Share

BAB : 7

Author: Soffia
last update Last Updated: 2025-05-18 10:42:46

Sementara di tempat lain, di rumah keluarga Kiara malah pada bingung dan emosi. Karena nomer HP gadis itu juga tak aktif. Sedangkan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Menghubungi Juan juga sama. Bukan tak aktif, tapi dia malah mendiamkan begitu saja.

“Heran banget. Dari kemarin terus saja bikin pusing. Sekarang apalagi alasan yang akan dia berikan saat sampai di rumah,” ujar Nadine terus mendumel.

“Kamu ngoceh terus. Bantuin dong, Nadine. Ini adik kamu pergi sama Dion, tapi Dion aja ditelpon nggak nyahut-nyahut. Masa iya belum mau pulang,” ujar Viona terus mengoceh.

Makin kesal lah Nadine. Sudah kesal gara-gara Dion mengajak Kiara pergi, sekarang saat mereka tak ada kabar malah dirinya yang ikut kena omel.

Tak lama, terdengar suara deru mobil yang memasuki area pekarangan rumah. Ketiganya gegas menuju teras saat penasaran siapa yang datang. Ya, mobil Dion. Lega, saat rasa khawatir tadi akhirnya hilang.

Pintu mobil terbuka, tapi ketiganya langsung kaget saat Dion turun dari mobil dalam keadaan luka-luka. Tak dia jelaskan pun sepertinya sudah ketahuan kalau dia habis dipukuli.

“Dion kamu kenapa?” tanya Nadine langsung khawatir melihat kondisi Dion. Gegas menghampiri, hanya saja tangannya malah ditepis ketika hendak memberikan sentuhan.

“Apa yang terjadi? Dion, Kiara mana?”

Viona kembali panik karena putrinya tak pulang bersama Kiara. Apalagi mendapati Dion luka-luka dan tak ada Kiara bersama dia.

“Dion, kamu kenapa luka-luka begini dan Kiara mana?” tanya Randy.

“Anak Om dibawa kabur,” ungkap Dion.

“Maksud kamu apa bicara seperti itu?”

Randy dan Viona jelas makin panik lah saat mendengar perkataan Dion.

“Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tak dikenal masuk ke tempat acara dan membawa Kiara secara paksa,” jelas Dion.

“Kamu kalau bicara yang benar, Dion!”

“Om boleh tanya sama teman-temanku kalau nggak percaya. Karena di tempat kejadian bayak orang. Lihat, aku sampai seperti ini gara-gara diserang sama dia dan beberapa orang suruhannya,” jelas Dion.

“Trus Kiara sekarang di mana? Mama khawatir. Kalau terjadi apa-apa sama Kiara gimana, Pa,” ujar Viona pada suaminya.

Panik, sudah pasti. Apalagi dengan kondisi Dion yang babak belur begini dan tak ada Kiara yang pulang bersamanya.

Nadine mengarah pada Randy dan Viona. “Aku udah bilang kan sama mama papa ... Kiara nggak sepolos apa yang kalian pikirkan. Percaya sama aku. Dia pasti sudah sekongkol dengan laki-laki itu untuk datang dan menyerang Dion. Mereka pasti sudah janian,” jelas Nadine dengan pendapatnya.

Tak berharap jika masalah ini selesai dengan begitu saja. Semalam Kiara jelas-jelas salah karena tak pulang tanpa kabar, tapi kedua orang tuanya malah terus membela dan tak memberikan sanksi apa-apa pada gadis itu. Sekarang sepertinya tidak lagi.

Dion awalnya sedikit terdiam dan sejenak berpikir dengan apa yang Nadine katakan. Kemudian mengangguk cepat. “Nadine benar, Om. Dia memang membawa paksa Kiara awalnya, tapi akhirnya Kiara malah nurut. Bahkan saat beberapa orang menghajarku, Kiara malah menonton begitu saja,” jelasnya.

“Kiara nggak mungkin seperti itu! Saya papanya! Jangan bicara yang tidak-tidak kamu.”

“Om pikir saya mengada-ngada!”

