Share

5. Dua pria dalam hidup

Penulis: QueenShe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-11 13:29:13

Riri berdiri di depan pintu rumahnya dengan tubuh yang masih dingin oleh udara pagi. Ia menatap gagang pintu selama beberapa detik sebelum akhirnya memutarnya perlahan.

Pintu terbuka tanpa suara.

Aroma kopi menguar dari dapur. Suara detik jam dinding terdengar begitu nyaring di ruang tamu yang kosong. Tak ada suara televisi. Tak ada suara musik. Hanya kesunyian yang menggantung seperti kabut.

Riri masuk dengan langkah pelan. Kemeja yang ia kenakan semalam kusut dan lecek, rambutnya setengah basah tak beraturan. Ia menggantung payungnya di belakang pintu, melepas sepatunya tanpa suara.

Dari ruang makan, langkah tergesa terdengar.

"Riri?"

Suara Kana. Datar, tapi penuh nada cemas yang coba disembunyikan.

Riri menoleh pelan. Wajah Kana tampak letih. Rambutnya acak-acakan, kantung matanya menghitam. Ia masih mengenakan kaus dan celana training. Ponselnya ada di tangan.

"Ke mana kamu semalam?" tanyanya.

Riri menatapnya. Diam. Lalu berjalan melewati Kana tanpa sepatah kata pun.

"Aku telepon kamu berkali-kali. Aku cari ke kantor, ke rumah mama, nggak ada yang tahu."

Riri membuka kulkas, mengambil botol air mineral, lalu menuangkannya ke gelas.

"Nginep di hotel," jawabnya akhirnya. Tenang. Dingin.

Kana meneguk ludah. "Sendirian?"

Riri menatapnya sekilas, lalu mengangkat bahu. "Menurut kamu?"

Kana diam.

Riri meminum air dalam satu tegukan, lalu meletakkan gelas di meja. Ia menatap suaminya lebih lama kali ini.

"Sendiri. Aku sendirian di hotel," jawab Riri, melihat wajah Kana tampak menyelidikinya.

"Kenapa kamu kelihatan panik?"

"Tentu saja aku panik. Kamu hilang tanpa kabar."

Riri berjalan menuju tangga. "Aku cuma butuh sendiri."

"Apa ada masalah?" tanya Kana, suaranya mulai pelan. "Mama dan Papamu melakukan sesuatu yang menekanmu lagi? Kakak-kakak-mu?" tanya Kana tak menyembunyikan kekhawatirannya.

Kana begitu paham posisi Riri di keluarganya. Oleh karena itu Riri menerima perjodohannya dengan Kana. Ia berniat melarikan diri dari keluarganya sendiri.

Riri menghela napas. Matanya membalas tatapan Kana. Ingin sekali ia berteriak, "Kamu penyebabnya!" Tapi mulutnya bungkam. Ia masih bingung apa yang harus dilakukannya setelah mengetahui Kana berselingkuh.

"Bukan. Mereka sudah lama tak menggangguku."

Kana melangkah lebih dekat dengan Riri. "Aku lelah. Sekarang aku akan memakai kamar tamu." Kana mengerenyit heran.

"Ada apa? Apa ada salah yang aku lakukan?"

Riri tersenyum kecil. Kana memperhatikannya lekat. Tanpa menjawab, Riri melanjutkan langkahnya naik ke atas.

Melewati kamar mereka berdua. Hati Riri berdenyut nyeri. Ia tak ingin menoleh, walaupun hanya menatap pintunya saja. Kilasan adegan dua orang yang tengah memacu diri untuk kenikmatan berputar di kepalanya.

Anehnya adegan itu tumpang tindih dengan adegan persetubuhannya bersama Damian. Riri menggeleng keras. mencoba menghapus bayangan pria yang tadi ia tinggalkan begitu saja, setelah mengantarnya.

Memasuki amar masih tamu. Riri duduk di meja rias. Disana tirai terbuka separuh. Ranjang tertata tanpa kerutan. Mungkin berbeda dengan kamar utama, yang meninggalkan jejak dua orang yang kini dibencinya.

Riri melepaskan mantelnya. Menyisir rambutnya yang masih lembab. Saat ia hendak mencepol rambutnya. Warna merah terlihat jelas di kulit lehernya. Damian menghisapnya begitu kuat, hingga meninggalkan bekas yang mungkin tidak akan hilang selama seminggu.

Riri menghela nafas berat.

Wajah Damian begitu jelas diingatannya, menggeser adegan Kana dan Sabrina.

Damian dan sentuhannya, ciumannya, tatapan lembutnya. Semuanya membuat Riri kembali meremang.

Riri menggeleng pelan, mencoba menepis bayangan, tapi justru kilasan itu datang lebih jelas.

Sentuhan jemari Damian di kulitnya. Bisikannya yang serak saat menyebut namanya. Ciuman panas yang menyusuri leher, lalu dadanya. Lidahnya yang tak segan menjelajah, menggali segala sisi tubuhnya yang selama ini tak pernah dijamah siapa pun.

Ia ingat bagaimana tubuhnya melengkung saat Damian menyentuhnya di tempat terdalam. Bagaimana napasnya tercekat, lalu tumpah dalam desahan panjang yang belum pernah ia keluarkan. Rasanya seperti lahir kembali.

Ia membiarkan dirinya terjatuh ke atas ranjang. Tubuhnya menggigil, tapi bukan karena dingin. Namun perasaan diinginkannya semalam, kembali menaunginya.

Perasaan itu, kenikmatan itu, semuanya masih hidup di kulit dan pikirannya. Ia memeluk dirinya sendiri, mencoba menenangkan detak jantungnya yang kembali tak beraturan.

Damian, lelaki yang memandangnya seolah ia satu-satunya wanita di dunia.

Ponselnya bergetar. Satu pesan dari nomor tak dikenal:

"Aku harap kamu baik-baik saja pagi ini. Damian"

Riri menatap layar ponsel itu lama. Lalu menghapus pesan itu tanpa membalas.

"Aku harus menyudahi semua ini. Jangan sampai aku terlarut dalam perasaan ini," gumamnya.

Riri akhirnya memutuskan kembali mandi, membersihkan tubuhnya untuk kedua kalinya. Ia berharap bisa menghapus semua jejak Damian yang membuatnya menginginkan hal itu lagi.

Kalau ia mengingat terus sentuhan Damian. Ia merasa akan menjadi Kana bersi yang lainnya. Berselingkuh dengan kedok membalas perselingkuhan. Ia tak ingin melakukan itu.

Riri melangkah keluar dengan handuk di rambutnya. Ponselnya terlihat kembali menyala. Riri meraih ponselnya.

Masih nomor yang sama. Berarti itu Damian.

"Aku mencemaskanmu. Tolong cukup balas dengan mengatakan kamu baik-baik saja."

Chat lain kembali masuk, masih Damian.

"Kalau kamu tak membalasnya, jangan salahkan aku yang akan menerobos masuk kendalam rumahmu. Aku masih ada di depan rumahmu."

Mata Riri membelalak. Ia takut Damian melakukan hal nekat.

Jarinya bergerak membalas pesan Damian.

"Aku baik-baik saja. Tidak ada yang terjadi. Tolong tepati janjimu untuk melupakan semua yang terjadi di antara kita."

Riri menggenggam ponselnya erat. Berharap apa yang di putuskannya hal yang tepat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Kenapa harus kamu

    ​Bukan hanya Pevita. ​Di sebelahnya, duduklah seorang remaja laki-laki, wajahnya mirip dengan Pevita, juga diikat. ​Dua dari lima kurir itu adalah Pevita, dan adik laki-lakinya. ​Aldrich memejamkan mata, kepalanya berputar. Bau debu, beton, dan kengerian menyelimutinya. ​Pevita. Tiga hari dia di Bali. Dia bilang mengurus adiknya. ​"Noble," bisik Aldrich, suaranya hampir tidak terdengar, namun sangat mematikan. "Jelaskan. Sekarang!" ​Noble, yang berdiri di belakang Aldrich, segera melihat dan terkejut. "Saya... saya tidak tahu, Tuan! Mereka tertangkap di lapangan. Mereka kurir. Tidak ada yang tahu identitas mereka selain kode. Tapi wanita itu... dia salah satu dari tiga kurir perempuan!" ​Aldrich mendekati Pevita. Gadis itu mendongak, matanya yang biasa polos kini dipenuhi rasa takut yang teramat sangat, bercampur dengan pengkhianatan dan keputusasaan. ​"Pevita," desis Aldrich, memanggil namanya dengan suara yang menyakitkan. "Apa yang kamu lakukan di sini?!" ​Pevita tidak bi

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Menyelundup

    Aldrich menatap Pevita, senyum kecil di wajahnya perlahan memudar. "Saya hanya mau memberitahu, besok saya pulang ke Bali. Harus ada yang di urus," kata Pevita, sedikit ragu. Dia terdiam, merasa tak nyaman dengan tatapan Aldrich yang tak bisa dibacanya. "Saya kasih tahu ini karena untuk jaga-jaga seumpama Tuan perlu lagi untuk pura-pura kencan. Dan saya gak ada di sini." Aldrich terdiam sebentar. Memproses informasi itu. Kepergian Olivia dan Pevita, berbarengan. "Tak perlu khawatir," jawab Aldrich, nadanya kembali tenang dan profesional, memasang kembali topengnya. "Besok Olivia akan pulang ke Swiss. Jadi sandiwara kita sudah selesai sampai sini. Tak akan ada lagi," katanya, berusaha terdengar lega. Entah kenapa, jawaban Aldrich yang terlalu tenang itu justru membuat Pevita sedikit tak nyaman. Sandiwara itu mungkin berakhir, tetapi ikatan emosional yang tercipta di antara ciuman dan tawa konyol tidak. Pevita mengangguk lemah, menerima keputusan itu, dan undur diri ke kamar tamu.

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Kencan Palsu

    Aldrich kembali ke mansion pada sore hari, berpura-pura lelah dari urusan kantor. Dia segera menuju ruang keluarga. Dia tahu, dia harus segera memulai sandiwara yang meyakinkan jika ingin Olivia menghentikan penyelidikan diam-diamnya mengenai hubungannya bersama Olivia. Dia menemukan Olivia sedang duduk di kursi santai dekat taman samping mansion, mengawasi Ariel yang bermain dengan kucing keluarga. Suasana tampak damai, tetapi Aldrich merasakan ketegangan yang tersembunyi. Aldrich menghampirinya. "Liv." Olivia mendongak, tersenyum kecil. "Baru pulang, Al? Kenapa kamu tidak langsung mandi? Bau kantor menempel." "Aku baru bicara sebentar dengan Bu Lasmi," kata Aldrich. Dia kemudian memanggil salah satu pelayan. Olivia mengangkat alisnya, tertarik. "Urusan mendesak, ya?" "Hanya urusan pribadi," jawab Aldrich berusaha tidak mencurigakan. Tak lama kemudian, Pevita muncul dengan mengenakan dress kasual yang modis, hasil belanja pagi itu, dan rambutnya diikat longgar. Namun, wajahny

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Menghancurkan Bisnis Gelap

    Dua hari setelah insiden pengakuan Pevita, Aldrich meninggalkan kemewahan mansion dan sandiwara romantis yang ia ciptakan. Ia menuju sebuah gudang industri tua di kawasan pinggiran Jakarta, salah satu markas logistik Candra yang kini dikuasai Noble. Tempat ini, jauh dari kilau Recon Group dan intrik keluarga, adalah tempat di mana Aldrich Wira kembali menjadi bayangan Rayzen. Di dalam gudang yang luas, hanya ada sedikit cahaya remang-remang. Udara dipenuhi aroma debu dan karat. Beberapa anak buah Noble berjaga di sudut, tetapi suasana kini jauh lebih tenang daripada masa Candra berkuasa. Noble, pria bertubuh besar dengan bekas luka di pelipisnya, berdiri di depan meja kayu usang. Di sampingnya, tumpukan berkas ditata rapi semua laporan yang diminta Aldrich. "Selamat datang, Tuan Aldrich," sapa Noble, suaranya dalam dan penuh penghormatan. Aldrich mengenakan kemeja gelap dan celana bahan, penampilannya jauh lebih santai, tetapi sorot matanya tajam dan tanpa emosi. "Langsung ke int

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Kekasih pura-pura

    Melihat keterkejutan di wajah Olivia, Aldrich semakin menguatkan perannya. Ini adalah pelarian terbaik, meskipun paling impulsif, yang pernah ia lakukan. "Ya, kekasihku," ulang Aldrich, nadanya tegas, tangannya menekan bahu Pevita. "Kenapa, Liv? Ada masalah dengan itu?" Pevita, yang terperangkap dalam pelukan Aldrich, hanya bisa gemetar. Dia merasakan tatapan tajam Olivia yang menyelimuti dirinya, berusaha mencari celah atau kebohongan. Dia takut, sangat takut, tetapi dia juga memahami dari genggaman Aldrich bahwa dia harus memainkan peran ini. Ini bukan lagi soal move on dari Rayzen; ini adalah pengumuman kepemilikan. Olivia tersenyum canggung, berusaha menutupi keterkejutannya. "Tentu saja tidak, Al. Hanya saja... aku tidak menyangka kamu akan merahasiakannya begitu rapat. Aku bahkan tidak pernah melihat Pevita di ruang makan." "Pevita bekerja di sini," jawab Aldrich dingin. "Kami lebih memilih menjaga hubungan kami dari sorotan. Dia adalah pekerja keras, dan dia membuatku bahag

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Dia kekasihku

    Aldrich duduk di kursinya, mencoba membenamkan diri dalam laporan merger dan akuisisi yang disiapkan Damian. Namun, konsentrasinya nihil. Matanya terus melirik ke luar jendela, pikirannya kembali ke kamarnya, ke ciuman yang dipaksakan. Tangannya terus menyentuh bibirnya, rasa whiskey dan sentuhan lembut bibir Pevita bercampur menjadi sensasi yang tak terhindarkan. Wajah Pevita terus membayangi dengan wajahnya yang panik, mata memohon, dan kemudian, penerimaan yang mengejutkan. Yang paling mengganggunya adalah tangannya terasa masih meremas dada Pevita, mengingat betapa lembut dan rapuhnya tubuh gadis itu di bawah cengkeramannya. Rasa bersalahnya sangat besar, tetapi bercampur dengan gelora hasrat yang sama sekali tidak ia harapkan. Di hadapannya, Arkana dan Damian heran melihat Aldrich yang sangat tidak fokus. "Al, kamu dengar aku?" tanya Arkana, nadanya sedikit kesal. "Aku bilang, jaringan logistics Adiwangsa Balian adalah kunci untuk membersihkan semua aset properti. Kita harus t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status