luka dan Masa Lalu

    Nazharina langsung menyikut Arian dengan lembut. “Arian...”Tapi Arian justru mengangkat bahu. “Hanya bercanda.”“Astaga...” Kinoshita menutup wajah dengan kedua tangan. “Saya bersumpah demi kucing saya, saya tidak lihat apa-apa!”“Sayang sekali,” sahut Arian ringan.Nazharina nyaris menjatuhkan mapnya karena tertawa tertahan.Arian bersandar ringan pada counter, mendekatkan wajahnya sedikit. “Tapi tentu saja, masalah pelanggaran area terbatas bukan perkara kecil. Bisa saja... berujung pada sanksi. Atau bahkan... pemecatan.”Kinoshita menarik napas panjang seperti baru keluar dari kolam es. “Tuan Arian... saya mohon... jangan main-main soal pemecatan. Saya masih punya cicilan, kucing, dan... harga diri.”Arian tertawa. Benar-benar tertawa.Itu tawa rendah, hangat, dan—membuatnya tampak manusiawi. Tak ada kesan superioritas. Tak ada tekanan.“Tenang. Aku tidak akan memecatmu,” katanya, melirik Nazharina sekilas. “Tapi... aku akan mempertim

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Kinoshita dan Fakta Tak Terlupakan

    Maxime tertawa. “Kau terlalu banyak diam. Setidaknya sekarang aku tahu alasannya. Coba tebak, Nazh… saat kau tak muncul ke kantor, semua orang mengira kau sedang dalam misi rahasia. Ternyata misinya... bernuansa kasur.”Nazharina hampir tertawa, tapi memilih tetap menjaga wajah dinginnya. “Aku tak akan membahas ini.”“Tentu tidak. Tapi izinkan aku mengingatkan—gosip kantor lebih kejam dari kenyataan. Dan kau baru saja memberi mereka materi untuk seminggu penuh.”Nazharina menyipitkan mata. “Aku akan pasang batas, Max.”“Bagus. Karena kalau tidak, aku khawatir ruangan ini akan berubah jadi ruang konsultasi pranikah... atau—”“Cukup,” potong Nazharina, meski suaranya terdengar terlalu lembut untuk terdengar mengancam.Maxime mengedip jahil. “Oke, Nyonya yang setengah-resmi. Tapi satu hal terakhir...”Nazharina menoleh malas. “Apa lagi?”Maxime mengangguk ke arah perutnya. “Kalau tiba-tiba kau mulai mual-mual, aku akan jadi orang pertama yang men

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Nazharina Sudah Kembali

    Pintu kaca buram itu terbuka tanpa ketukan. Maxime menyelip masuk dengan gaya seenaknya, satu tangan membawa dua cangkir kopi. Senyum jahil langsung mengembang begitu melihat Arian sedang berdiri di dekat jendela, dengan senyum kecil yang tidak biasa.“Ini untukmu, Bapak CEO yang sedang mabuk asmara,” kata Maxime sambil meletakkan kopi di meja Arian.Arian hanya melirik, tak bereaksi. Tapi Maxime tahu betul, sikap datar itu hanya kedok dari pria yang sedang menyembunyikan sesuatu.“Pagi yang cerah, bukan?” sindir Maxime sambil menjatuhkan diri ke sofa. “Tapi sepertinya cuaca di kamarmu lebih panas dari kemarin.”Arian hanya menggeleng, melirik sekilas. “Apa kau selalu punya waktu untuk urusan pribadi orang lain?”“Kalau itu melibatkan teman lama dan wanita yang selama ini membuatnya susah tidur, tentu saja,” jawab Maxime santai. “Kau terlalu bersinar hari ini. Matamu bahkan tidak sekaku biasanya.”Arian kembali ke mejanya. “Max.”“Aku serius. Kau d

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Bosku, Mantanku, Masalahhku

    "A-Astaga, Kinoshita! Berhenti!" seru Nazharina panik, mengejar langkah cepat temannya yang langsung menuju lorong kamar.Tapi terlambat.Kinoshita sudah sampai di depan pintu kamar yang terbuka sedikit, dan apa yang dilihatnya membuat dia terdiam membeku.Di dalam, Arian duduk santai di tepian kasur, hanya mengenakan celana panjang, dada bidangnya telanjang, rambutnya berantakan dengan cara yang sangat... sangat intim.Kinoshita menutup mulutnya erat-erat, menahan teriakan. Matanya membulat seperti piring. Ia mundur cepat, membentur dinding dengan bunyi 'duk' kecil.Nazharina buru-buru menarik lengannya, menyeretnya keluar sebelum Arian sempat sadar.Mereka berdua jatuh ke sofa, napas memburu."Nazh!" Kinoshita akhirnya bersuara, setengah berbisik, setengah menjerit. "Kau tidur dengan Tuan Arian!"Nazharina memejamkan mata, mengutuk nasibnya."Aku bisa jelaskan semuanya," desahnya, berusaha terdengar tenang."Astaga, astaga..." Kino

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Jejak di Kulit, Luka di Hati

    Arian membalik tubuh Nazharina, mencium tulang belakangnya dengan lembut, lalu kembali mengisinya, kali ini lebih dalam, lebih perlahan, seolah ingin membuat malam itu bertahan selamanya.Nazharina mengerjap pelan, berusaha mengatur napas yang masih memburu. Tubuhnya terasa lemas, nyaris tak bisa bergerak, tapi kehangatan aneh menyelimuti hatinya.Lengan kekar itu menariknya kembali ke dalam pelukan. Kulit panas mereka kembali bersentuhan, membangkitkan bara yang belum sepenuhnya padam."Kau pikir aku puas hanya sekali?" bisik Arian di telinganya, suaranya serak dan berat oleh hasrat yang belum reda.Nazharina menggeliat kecil, mencoba berpaling, tapi Arian sudah membalik tubuhnya hingga kini ia menatap pria itu. Wajah Arian berada sangat dekat, matanya menatap dengan dalam."Aku ingin melihatmu lebih jelas," gumam Arian, mengusap helai rambut yang menempel di pipi Nazharina.Sebelum Nazharina bisa membalas, Arian kembali menunduk, mencium bibirnya perl

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status