“Papa terlalu percaya pada Kiara. Aku udah bilang berapa kali, sih. Dia itu …”

“Diam kamu!” bentak Randy pada Nadine. “Harusnya kamu menenangkan hati mama kamu, ini malah makin membuat suasana jadi panas!”

Tangan Nadine mengepal. Hatinya sakit. Dan semua ini gara-gara Kiara. Bahkan ditambah dengan penjelasan dari Dion saja masih tak cukup membuat posisi Kiara buruk.

“Jadi Kiara gimana, Pa. Kita mau cari kemana?” Viona makin cemas dan panik dengan keberadaan putrinya tak tak tahu ada di mana.

Dion tersenyum miris. “Om, aku curiga … Kiara pasti sudah pernah dipake sama tu cowok sebelumnya.”

Sebuah tampa-ran langsung mendarat di wajah Dion ketika kalimat itu dia ucapkan.

“Lancang kamu! Anak saya anak baik-baik!”

Dion langsung emosi ketika sikap Randy padanya begitu membuat harga dirinya jadi rendah. “Om tahu kan apa akibat dari sikap yang Om lakukan barusan?! Lihat saja … semua akan berakhir dalam beberapa saat. Kalian nikmati saja keterpurukan itu!”

Setelah memberikan ancaman, Dion langsung berlalu pergi dari sana dan meninggalkan area pekarangan rumah keluarga itu.

“Papa dengar kan ancaman Dion barusan? Harusnya papa tahan emosi. Kalau sudah begini gimana?”

Randy mengarah pada Nadine. “Dion mengatakan hal yang buruk tentang Kiara, kamu pikir papa akan diam saja?!” tegas Randy pada Nadine.

Nadine bersidekap dada, kemudian tersenyum seolah sedang meledek perkataan papanya. “Yasudah. Setelah ini kita persiapkan saja kehidupan jenis apa yang akan terjadi besok. Gara-gara Kiara, semua jadi berantakan. Kita akan miskin hanya dalam satu malam.”

Setelah mengatakan hal itu Nadine langsung masuk ke dalam rumah dengan wajah penuh emosi.

****

Sedangkan Kiara kini berada di sebuah kamar, dengan seorang cowok di sampingnya. Sesekali mengusap lembut wajah tidur itu, hingga akhirnya Kiara terbangun dan melakukan pergerakan. Langsung meringis dan memegangi kepalanya yang terasa begitu pusing.

Kedua matanya langsung melek dan menutup mulutnya sendiri ketika rasa tak mengenakkan itu muncul. Ditambah lagi rasa kaget dengan keberadaan seorang cowok di sampingnya.

Pusing, tapi rasa mual ini memaksanya untuk segera bangun dari posisi tidur. Gegas berlari menuju arah wastafle dan mengeluarkan semua isi dalam lambungnya. Rasanya seperti bumi sedang berguncang hebat hingga rasanya mual dan pusing.

Sebuah sentuhan bisa dirasakan oleh Kiara berada di pundaknya. Ingin mengelak dan berkomentar keras atas sikap dia, tapi masalahnya justru bikin nyaman.

Kemarin juga kondisinya tak jauh berbeda dengan ini, tapi yang sekarang rasanya lebih parah. Sampai sebadan-badannya dibuat lemas tak ada tenaga sama sekali.

Dia menyambar sebuah handuk dan mengeringkan wajah Kiara dengan lembut. Tersenyum saat mendapati wajah gadis yang ada dihadapannya tampak memerah. Malah membuat dia terlihat begitu manis.

Kiara mendorong dada dia hingga sikap itu terhenti. “Apa senyum-senyum. Kamu sedang meledekku kah?!” kesalnya ketika dia malah terlihat menjengkelkan.

“Manis sekali wajahmu.”

Tolong, ya. Ini manusia datang dari mana, sih. Masih pusing, malah dihadapkan pada dia yang benar-benar nggak jelas apa maksud dan tujuan berada di sekitarnya terus.

“Menyebalkan,” umpat Kiara berlalu dari hadapan dia dengan langkah perlahan. Hanya saja langsung kaget saat tubuhnya terasa melayang ketika cowok itu malah mengangkatnya. “Turunin aku!”

