Home / Rumah Tangga / Terjebak Dendam dan Gairah / Catur takdir dan Bidak yang bergerak

Share

Catur takdir dan Bidak yang bergerak

Author: QueenShe
last update Last Updated: 2025-07-17 18:29:04

Malam ini langit Jakarta tampak seperti permadani gelap dengan benang-benang cahaya dari lampu gedung bertingkat. Dari lantai tertinggi kantor Rencon Group, Damian berdiri mematung, tangan disilangkan di depan dada. Di balik kaca besar itu, matanya menatap ke kejauhan ke arah gedung tempat musuhnya berdiri kokoh, PT Kamaya Global, kerajaan bisnis yang dibangun oleh ayah Kana dan kini dipimpin oleh anak kesayangannya.

Damian tak berkedip. Di balik ketenangan raut wajahnya, otaknya bekerja seperti mesin perang. Sunyi ruangan bukan kesepian, melainkan ruang konsentrasi, tempat strategi dirancang dan dendam dijahit.

Dentuman pelan dari sepatu kulit Satria terdengar mendekat. Pria itu tak banyak bicara kecuali jika diminta. Asisten pribadi yang lebih mirip algojo diam. Hari ini ia membawa kabar penting. Map cokelat tebal di tangannya tampak berat, seolah membawa lebih dari sekadar data.

“Penyelidikan selesai,” ucap Satria tanpa basa-basi.

Damian berbalik, mengambil map itu dan membuka halaman pertamanya dengan teliti. Ia duduk di kursi kulit hitamnya, membaca perlahan tapi penuh tekanan emosional.

Identitas Subjek: Aluria Vasya Zain

Alias: Riri

Usia: 27 Tahun

Status: Menikah

Pasangan: Kana Adiwangsa, putra tunggal pemilik Adiwangsa Group

Pendidikan: S1 Desain Komunikasi Visual, Universitas Trimarga

Riwayat Pekerjaan:

Pemilik PT Diamond Aluri, yang si bangunnya sebelum menikah

Catatan Khusus:

Menikah dengan dijodohkan lima tahun lalu. Zain Group dan Adiwangsa Group merger perusahaan. Dimana satu perusahaan di bawah naungan Zain Group akan kolaps, lalu di merger PT Kamaya Global.

Pernikahan tanpa publikasi sosial

Tidak memiliki aset pribadi sejak pernikahan.

Keluarga Aluria menganggap Aluria sebagai aset. Jadi setelah menikah Aluria tidak pernah terdengar menghubungi keluarganya, terkecuali berhubungan dengan perusahaan.

Aluria bukan anak kandung dari Istri Fattah Zain. Ia anak perempuan hasil perselingkuhan Fattah dengan salah satu artis ibu kota. Ibunya meninggal karena kanker dua puluh tahun lalu, sejak itu Aluria di bawa ayahnya untuk di asuh.

Pernikahan mereka terkenal harmonis.

Diketahui Kana berselingkuh dengan Sabrina Pattler. Sepupu jauh Kana, yang juga menjabat Wakil direktur utama.

Damian mendesah pelan.

"Jadi Riri dijadikan bidak keluarganya sendiri," katanya, lebih pada dirinya sendiri.

Satria mengangguk.

Damian menatap kosong ke arah jendela. Hatinya seperti diremas. Riri mungkin melupakan sosok Damian. Tapi Damian tak akan melupakannya.

Ada fakta yang tersembunyi. Riri sebenarnya wanita yang disukainya. Damian berteman dengan Bobby, Kakak Riri. Namun dulu ia belum memiliki kekuatan untuk meminang Riri. Alhasil Damian mendapat kabar Riri menikah dengan Kana. Jika waktu itu ia lebih berani, Riri mungkin tak akan dilibatkan dalam rencana busuknya

Tapi semua sudah lewat. Kini bukan waktu menyesal. Ini waktu membalikkan keadaan.

“Kana,” gumam Damian. “Kau sudah merebut banyak dariku. Sekarang waktuku mengambil balik. Bukan hanya Riri, tapi juga tahtamu.”

Satria duduk di kursi seberang. “Strategi?”

Damian membuka file lain di laptopnya. Laporan keuangan kuartal terakhir PT Kamaya Global terbuka dengan grafik menurun di salah satu divisi pengembangan produk. Ia mengetuk layar pelan.

“Divisi baru mereka merugi dua kuartal terakhir. Mereka akan butuh mitra strategis. Kita tawarkan merger parsial. Kita main di ranah digital dan layanan kreatif. Perusahaan fiktif kita yang akan kita bangun seminggu ini, akan tampil sebagai penyelamat.”

Satria menyambung, “Tapi begitu mereka merger, kita tarik likuiditas mereka. Dana kampanye digital kita isap perlahan, legal tapi destruktif. Setelah itu...”

“Setelah itu,” Damian tersenyum licik, “mereka kolaps, dan aku datang sebagai penyelamat tunggal yang membeli aset inti. Termasuk kantor pusat, termasuk hak kepemilikan saham mayoritas.”

Satria diam beberapa detik. “Terlalu kejam.”

Damian mendongak.

“Apa aku kelihatan seperti orang yang main damai, Sat?”

“Tidak,” jawabnya cepat. “Tapi saya hanya ingin Anda sadar, Riri bukan bidak. Jika Anda mencampurkan emosi ke strategi ini, Anda akan kehilangan arah.”

Damian terdiam. Matanya memejam. Nama itu muncul dengan aroma bunga melati

Sentuhan semalam, membuatnya bahagia. Fakta bahwa ia menjadi yang pertama, adalah sesuatu yang membuatnya terkejut, sekaligus bangga. Ia tahu peringatan Satria benar. Tapi ia juga tahu, luka tidak bisa sembuh tanpa penebusan

Dan dalam pikirannya, penebusan itu adalah menghancurkan orang yang telah menghancurkan hidup Riri.

“Justru karena aku masih mencintainya, aku tidak akan gagal.”

Satria bangkit. “Saya akan siapkan tim legal untuk membuat dokumen merger. Dan satu hal lagi—”

Matanya menatap kosong, napasnya menggantung. Tiba-tiba strategi bisnis berubah menjadi perang pribadi. Riri bukan hanya luka masa lalu. Tapi karenanya ia kini memiliki alasan yang lebih kuat untuk menghancurkan segala Kana.

Damian menutup map itu.

"Kita mulai perlahan. Buat Arkana menangis darah kehilangan segalanya."

"Riri?" tanya Satria. Karena sebelumnya Riri tidak masuk dalam rencana mereka.

"Riri adalah pion yang tepat untuk kita gunakan."

"Kuharap anda tak akan menyesalinya, karena jika Riri mengetahui niatmu. ia mungkin akan membencimu."

Damian mengepalkan tangannya. Semua resiko akan di tempuhnya asalkan Kana ambruk di depan matanya.

***

Empat hari telah berlalu sejak malam penuh luka itu. Di rumah, Riri menjelma menjadi sosok yang dingin. Kata-katanya hemat, senyumnya tipis, dan sorot matanya kosong. Kana yang memang tengah disibukkan proyek barunya tak menyadari perubahan itu. Ia bahkan membiarkan Riri tidur di kamar tamu tanpa bertanya mengapa.

Hari ini, Riri mendampingi Kana menghadiri peluncuran produk dari perusahaan yang akan menjalin kerja sama dengan Kamaya Global. Riri mendampingi Kana dengan menggunakan long sleeve dress hitam dengan punggung terbuka, dipadukan makeup bold yang tajam. Penampilan yang jauh berbeda dari biasanya. Tapi malam ini, ia ingin sesuatu berbeda. Bukan demi siapa pun. Hanya demi dirinya.

"Kamu cantik sekali, sayang," bisiknya sembari memasuki ballroom hotrl.

Riri membalas dengan senyum tipis. Berpura-pura bahagia. Sesuatu yang kini semakin mudah.

“Sini, aku kenalkan dengan rekan-rekanku,” ajak Kana, membimbing Riri ke tengah kerumunan pria berdasi.

Namun langkah Riri seketika melambat.

Damian.

Ia berdiri di sana, tegap, mengenakan jas hitam, dengan gelas sampanye di tangannya. Matanya langsung mengunci pada Riri seakan dunia sekitar hilang suara.

"Sayang, orang ini yang bikin aku nggak bisa pulang tepat waktu," kata Kana dengan nada bercanda, menyentuh pinggang Riri.

Damian mengulurkan tangan. “Damian,” ucapnya datar.

“Aluria,” sahut Riri, berusaha terdengar tegas. Tangannya dingin saat menyambut salam Damian. Kontak itu cepat, tapi cukup untuk membangkitkan badai dalam dada masing-masing.

Riri buru-buru mengalihkan pandangan ke rekan-rekan lain. Setelah beberapa basa-basi, melihat Kana larut dalam obrolan, Riri berbisik, “Aku ke toilet.”

Kana hanya mengangguk tanpa memandangnya.

Mata Damian mengikuti punggung Riri. "Permisi saya mau angkat telepon dulu," pamit Damian pada rekannya. Lalu melangkah menjauhi mereka.

"Satria, Riri sedang menuju toilet, setelah dia masuk. Jangan biarkan orang memasuki toilet dalam setengah jam. Ada yang harus aku lakukan disana!" perintah Damian melalui sambungan telepon.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Kamar 1808 (21+)

    “Jadi kamu datang,” gumam Damian, lebih kepada dirinya sendiri.Riri menatap Damian penuh arti. Tanpa kata ia langsung melangkah masuk ke kamar, dan menutup pintu kamar. Tangannya melingkar di leher Damian.Tangan Damian langsung memeluk pinggang Riri dan menarik tubuhnya yang langsing itu lebih rapat. Bibir keduanya langsung beradu, penuh hasrat, dalam, dan menuntut. Damian menghisap bibir atas dan bawah Riri secara bergantian, lalu lidahnya menyelusup mengajak lidah Riri ikut bermain. Riri pun membalas dengan sama liarnya.Damian memutar tubuh Riri dan mendorongnya pelan ke dinding dekat pintu. Tangan kirinya berada di belakang kepala Riri, tangan kanannya menjelajahi punggung dan turun ke pinggul, menekan lekuk tubuh yang sudah ia hafal.“Kamu tahu aku tidak tidur tadi malam?” gumam Damian di sela-sela ciuman.Riri tak menjawab. Napasnya sudah tersengal. Matanya terpejam saat Damian mencium lehernya, lalu turun ke tulang selangka.“Karena aku membayangkan kamu datang. Pakai baju ke

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Gairah dalam Kotak Pandora

    Langkah Riri terasa berat saat memasuki ballroom. Denting gelas, tawa tamu undangan, musik lembut dari orkestra—semuanya terasa seperti kebisingan kosong di telinganya. Tak ada yang menyadari kepergiannya. Tak ada yang tahu apa yang baru saja ia lakukan di toilet hotel.Napasnya belum normal. Wangi parfum Damian masih tertinggal di kulitnya, menusuk hidungnya. Gerak tubuhnya kaku, seperti orang yang baru saja lolos dari bencana yang ia ciptakan sendiri. Atau biarkan terjadi.Pandangannya langsung mencari Kana. Pria itu berdiri tak jauh, berbincang santai dengan beberapa rekan bisnis. Ia tampak tenang, tampan, dan rapi seperti biasa. Senyumnya lebar. Dulu senyum itu berhasil membuat Riri membuka hati, menerima pernikahan paksa demi bisnis orang tua mereka. Kini, senyum itu hanya jadi pengingat betapa hancurnya kepercayaan Riri pada Kana setelah perselingkuhannya dengan Sabrina.Riri menarik napas dalam. Tangannya cepat merapikan rambut, memastikan gaunnya tetap tertutup dengan rapi. Bu

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Gaun hitam dan dosa

    Riri berjalan cepat, tumit stilettonya menjejak lantai marmer. Di balik pintu toilet hotel yang sepi, ia menopang kedua tangannya di atas wastafel. Ia menatap bayangannya di cermin. Hatinya bergejolak. Detik demi detik berlalu. Tapi tiba-tiba, sepasang tangan melingkar dari belakang, menariknya lembut."Damian?" bisik Riri tercekat. Tubuhnya diputar, dan di sanalah pria itu berdiri, menariknya masuk ke salah satu bilik. Matanya gelap. Penuh kerinduan dan hasrat.“Kamu terlihat luar biasa malam ini,” gumam Damian. “Aku nyaris gila menahan diri untuk tidak menyentuhmu sejak kamu masuk ballroom.”Tanpa aba-aba Damian langsung mencium kasar bibir Riri. Kerinduan Riri pada sentuhan Damian membawanya membalas ciuman itu lebih dalam. Keduanya saling menghisap, melumat, bertukar saliva tanpa peduli mereka berada di ruang sempit.Tangan Damian mengusap turun naik punggung Riri yang tak tertutup benang, sebelah tangannya meremas dada Riri dengan sedikit kasar, membuat Riri melenguh."Damian, ki

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Catur takdir dan Bidak yang bergerak

    Malam ini langit Jakarta tampak seperti permadani gelap dengan benang-benang cahaya dari lampu gedung bertingkat. Dari lantai tertinggi kantor Rencon Group, Damian berdiri mematung, tangan disilangkan di depan dada. Di balik kaca besar itu, matanya menatap ke kejauhan ke arah gedung tempat musuhnya berdiri kokoh, PT Kamaya Global, kerajaan bisnis yang dibangun oleh ayah Kana dan kini dipimpin oleh anak kesayangannya.Damian tak berkedip. Di balik ketenangan raut wajahnya, otaknya bekerja seperti mesin perang. Sunyi ruangan bukan kesepian, melainkan ruang konsentrasi, tempat strategi dirancang dan dendam dijahit.Dentuman pelan dari sepatu kulit Satria terdengar mendekat. Pria itu tak banyak bicara kecuali jika diminta. Asisten pribadi yang lebih mirip algojo diam. Hari ini ia membawa kabar penting. Map cokelat tebal di tangannya tampak berat, seolah membawa lebih dari sekadar data.“Penyelidikan selesai,” ucap Satria tanpa basa-basi.Damian berbalik, mengambil map itu dan membuka hala

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Dua pria dalam hidup

    Riri berdiri di depan pintu rumahnya dengan tubuh yang masih dingin oleh udara pagi. Ia menatap gagang pintu selama beberapa detik sebelum akhirnya memutarnya perlahan.Pintu terbuka tanpa suara.Aroma kopi menguar dari dapur. Suara detik jam dinding terdengar begitu nyaring di ruang tamu yang kosong. Tak ada suara televisi. Tak ada suara musik. Hanya kesunyian yang menggantung seperti kabut.Riri masuk dengan langkah pelan. Kemeja yang ia kenakan semalam kusut dan lecek, rambutnya setengah basah tak beraturan. Ia menggantung payungnya di belakang pintu, melepas sepatunya tanpa suara.Dari ruang makan, langkah tergesa terdengar."Riri?"Suara Kana. Datar, tapi penuh nada cemas yang coba disembunyikan.Riri menoleh pelan. Wajah Kana tampak letih. Rambutnya acak-acakan, kantung matanya menghitam. Ia masih mengenakan kaus dan celana training. Ponselnya ada di tangan."Ke mana kamu semalam?" tanyanya.Riri menatapnya. Diam. Lalu berjalan melewati Kana tanpa sepatah kata pun."Aku telepon

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Damian dan dendam

    Mobil Damian melaju menyusuri jalanan kota yang mulai ramai oleh lalu lintas pagi. Udara masih menyimpan sisa gerimis tadi malam. Di kursi penumpang, Riri duduk diam, mengenakan pakaiannya semalam. Rambutnya masih basah, tubuhnya masih terasa letih.Damian beberapa kali mencuri pandang, namun tak ingin memaksa bicara. Ia tahu, luka dalam diri perempuan di sampingnya belum benar-benar kering.Tiba-tiba, ponsel Riri yang masih tergeletak di dekat konsol mobil bergetar. Layarnya menampilkan nama yang langsung membuat tubuh Riri kaku.Kana – CallingDamian menoleh. “Kamu mau aku yang angkat?”Riri menggeleng pelan. Langsung ia sentuh tombol hijau, dan menyalakan speaker. Ia terlalu malas untum mengobrol secara personal dengan Kana.Damian hanya menghela napas.Suara Kana langsung terdengar, panik, cemas, seperti orang yang kehilangan arah.“Riri? Sayang, kamu dengar? Kamu di mana? Seharian kamu nggak bisa dihubungi! Aku udah keliling nyari kamu!”Riri menggigit bibirnya. Tangannya mengepa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status