Share

Bab 62. Luka Aluria

Author: QueenShe
last update Last Updated: 2025-08-23 00:39:57

Fattah masih duduk terpaku di kursi, menatap putrinya yang terbaring lemah di ranjang. Lampu redup kamar membuat wajah Riri tampak lebih pucat, seolah sinar hidupnya perlahan memudar. Ada rasa bersalah yang menumpuk bertahun-tahun, bercampur marah pada Damian yang menyeret Riri dalam rencana gila, marah pada Kana yang telah menyakiti putrinya, dan lebih dari itu, ia marah pada dirinya sendiri. Karena semua ini, akar dari luka Riri, adalah dirinya sebagai ayahnya.

Ia bangkit perlahan, berjalan ke arah jendela. Tangannya menggenggam kusen kayu dengan rahang mengeras. Matanya menatap kosong ke luar, ke gelapnya malam yang hanya diterangi lampu jalan. Suaranya keluar dengan berat, tercekat, tapi penuh ancaman nyata.

“Kalau Candra tahu kamu yang menyerahkan berkas itu pada Damian…” suaranya patah di ujung. “…nyawamu tidak akan aman, Riri.”

Riri memejamkan mata, pasrah. Tubuhnya terlalu lemah untuk menegakkan kepala. Namun, bibirnya masih menyisakan senyum getir, sinis, yang terasa menohok
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Dendam dan Gairah   105. Janji (21+)

    Lampu gantung di ruang kerja itu temaram, memantulkan kilau samar di meja kayu mahoni besar yang kini dipenuhi berkas berantakan. Wangi parfum maskulin Kana bercampur dengan aroma kopi dingin yang tertinggal sejak siang tadi, menciptakan suasana yang berat, intens. Kana berdiri di depan Sabrina, tubuhnya tegap, sorot matanya menusuk. Jemarinya terulur, mengangkat dagu Sabrina perlahan. Tatapannya begitu dalam, membuat wanita itu merinding. “Kalau kamu mau aku, kamu harus siap aku yang mengendalikan malam ini,” bisik Kana, suara seraknya rendah dan penuh kendali. Sabrina menggigit bibir, tubuhnya gemetar halus, tapi ada kilau tantangan di matanya. Kana tersenyum tipis, senyum yang lebih seperti peringatan. Ia mendekat, satu tangannya meraih pinggang Sabrina, mendorongnya ke meja kerja yang dingin. Dengan gerakan mantap, Kana mengangkat tubuh Sabrina, mendudukannya di tepi meja. Suara gesekan kain rok melawan kayu terdengar jelas, menambah ketegangan suasana. Sabrina merasakan pu

  • Terjebak Dendam dan Gairah   104. Semua tentang mereka (21+)

    Sabrina terdiam, lalu mengubah topik dengan nada serius. “Felix. Dia belum terlihat sejak awal minggu ini. Aku tanya ke tim, katanya dia sedang keluar kota. Apa benar?”Kana menoleh pelan, matanya tajam. “Ya. Ada hal penting yang perlu dia urus.”“Ke mana?” Sabrina mengerutkan dahi.“Jawa Timur.” Jawaban Kana singkat, datar.Sabrina menatap Kana lama, seakan mencari celah untuk bisa menembus dinding yang Kana bangun di sekeliling dirinya. Namun tatapan dingin pria itu tak memberinya banyak ruang. Meski begitu, Sabrina tidak menyerah. Tangannya yang merapikan jas Kana perlahan bergeser, menyentuh dada pria itu.Kana tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas panjang, menatap kosong ke arah lampu temaram di atas meja. Sabrina bisa melihat nafas Kana terlihat memburu, seolah-olah apa yang akan dilakukannya nanti begitu rahasia. Dan pria itu tetap diam, membuat hati Sabrina sedikit berdebar khawatir.“Aku tahu kamu lagi nyiapin sesuatu, sayang,” Sabrina melanjutkan, suaranya lirih, “

  • Terjebak Dendam dan Gairah   103. Pikiran Kana

    Di ruang kerjanya yang luas, Kana duduk di balik meja besar dengan kepala tertunduk, menatap laporan keuangan terbaru yang baru saja dikirimkan tim finansialnya. Baris demi baris angka merah menari di matanya, seolah mengejeknya. Saham Kamaya Group terus merosot sejak penangkapan Candra, dan skandal rumah tangganya dengan Riri yang sudah menyebar ke publik membuat kepercayaan investor semakin runtuh.Kana menghela napas panjang, mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat. Sejak dua minggu terakhir, ia jarang pulang ke rumah, memilih tidur di ruang kerjanya atau di salah satu apartemen perusahaan.Pintu ruangannya terbuka pelan, Sabrina masuk dengan setumpuk berkas di tangan. Wanita itu terlihat elegan seperti biasa, mengenakan setelan jas abu-abu yang rapi. Namun ekspresinya kali ini serius, tak ada senyum yang biasa ia tunjukkan di depan publik.“Ini laporan terbaru,” kata Sabrina sambil meletakkan berkas di meja Kana. “Investor dari Singapu

  • Terjebak Dendam dan Gairah   102. Tak ada tempat aman

    Damian duduk di kursi kayu di teras vila, rokoknya hampir habis, tapi ia bahkan tak sadar sudah mengisapnya sampai ke ujung filter. Mata pria itu merah, tak hanya karena kurang tidur, tapi juga amarah yang ia pendam sejak kabar penculikan Riri sampai ke telinganya. Tangannya mengepal di atas meja, buku-bukunya memutih.Fattah duduk di sampingnya dengan kepala menunduk, kedua tangannya menutupi wajah. Rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan. Ia merasa seperti ayah yang gagal, hingga putrinya menghilang, dan semua pengamanannya terasa tak berguna. Suasana vila itu sunyi, hanya terdengar suara dedaunan bergesekan diterpa angin gunung yang dingin.“Sudah dua hari,” suara Damian pecah, berat menahan amarah. “Dua hari! Aku memprediksi mereka sudah memindahkan Riri entah kemana, dan kita belum punya satu pun petunjuk konkret.” Ia melempar puntung rokok ke lantai lalu menginjaknya dengan gerakan kasar.Fattah mengangkat kepalanya perlahan. Matanya sembap, wajahnya tampak sepuluh tahun le

  • Terjebak Dendam dan Gairah   101. Berusaha berlari

    Riri duduk di ranjang besi itu dengan tubuh terentang, kedua tangannya diikat tali kain kasar ke sisi ranjang, sementara kakinya diikat kuat ke bagian bawah ranjang. Setiap gerakan kecil membuat kulitnya terasa perih, tali itu menggesek pergelangan tangannya hingga meninggalkan bekas merah. Air mata terus mengalir di pipinya, tapi pikirannya menolak menyerah.Ia mulai menggerak-gerakkan tangannya, mencoba melonggarkan ikatan itu. Tali kain itu kasar dan kaku, menekan kulitnya dengan kejam. Riri memutar pergelangan tangannya, menggeliat sekuat tenaga, meski rasa sakit mulai menjalar. Kulitnya robek sedikit, darah merembes di sepanjang pergelangan tangan.Napasnya terengah, keringat dingin membasahi kening. Ia tahu peluangnya tipis, tapi ia tak bisa hanya diam menunggu kematian. Berkali-kali ia menarik dan memutar tangannya, berharap ikatan itu melonggar walau sedikit saja.Suara pintu besi mendadak berderit. Riri terperanjat, tubuhnya menegang. Bobby melangkah masuk dengan wajah datar,

  • Terjebak Dendam dan Gairah   100. Saudara tak diinginkan

    Riri perlahan membuka mata. Pandangannya kabur, kepalanya terasa berat, dan mulutnya terasa kering seperti gurun. Aroma tajam obat bius masih samar tercium, bercampur bau karat dan debu. Ia mencoba bergerak, tapi suara gesekan rantai terdengar. Perih langsung menjalar ke pergelangan tangannya.Tangan dan kakinya terikat ke ranjang besi. Ranjang itu berderit pelan setiap kali ia mencoba menggeliat. Mulutnya dibekap kain kasar, membuatnya hanya bisa mengeluarkan suara lirih.Riri menoleh ke sekeliling. Kamarnya gelap, hanya diterangi lampu bohlam redup yang menggantung di langit-langit, berayun perlahan. Dindingnya terbuat dari beton kusam dengan bercak lumut di beberapa sudut. Aroma pengap dan dingin merayap ke kulitnya, membuat bulu kuduknya berdiri. Tak ada jendela, hanya satu pintu besi di ujung ruangan.Panik mulai melanda. Detak jantungnya berpacu kencang. Ia mencoba mengingat apa yang terakhir kali terjadi. Ada penyusup masuk, diikuti suara tembakan, jeritan bodyguard, dan salah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status