Seolah bodo amat dengan omelan dan bentakan Kiara, dia tetap saja tak menurunkannya. Kemudian membawa Kiara dan barulah menurunkan di tempat tidur.

“Tetap di sini sampai kondisimu pulih.”

“Iya, setelah itu orang tuaku akan mene-bas leherku sampai di rumah,” balas Kiara dengan perkataan yang dia berikan.

“Berani memarahimu, aku yang duluan mene-bas leher mereka.”

Kiara menyambar sebuah bantal dan melempar ke arah dia. “Nggak usah sok sok an!”

“Siapa yang sok? Kamu pikir melakukan hal itu sebegitu susahnya bagiku. Atau, kamu mau aku lakukan hal itukah?”

Tiba-tiba Kiara teringat akan sesuatu. Mengarahkan pandangannya ke sekitar. Yap, ingatan itu muncul lagi di kamar ini, bahkan dalam samar-samar pun bisa ia ingat kejadian di malam itu. Langsung menjaga jarak, kemudian menatap dia dengan tatapan intens.

“Kamu nggak melakukan tindakan yang aneh-aneh lagi kan padaku?” tanya Kiara memastikan.

“Berharap ku lakukan lagi kah?”

“Aku bertanya!”

“Sedikit.”

“Sedikit? Maumu apasih sebenarnya?!” emosi Kiara dengan jawaban yang dia berikan.

“Mau ku adalah kamu, Kiara.”

“Aku nggak mengenalmu dan kita nggak saling kenal. Kenapa kamu malah bersikap seperti itu padaku!” tegas Kiara berasa kehilangan stok kata mengahadapi manusia ini.

“Sudah ku jelaskan dari awal, kan. Kamu yang datang padaku, menginginkanku, bahkan tak mengizinkan aku untuk pergi. Jadi, bukan salahku kan menerima dengan senang hati. Kiara, aku benar-benar menginginkan kamu.”

Kiara beranjak dari posisinya dan hendak melangkah pergi, tapi laki-laki itu dengan cepat menghadang langkahnya.

“Aku nggak akan membiarkan kamu pergi lagi, Kiara.”

“Kamu nggak berhak mengaturku!”

Tersenyum tipis, kemudian melangkah maju hingga membuat posisinya dan Kiara berada dalam jarak dekat. “Tapi kamu juga bisa menyadari dengan sendiri nya kan, jika aku bahkan lebih baik dari laki-laki itu. Dibandingkan dengan dia yang kamu kenal, justru malah memilih ikut bersamaku.”

“Ya karena posisinya tadi dia yang lebih membahayakan!”

Langsung menarik Kiara ke arahnya dan melingkarkan lengannya di badan dia.

“Lepaskan! Kamu jangan bersikap macam-macam lagi padaku!” Kiara bersikeras untuk lepas, tapi sayangnya rengkuhan dia di badannya dan pegangan dia di tangannya membuatnya tak bisa lepas dengan mudah.

“Kamu benar,” balasnya. “Dia lebih membahayakan daripada aku, Kiara. Jadi, bagaimana? Bukankah lebih baik bersamaku daripada bersama dia. Terlambat sedikit saja aku menyelamatkanmu tadi, sepertinya kamu akan berakhir di ranjang.”

“Apa bedanya denganmu!” emosi Kiara.

“Kamu milikku, jelas aku berhak padamu,” tegasnya langsung mendorong Kiara hingga roboh ke atas ranjang dan menindih tubuh gadis itu.

Kiara berniat bangun, tapi itu hanya keinginan belaka karena kedua tangannya bahkan dia kunci. Adegan ini, posisi ini, wajah yang begitu jelas terekam dalam ingatannya ... samar-samar bisa Kiara ingat.

“Kamu ...”

“Bagaimana, Kiara. Ingat kan adegan ini? Kita menikmatinya, melakukannya berdua. Bukan ku paksa, tapi kamu yang datang padaku.”

Tangan Kiara mengepal, seperti sebuah bom yang tertahan untuk meledak. Matanya terpejam, napasnya tercekat di tenggorokan saat hembusan napas dan ciuman itu menerpa lehernya.

“Kamu milikku, Kiara. Hanya aku yang boleh melakukan ini padamu, bukan laki-laki lain termasuk Dion,” bisiknya dengan tenang, tapi nada tegas itu membuat tubuh Kiara meremang.

“Aku bukan milikmu. Jadi jangan berharap seperti itu,” balas Kiara berusaha membalas kata-kata dia.

Perlahan, yang tadinya hanya menjelajahi lekuk lehernya, sekarang justru tindakan dia makin turun. Jangan katakan kalau dia akan mengulang tindakan itu lagi.

“Sean, stop!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 19

    Kiara melakukan pergerakan, mengubah posisi tidurnya menghadap arah jendela. Yang awalnya terkesan malas untuk membuka mata, tapi malah langsung melek sempurna saat melihat pantulan cahaya matahari di luar sana sudah terang benderang, menembus tirai.Langsung bangun dan duduk, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Apalagi yang ia lakukan selanjutnya kalau bukan mengecek dirinya sendiri. Lega, itulah yang dirasakan saat mendapati semua dalam keadaan aman. Lebih tepatnya, aman dari sikap gila seorang Sean.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding. “Minimal bangunin gitu loh,” gerutunya saat melihat jarum jam sudah berada di angka 10.“Dia kemana ini. Malah ninggalin aku sendirian di sini.”Kiara beranjak dari ranjang, kemudian menuju arah balkon. Membuka tirai, jendela dan pintu ... hingga cahaya dan udara masuk ke dalam kamar. Coba kalau di rumahnya, sudah panas telinganya dapat omelan dari mamanya kalau bangun di jam segini.Berdiri di tepi pagar, dengan pandangan mengarah ke sekelil

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 18

    Kiara yang tidur nyenyak, perlahan melakukan pergerakan. Tapi tindakannya terhalang oleh sesuatu yang sedang berada di badannya.Perlahan membuka mata, tapi langsung melek sempurna saat mendapati posisi tangan Sean yang melingkar di badannya. Mau teriak, tapi sayang sekali Kiara langsung tersadar jika hubungan keduanya kini adalah suami-istri.“Kenapa juga harus meluk, sih. Ih, dasar cowok mesum,” gurutu Kiara perlahan melepaskan lengan Sean yang ada di badannya. Mana posisi dia nggak pake baju, membuat otak bersihnya jadi berpikir kotor saja.Tapi Kiara sedikit terdiam dan langsung terfokus pada kondisi Sean. Suhu badannya masih panas. Yang awalnya mau ngoceh, tapi tak jadi.Setelah lepas dari Sean, Kiara segera bangun dari posisi tidurnya. Benar-benar tak bisa dikasih peluang kan cowok ini. Sudah di bilang jangan sampai bertindak terlalu jauh, tapi ia berasa sudah digarap sebadan-badan oleh Sean. Kalau belum nikah, bakalan ngamuk sih ini. Dirinya tidur hanya mengenakan gaun tidur, p

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 17

    Durasi tiga puluh menit, bahkan belum ada tanda-tanda Sean keluar dari kamar mandi. Tak ingin khawatir bahkan tak berminat untuk mengkhawatirkan dia, tapi tetap saja Kiara bingung. Masa iya mandi aja selama itu.“Ck, dia ngapain sih di kamar mandi selama itu? Masa berendam di tengah malam begini.”Kiara beranjak dari posisi duduknya dan berjalan menuju arah kamar mandi. Mau memanggil dan memastikan keadaan dia, tapi lagi-lagi mengurungkan niat itu dan balik ke ranjang.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang tampak sudah menunjukkan pukul 11 malam.“Arrgghh, Sean! Kamu bener-bener bikin gregetan,” gerutunya. Kembali menuju arah kamar mandi. “Sorry, ya. Ini tuh bukan khawatir, tapi kalau terjadi sesuatu kan bikin aku kena imbasnya juga gitu loh.”Ragu-ragu, maju mundur ... endingnya tetap saja melakukan. Langsung mengetuk pintu kamar mandi. Tapi di luar prediksi, belum tangannya bertindak, pintu tiba-tiba dibuka dari arah dalam. Memeperlihatkan Sean yang muncul di depannya.Kia

