Share

Gaun hitam dan dosa

Author: QueenShe
last update Huling Na-update: 2025-07-18 12:15:58

Riri berjalan cepat, tumit stilettonya menjejak lantai marmer. Di balik pintu toilet hotel yang sepi, ia menopang kedua tangannya di atas wastafel. Ia menatap bayangannya di cermin. Hatinya bergejolak. Detik demi detik berlalu. Tapi tiba-tiba, sepasang tangan melingkar dari belakang, menariknya lembut.

"Damian?" bisik Riri tercekat. Tubuhnya diputar, dan di sanalah pria itu berdiri, menariknya masuk ke salah satu bilik. Matanya gelap. Penuh kerinduan dan hasrat.

“Kamu terlihat luar biasa malam ini,” gumam Damian. “Aku nyaris gila menahan diri untuk tidak menyentuhmu sejak kamu masuk ballroom.”

Tanpa aba-aba Damian langsung mencium kasar bibir Riri. Kerinduan Riri pada sentuhan Damian membawanya membalas ciuman itu lebih dalam. Keduanya saling menghisap, melumat, bertukar saliva tanpa peduli mereka berada di ruang sempit.

Tangan Damian mengusap turun naik punggung Riri yang tak tertutup benang, sebelah tangannya meremas dada Riri dengan sedikit kasar, membuat Riri melenguh.

"Damian, kita tak seharusnya—” bisik Riri.

“Aku tahu,” potongnya. “Tapi kamu tidak bisa berpura-pura tak merasakannya juga.”

Damian kembali membenamkan wajahnya ke leher Riri, menghisapnya dalam, sengaja ingin meninggalkan bekas. Tapi ketika tangan Riri menahan dadanya dengan lembut namun tegas, Damian akhirnya menarik diri.

Sorot mata Riri berubah, ada ketakutan, ada ragu, tapi juga ada gairah yang menggulungnya. Riri mendorong dadanya perlahan. "Damian," bisiknya, nyaris tak terdengar. “Kita harus kembali.”

"Ada yang salah?" tanyanya, napasnya masih berat, mata masih dipenuhi bara.

"Kita... tak seharusnya di sini," ucapnya lirih, menghindari tatapan mata Damian. "Aku datang ke sini sebagai istri Kana. Dan kamu tahu itu."

"Aku tak peduli." Damian kembali melumat telinga Riri.

"Ini toilet perempuan." Riri masih berusaha mengindar.

"Siapapun tak akan bisa masuk. Hanya ada kita."

Damian kembali mencium Riri dengan kelaparan yang tak tersembuhkan. Desah napas keduanya menjadi satu-satunya suara yang mengisi ruang sempit bilik.

Riri menjambak rambut Damian yang tengah mengulum telinganya. Lidah Damian bermain disana, menimbulkan hasrat yang semakin tinggi menguasai dirinya.

Tangan Damian meremas dua bulatan bokong Riri, yang membuatnya semakin menggeliat, bibirnya digigit berusaha tak menimbulkan suara.

Hingga Damian memutar tubuh Riri, agar membelakanginya. Kedua tangannya dibimbing agar bertumpu pada dudukan toilet, Gaun panjangnya di singkap sampai pinggang. Dengan sabar Damian berjongkok melepas celana dalam hitam milik Riri. Lalu memisahkan kedua kaki wanita yang kini hanya diam mengikuti Damian.

Tanpa banyak basa basi, Damian langsung mengulum, menghisap lipatan merah milik Riri. Rasa asin dari cairan gairah, disedotnya lebih kencang, membuat Riri tak mampu menahan gejolak orgasme yang segera datang. Dalam hitungan detik gelombang itu datang. kedua kakinya bergetar hebat. Damian kembali berdiri, ia membuka kaitan celana dan resleting. Membebaskan kejantanan yang sudah menegang sejak melihat Riri memasuki Ballroom hotel.

