"Jangan menuntutku untuk bertanggung jawab! Siapa yang tau bayi yang kau kandung itu anakku atau bukan! Mungkin di luar sana kau tidak hanya melakukannya denganku!" Suara Satria menggelegar membuat hati Clara seperti ditusuk sebuah pedang.
"B*jingan !! Beraninya kau berkata seperti itu setelah apa yg telah kau lakukan padaku! Aku tidak menyangka kau sekeji ini Satria!" Clara histeris, menunjuk Satria sambil terisak.
"Gugurkan saja bayi itu. Lagipula kau juga tidak akan menanggung malu. Aku akan berikan uang untuk menggugurkan bayi itu"
"Cukup!!! Laki-laki biad*b sepertimu memang tidak pantas disebut ayah untuk bayi ini! Aku tidak akan menggugurkannya!" Teriak Clara
"Kau gila Clara. Kau pikir bayi ini tidak akan menimbulkan banyak masalah nantinya!" Satria menatap tajam pada Clara yang semakin terisak.
"Kenapa? Kau takut? Kau takut kalau anak ini kelak akan mengetahui ayahnya ternyata b*jingan?"
Satria terdiam. Mengalihkan pandanganya dari Clara. Dia mengambil sebatang rok*k dan menyulutnya. Menghisap kuat-kuat kemudian menghembuskan asapnya dengan kasar.
"Dengar Clara. Aku masih punya banyak cita-cita yang harus ku raih. Aku tidak bisa mengorbankan itu semua demi hal ini. Saat ini karirku sedang bagus. Apa hanya karena ini semua harus berantakan?" nada bicara Satria mulai menurun.
"Oh bagus!! Kau pikir aku tidak punya cita-cita hah? Kau pikir hidupku tidak hancur saat ini??" Clara semakin tidak tahan. Satria terdiam. Terus menghisap rok*knya dan mengepulkan asapnya ke udara.
"Aku memang wanita yang sangat bodoh. Bisa terperdaya olehmu. Rasa cinta ini telah membuatku buta. Mengira kau benar-benar mencintaiku." Clara mengusap air mata yang terus meleleh di pipinya.
"Dengar Satria. Aku tidak akan melupakan tuduhanmu yang keji hari ini padaku. Kau tidak mau mengakui jika bayi yang ku kandung ini adalah anakmu,kelak sampai kapan pun anak ini bukanlah anakmu!"
Clara bangkit dari kursinya. Menghela napas dalam-dalam. Mencoba sebisa mungkin menenangkan emosinya.
"Kau tenang saja. Aku tidak akan menyuruh anak ini mencarimu kelak. Aku justru malu jika nanti dia tau ayahnya adalah seorang pengecut!" Clara mengambil tasnya di atas meja dan hendak meninggalkan Satria.
"Kau mau kemana?" Satria menarik tangan Clara yang hendak membuka pintu.
"Bukan urusanmu. Lepaskan aku!" Clara mengibaskan tangan satria dengan keras.
"Aku akan mengantarmu pulang" Satria meraih kunci mobil di atas meja.
"Tidak perlu!! Mulai hari ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Mulai sekarang jangan pernah mencariku !!"
"Tunggu Clara! Dengarkan aku..." Clara sudah tidak peduli. Secepat mungkin dia berusaha meninggalkan tempat itu. Tempat yang menyimpan sejuta kenangan bersama dengan Satria. Tempat di mana Satria juga merenggut kesuciannya. Dia mencoba membendung air mata yang terus mengalir di pipinya. Betapa sakit hatinya mendengar perkataan Satria baru saja. Clara sudah menyerahkan kehormatannya untuk pria yang sangat dicintainya saat laki-laki itu tak henti- henti membujuknya. Clara hanya ingin Satria tau bahwa dia sangat mencintainya dan rela menyerahkan segalanya. Tapi apa yang dia dapat? Begitu Clara mengandung, Satria dengan mudahnya mencampakkannya. Yang lebih menyakitkan Satria menuduh itu bukan anaknya.
'Satria, lihat saja kelak. Kau akan menyesal seumur hidupmu atas apa yang kau lakukan padaku. Aku akan pastikan itu' bisik hati Clara sambil terus melangkahkan kakinya keluar dari sebuah komplek perumahan. Memesan taksi dan meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba kenangan pertama kali bertemu dengan Satria kembali merasuki pikirannya. Sahabatnya Vanya yang telah mempertemukan mereka berdua. Sampai akhirnya Clara tau ternyata dia dijebak oleh sahabatnya sendiri. Mengingat hal itu dadanya bergemuruh. Vanya adalah sahabat yang sangat dekat dengan Clara. Mereka biasa saling berbagi suka dan duka. Vanya yang dia anggap seperti saudara sendiri ternyata seperti seekor ular yang tiba-tiba menggigitnya dengan bisa. Tidak menyangka bahwa perkenalannya dengan Satria sudah di atur sedemikian rupa oleh mereka. Dan Satria merenggut kesucian Clara,itu adalah sebuah taruhan antara Vanya dengan Satria. Clara sudah terjebak dalam cintanya pada Satria. Sampai akhirnya terjadi drama hari ini. Kenyataannya dibelakang Clara,Vanya dan Satria hanya menjadikannya seekor badut yang layak untuk ditonton dan ditertawakan. Betapa sakitnya dikhianati dua orang yang begitu disayanginya.