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 16

    Seperti yang Sean katakan, seseorang yang datang adalah Dion. Sejujurnya ia merasa akan buang-buang waktu untuk menghadapi Dion, tapi jelas tak ingin melewatkan kesempatan ini. Saat di mana dirinya melihat ekpressi dan emosi Dion ketika ia mendapatkan Kiara.Sean keluar dari rumah, lebih tepatnya menuju arah pagar pembatas di mana Dion tertahan di sana karena tak diberikan akses masuk oleh penjaga.Bukan hanya Sean, tapi Randy dan Viona juga ikut mengekori karena sudah pasti fokus utama keluarga Narendra. Pertunangan yang sudah berlangsung lama, tapi endingnya Kiara malah jatuh ke tangan Sean. Mau mengelak juga tak bisa, karena posisi Sean jauh lebih unggul dari Dion dari sisi apapun juga.“Om benar-benar munafik!” umpat Dion langsung saat dihadapkan pada Randy. Hendak menyerang, tapi dua orang bodyguard Sean langsung menghadang hingga tindakan itu gagal terjadi.“Jangan lupa, ini areaku ... jaga sikapmu. Kalau tidak, kemungkinan orang tuamu akan datang menemuimu ke UGD,” peringatkan

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 15

    Kiara langsung berubah ekpressi saat dihadapkan pada Sean yang datang menghampirinya. Nyalinya yang tadinya seakan berkobar seperti api ketika menghadapi Nadine, kini malah meleleh seperti besi yang dibakar.Sean mendekat. Menarik kursi, kemudian duduk di sana berhadapan dengan Kiara.“Cantik. Sesuai dengan apa yang ku mau.”Kiara tak memberikan respon, hanya diam tanpa kata. Jangankan salting dipuji, otaknya saja seperti tak sedang berfungsi dengan benar saat ini.“Bisakah seperti itu terus?”“Apa?” tanya Kiara dengan maksud dari permintaan Sean.“Bisakah melepaskan semua emosi yang kamu rasakan, tanpa menahan dan berpikir jika tindakan itu salah?”Hal aneh yang terjadi jika berhadapan dengan Sean. Nyalinya hilang diterpa angin. Manusia yang satu ini seolah menyerap habis kemarahannya dan seperti memegang kendali dirinya.“Maaf,” ucap Kiara bergumam.“Kenapa harus minta maaf? Kamu nggak melakukan kesalahan apapun padaku, Kiara.”Kiara sedikit menunduk, kemudian kembali tegak dan mena

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 14

    Keesokan harinya ....Matanya mengantuk, kepalanya pusing karena semalaman tak bisa tidur. Jangan ditanya lagi seperti apa isi otaknya karena pastinya berantakan. Menolak Dion, tapi berakhir dengan Sean. Kiara sampai bingung harus menganggap ini untung atau buntung. Keduanya berada di tingkat buruk masing-masing.Kiara kini berada di sebuah ruangan dengan beberapa orang penata rias dan busana yang sedari tadi berputar-putar menggerayangi dirinya. Bisa menebak kan apa yang sedang terjadi? Yap, nikah.Berharap ini mimpi, tapi sayangnya setiap ia mencoba tutup mata dan membuka kembali, hasilnya tetap sama. Ini nyata! Lebih tepatnya, kenyataan yang buruk.Mimpinya jika menikah dengan pesta yang meriah, kini tak mau berharap lagi. Meskipun Sean mau mengabulkan, tapi ia tetap menolak. Hanya ijab qabul dan itupun hanya dihadiri oleh keluarga inti.“Sesuai dengan permintaan dari Bapak Sean. Bagaimana menurut Anda dengan hasilnya, Nona? Kalau ada yang kurang atau tak Anda sukai, bisa kami perb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status