Riri yang masih menikmati klimaksnya, langsung melenguh merasakan Damian menusukan kejantannya ke dalam lubang surgawi miliknya. Riri semakin menggigit bibirnya, menahan desahan yang lebih kencang.

Sambil memacu pinggulnya, ibu jarinya dimasukan ke dalam mulut Riri untuk melepaskan gigi Riri yang menggigit bibirnya sendiri. Riri langsung menghisap kuat ibu jari Damian, membuat Damian semakin menggeram, memacu pinggulnya lebih kuat.

Riri menggelengkan kepalanya, mulutnya semakin kuat menghisap ibu jari Damian. gelombang itu akan datang kembali, bersamaan dengan Damian yang akan mendapatkan klimaksnya juga.

"Keluarkan sayang, keluarkan desahanmu jangan ditahan. Tak akan ada orang yang mendengar," bisi Damian. suaranya serak.

Mematuhi Damian, Riri melenguh kencang merasakan klimaks kedua kalinya. Disusul Damian yang juga menggeram, Kejantanannya di dorong lebih dalam, hingga cairannya memenuhi Riri.

Perlahan Damian melepaskan diri dari penyatutan. meraih tisu dan mengelap cairan yang menetes di paha Riri. Keduanya terengah, lalu tertawa kecil bersama.

"Kamu selalu luar biasa, sayang," ucap Damian seraya membenahi gaun Riri seperti semula.

Riri hanya memutar tubuhnya menghadap Damian. Ia terlalu lelah untuk menimpali perkataan Damian.

"Aku menyesal lemah terhadapmu," jawab Riri jujur.

"Aku menyukai sisi dirimu yang lemah, sayang," Damian menarik Riri dalam pelukannya. Mencium pelipisnya.

"Ini belum selesai. Ayo kita lanjutkan di tempat yang lebih baik daripada toilet," kelakar Damian menunjuk sampah di sudut toilet.

Riri tertawa pelan. "Kamu gila. Aku kemari bersama suamiku."

"Sudah kubilang kita tak bisa melakukannya lagi," timpal Riri sedikit menyesal termakan gairah.

"Tapi kenyataannya kita melakukannya lagi."

Riri memejamkan mata. "Tolong menyingkir. Jangan sampai Kana memergoki kita disini."

"Aku tak peduli," jawab Damian tetap menghalangi pintu.

"Aku peduli. Jika kamu ingin mengulanginya, kamu harus membiarkanku keluar sekarang!" geram Riri. Damian mengangkat alisnya. Riri memberikannya sinyal hijau.

"Baiklah. Temui aku, besok malam di hotel tempat malam pertama kita," ucap Damian.

"Besok aku tak bis–"

"Aku tak menerima penolakan. Akan ku kirim nomor kamarnya. Sebagai jaminan menahan celana dalammu."

Damian menunjukan celana dalam Riri, lalu memasukannya di saku celananya.

"Damian!" sentak Riri tak terima.

"Aku akan mengembalikannya besok, sayang."

"Sekarang! Kembalikan sekarang. Aku tak nyaman tak memakai dalaman," jawab Riri terdengar ragu.

"Kamu akan tetap nyaman, bayangkan saja milikku ada di dalamnya," goda Damian.

Riri mendelik, Damian terkekeh. Terhibur melihat Riri marah.

Percuma mendebat pria di depannya. "Menyingkirlah!" Riri menggeser tubuh Damian. Tanpa melawan lagi Damian menggeser tubuhnya, dan membiarkan Riri keluar.

Riri melangkah keluar dari toilet dengan wajah muram. Diluar ia melihat seseorang berjaga, memegang papan bertulisan toilet sedang dalam perbaikan.

"Pantas saja, tak seorang pun masuk kesana," gerutu Riri melangkah masuk kembali ke Balroom. Ia berharap Kana tak menyadari penampilannya sedikit berantakan.

Damian yang mengikutinya dari belakang, tersenyum penuh kemenangan.

"Booking hotel untuk besok malam," perintahnya pada Satria yang sudah berpura-pura menjadi penjaga toilet.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Kamar 1808 (21+)

    “Jadi kamu datang,” gumam Damian, lebih kepada dirinya sendiri.Riri menatap Damian penuh arti. Tanpa kata ia langsung melangkah masuk ke kamar, dan menutup pintu kamar. Tangannya melingkar di leher Damian.Tangan Damian langsung memeluk pinggang Riri dan menarik tubuhnya yang langsing itu lebih rapat. Bibir keduanya langsung beradu, penuh hasrat, dalam, dan menuntut. Damian menghisap bibir atas dan bawah Riri secara bergantian, lalu lidahnya menyelusup mengajak lidah Riri ikut bermain. Riri pun membalas dengan sama liarnya.Damian memutar tubuh Riri dan mendorongnya pelan ke dinding dekat pintu. Tangan kirinya berada di belakang kepala Riri, tangan kanannya menjelajahi punggung dan turun ke pinggul, menekan lekuk tubuh yang sudah ia hafal.“Kamu tahu aku tidak tidur tadi malam?” gumam Damian di sela-sela ciuman.Riri tak menjawab. Napasnya sudah tersengal. Matanya terpejam saat Damian mencium lehernya, lalu turun ke tulang selangka.“Karena aku membayangkan kamu datang. Pakai baju ke

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Gairah dalam Kotak Pandora

    Langkah Riri terasa berat saat memasuki ballroom. Denting gelas, tawa tamu undangan, musik lembut dari orkestra—semuanya terasa seperti kebisingan kosong di telinganya. Tak ada yang menyadari kepergiannya. Tak ada yang tahu apa yang baru saja ia lakukan di toilet hotel.Napasnya belum normal. Wangi parfum Damian masih tertinggal di kulitnya, menusuk hidungnya. Gerak tubuhnya kaku, seperti orang yang baru saja lolos dari bencana yang ia ciptakan sendiri. Atau biarkan terjadi.Pandangannya langsung mencari Kana. Pria itu berdiri tak jauh, berbincang santai dengan beberapa rekan bisnis. Ia tampak tenang, tampan, dan rapi seperti biasa. Senyumnya lebar. Dulu senyum itu berhasil membuat Riri membuka hati, menerima pernikahan paksa demi bisnis orang tua mereka. Kini, senyum itu hanya jadi pengingat betapa hancurnya kepercayaan Riri pada Kana setelah perselingkuhannya dengan Sabrina.Riri menarik napas dalam. Tangannya cepat merapikan rambut, memastikan gaunnya tetap tertutup dengan rapi. Bu

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Gaun hitam dan dosa

    Riri berjalan cepat, tumit stilettonya menjejak lantai marmer. Di balik pintu toilet hotel yang sepi, ia menopang kedua tangannya di atas wastafel. Ia menatap bayangannya di cermin. Hatinya bergejolak. Detik demi detik berlalu. Tapi tiba-tiba, sepasang tangan melingkar dari belakang, menariknya lembut."Damian?" bisik Riri tercekat. Tubuhnya diputar, dan di sanalah pria itu berdiri, menariknya masuk ke salah satu bilik. Matanya gelap. Penuh kerinduan dan hasrat.“Kamu terlihat luar biasa malam ini,” gumam Damian. “Aku nyaris gila menahan diri untuk tidak menyentuhmu sejak kamu masuk ballroom.”Tanpa aba-aba Damian langsung mencium kasar bibir Riri. Kerinduan Riri pada sentuhan Damian membawanya membalas ciuman itu lebih dalam. Keduanya saling menghisap, melumat, bertukar saliva tanpa peduli mereka berada di ruang sempit.Tangan Damian mengusap turun naik punggung Riri yang tak tertutup benang, sebelah tangannya meremas dada Riri dengan sedikit kasar, membuat Riri melenguh."Damian, ki

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Catur takdir dan Bidak yang bergerak

    Malam ini langit Jakarta tampak seperti permadani gelap dengan benang-benang cahaya dari lampu gedung bertingkat. Dari lantai tertinggi kantor Rencon Group, Damian berdiri mematung, tangan disilangkan di depan dada. Di balik kaca besar itu, matanya menatap ke kejauhan ke arah gedung tempat musuhnya berdiri kokoh, PT Kamaya Global, kerajaan bisnis yang dibangun oleh ayah Kana dan kini dipimpin oleh anak kesayangannya.Damian tak berkedip. Di balik ketenangan raut wajahnya, otaknya bekerja seperti mesin perang. Sunyi ruangan bukan kesepian, melainkan ruang konsentrasi, tempat strategi dirancang dan dendam dijahit.Dentuman pelan dari sepatu kulit Satria terdengar mendekat. Pria itu tak banyak bicara kecuali jika diminta. Asisten pribadi yang lebih mirip algojo diam. Hari ini ia membawa kabar penting. Map cokelat tebal di tangannya tampak berat, seolah membawa lebih dari sekadar data.“Penyelidikan selesai,” ucap Satria tanpa basa-basi.Damian berbalik, mengambil map itu dan membuka hala

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Dua pria dalam hidup

    Riri berdiri di depan pintu rumahnya dengan tubuh yang masih dingin oleh udara pagi. Ia menatap gagang pintu selama beberapa detik sebelum akhirnya memutarnya perlahan.Pintu terbuka tanpa suara.Aroma kopi menguar dari dapur. Suara detik jam dinding terdengar begitu nyaring di ruang tamu yang kosong. Tak ada suara televisi. Tak ada suara musik. Hanya kesunyian yang menggantung seperti kabut.Riri masuk dengan langkah pelan. Kemeja yang ia kenakan semalam kusut dan lecek, rambutnya setengah basah tak beraturan. Ia menggantung payungnya di belakang pintu, melepas sepatunya tanpa suara.Dari ruang makan, langkah tergesa terdengar."Riri?"Suara Kana. Datar, tapi penuh nada cemas yang coba disembunyikan.Riri menoleh pelan. Wajah Kana tampak letih. Rambutnya acak-acakan, kantung matanya menghitam. Ia masih mengenakan kaus dan celana training. Ponselnya ada di tangan."Ke mana kamu semalam?" tanyanya.Riri menatapnya. Diam. Lalu berjalan melewati Kana tanpa sepatah kata pun."Aku telepon

  • Terjebak Dendam dan Gairah   Damian dan dendam

    Mobil Damian melaju menyusuri jalanan kota yang mulai ramai oleh lalu lintas pagi. Udara masih menyimpan sisa gerimis tadi malam. Di kursi penumpang, Riri duduk diam, mengenakan pakaiannya semalam. Rambutnya masih basah, tubuhnya masih terasa letih.Damian beberapa kali mencuri pandang, namun tak ingin memaksa bicara. Ia tahu, luka dalam diri perempuan di sampingnya belum benar-benar kering.Tiba-tiba, ponsel Riri yang masih tergeletak di dekat konsol mobil bergetar. Layarnya menampilkan nama yang langsung membuat tubuh Riri kaku.Kana – CallingDamian menoleh. “Kamu mau aku yang angkat?”Riri menggeleng pelan. Langsung ia sentuh tombol hijau, dan menyalakan speaker. Ia terlalu malas untum mengobrol secara personal dengan Kana.Damian hanya menghela napas.Suara Kana langsung terdengar, panik, cemas, seperti orang yang kehilangan arah.“Riri? Sayang, kamu dengar? Kamu di mana? Seharian kamu nggak bisa dihubungi! Aku udah keliling nyari kamu!”Riri menggigit bibirnya. Tangannya mengepa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status