Taksi terus melaju dijalananan yang tidak begitu ramai. Menuju tempat kost Clara. Sesampainya di tempat kost, Clara bergegas memasukkan barang-barangnya ke dalam koper. Mulai hari ini dia tidak akan lagi tinggal di tempat itu. Menghilang dari dua orang yg telah menghianatinya sampai suatu saat dia akan membuat Vanya dan Satria menyesal seumur hidup.
Clara melangkahkan kakinya keluar dari tempat kost. Menyeret koper yang berisi pakaian dan perlengkapannya. Dia berjalan dengan linglung. Tiada tujuan karena dia hidup sebatang kara di dunia ini. ibunya meninggal karena kecelakaan. Ayahnya menikah lagi dan dia tidak tahan tinggal bersama ibu tiri yang setiap hari menyiksanya, memanfaatkannya melakukan semua pekerjaan rumah. Sampai akhirnya ia memutuskan pergi dari rumah. Bekerja part time untuk membiayai kuliahnya sendiri. Lebih menyakitkan lagi karena ayahnya lebih memilih ibu tirinya dari pada anaknya sendiri. Clara duduk di sebuah halte. Hidupnya sudah hancur. Dia tidak bisa meneruskan kuliahnya dengan kondisinya yang sedang hamil saat ini, tidak ingin semua teman-temannya tau akan aibnya. Menyesal tapi semua sudah terjadi. Bagaimanapun hidup harus tetap berjalan. Harus menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Bus berhenti di depan Clara. Dia menaiki bus dan pergi ke luar kota. Sudah hampir satu bulan Clara berada di kota B. Suli
Pintu kamar diketuk dari luar. Clara bergegas keluar kamar mandi dengan mengenakan handuk yang terlilit ke tubuhnya yang ramping dan putih. "Nona, saya mengantar makanan untuk nona" terdengar Bi Imah dari balik pintu. "Oh iya bi... silahkan masuk. Pintunya tidak dikunci" jawab Clara. Bi Imah membuka pintu. Meletakkan nampan berisi makanan dan segelas air minum ke atas meja di dekat tempat tidur. "Sebaiknya makanan ini nona habiskan. Kalau tidak akan jadi masalah. Saya pergi dulu" kata Bi Imah. "Iya Bi... terimakasih " Clara membuka koper dan sibuk mencari pakaian yang akan dia kenakan hingga tidak menyadari kalau pintu kamar belum ditutup oleh Bi Imah. Tanpa sengaja Rama lewat di depan kamar tamu yang ditempati Clara. Rama tertegun melihat Clara yang hendak melepas handuk yang melilit ditubuhnya karena akan berganti pakaian. Spontan Rama bergegas ingin menutup pintu kamar itu. Mendengar suara langkah kaki Clara menoleh dan terkejut melihat Rama yang sudah memegang gagang pintu.
Keesokan harinya Clara terbangun karena ada yang mengetuk pintu. Sejenak Clara memandang ke tempat tidurnya, tidak ada yang berubah. Syukurlah berarti tidak terjadi apa-apa selama Clara tertidur."Nona Clara. Apakah nona sudah bangun?" Suara Bi Imah terdengar dari balik pintu."Iya bi..." Clara beringsut dari tempat tidurnya. Melangkahkan kakinya untuk membuka pintu."Sarapan nona Clara" Bi Imah masuk ke dalam kamar."Bibi kenapa repot-repot. Tunjukkan saja di mana dapurnya,aku akan ke sana untuk makan. Diantar seperti ini seperti nyonya besar saja""Nona tidak usah sungkan. Bibi sudah terbiasa melayani orang. Lagipula tuan Rama yang menyuruh agar makanan nona Clara diantar ke kamar""Apakah semua tamu diistimewakan seperti ini bi?" Tanya Clara."Tidak pernah ada tamu di rumah ini nona Clara. Paling-paling ibunya tuan Rama yang datang. Itu pun sangat jarang karena beliau tinggal di luar negeri. Menikah lagi dengan orang sana dan menetap di sana setelah 5 tahun kematian ayah tuan Rama.
"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini? "Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?" "Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara. "Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu" "Memangnya kenapa?" Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara. Clara berpikir sejenak. "Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..." Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu. "Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia
"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. "Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar."Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana."Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya."Ibu tenang saja" balas Rama."Baiklah. Ibu pergi dulu"Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulika
Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya."Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja."Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini."Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalana
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu