Aara berjalan lunglai melewati lorong sepi mansion milik Zayden.
Air matanya berderai deras, hatinya terasa begitu hancur. Dia tidak menyangka, jika mimpi buruk ini akan benar-benar terjadi dalam hidupnya.Dia tidak tahu apa kesalahannya, kenapa Tuhan terus menghukumnya dengan begitu berat.Satu tangannya tampak menempel pada dinding yang dia lewati, karena semua ini. Rasanya dia tidak sanggup lagi untuk berdiri.Kakinya begitu lemas, tangannya begitu kaku. Air matanya bagaikan air sungai yang terus mengalir tanpa mau berhenti.Aara berjongkok, dengan kedua tangannya dia menutupi wajahnya yang sudah begitu basah.Seketika, suara tangisnya pun terdengar. Dia tidak tahu lagi, apa yang harus dia lakukan.Pernikahan yang mulanya dia pikir akan merubah hidupnya ke arah yang lebih baik, justru tidak terjadi.Hidupnya malah lebih hancur dari sebelumnya. Sekarang, dia merasa seperti berada di neraka lain dalam hidupnya, neraka yang akan membakar seluruh hati dan tubuhnya hingga tak bersisa lagi.“Hiks, apa salahku sebenarnya. Kenapa semua ini terjadi padaku. Hiks, ibu.”Suara tangis Aara begitu kencang, memenuhi lorong sepi dan dingin itu. Dia memeluk erat dirinya sendiri, sekarang. Dalam situasi ini, dia tidak tahu harus bersandar pada siapa. Dia hanya seorang diri, tidak ada siapa pun, hanya sendirian. Menerima rasa sakit dari kesalahan yang tidak pernah dia ketahui.Sementara itu di sisi lain. Zayden tampak duduk di ruang kerjanya dengan santai, di depannya sudah ada Sam yang berdiri dan menjadi teman bicaranya saat ini.“Tuan, apa Anda sudah merasa puas sekarang? Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan, saya yakin perasaan Anda pasti sudah tenang, bukan?”Zayden melirik tajam pada Sam, mengartikan bahwa apa yang Sam katakan itu tidaklah benar.“Kau pikir hanya dengan itu, bisa membuatku puas?” Zayden lalu menggeleng. “Kau salah, ini baru permulaan. Amarahku masih belum tersalurkan, wanita itu sudah membuat air mata mamaku jatuh. Karena itu, dia harus menerima balasan yang lebih dari ini. Karena itulah aku menikahinya, agar aku bisa membuat hidup wanita itu bagai di neraka!” lanjutnya.“Tapi Tuan, sampai kapan Anda akan melakukan pernikahan ini?”“Sampai aku puas melihat wanita itu menderita, walaupun aku tidak menjamin bahwa aku akan merasa puas.”“Apa Anda akan mengorbankan kehidupan Anda? Bagaimana Anda bisa terus hidup bersamanya. Apakah Anda akan bisa bahagia?”“Memangnya siapa bilang aku menikah untuk hidup bahagia?”“Ya?”“Seperti yang kau tahu Sam, wanita itu adalah selingkuhan dari papaku. Itu artinya, tidak akan ada kebahagiaan di pernikahan ini.”“Lalu, bagaimana dengan nyonya besar. Bagaimana jika beliau mengetahuinya?”“Dia tidak akan tahu jika tidak ada yang memberitahunya. Karena itu Sam, kau harus menutup mulutmu rapat-rapat. Karena jika mamaku atau orang lain tahu masalah ini, kaulah orang pertama yang aku salahkan.”“Baik Tuan,” jawab Sam patuh.Dimana jawabannya itu berhasil membuat Zayden puas. Dan membuat ekspresinya langsung berubah mengerikan.“Aku akan pergi ke kamarku sekarang,” ujarnya kemudian seraya menunjukkan smirknya. Seakan dia siap untuk melakukan sesuatu pada mainan barunya itu.Sam pun membungkuk, lalu melihat kepergian tuannya itu yang kembali menunjukkan tatapan bengisnya.Dia berjalan santai menuju kamarnya yang memang memiliki jarak tidak terlalu jauh dari ruang kerjanya.Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari saat ini. Sudah cukup terlambat bagi orang yang akan beristirahat dari waktu lelahnya.Namun bagi Zayden, di waktu ini pun juga adalah waktu yang bagus untuk melihat air mata dari wanita itu.Dia memberhentikan langkahnya tepat di depan kamarnya, tanpa ragu tangannya itu lalu membuka pintu di depannya.Dia pun masuk, arah pandangnya langsung tertuju pada sosok wanita yang baru saja dinikahinya itu.Wanita itu berdiri di pojok kamar, dengan ekspresi ketakutan yang menghiasi wajahnya.Bukannya merasa iba, Zayden yang melihat itu justru merasa puas. Dia bahkan ingin melihat lebih lagi, agar kepuasan di dalam hatinya ini semakin dia rasakan.Seraya menunjukkan tatapannya yang tajam, Zayden melangkah mendekat pada posisi Aara berada saat ini.Melihat itu, tentu saja Aara refleks melangkah mundur.Tubuhnya bergetar, terlebih ekspresi Zayden saat ini begitu mengerikan di matanya.Langkah Zayden berhenti tepat di depan Aara, dia menundukkan wajahnya. Menatap Aara dalam jarak yang begitu dekat.Dimana apa yang dia lakukan itu berhasil membuat perasaan takut yang memang sudah Aara rasakan semakin besar.Aara mengalihkan wajahnya, berusaha untuk menghindari tatapan Zayden yang begitu mengintimidasi.“Aku tidak menyangka, bahkan setelah apa yang terjadi. Kau masih berani datang kemari dan melihatku,” ujarnya dingin. “Apa kau sama sekali tidak takut padaku? Atau, nyalimu yang terlalu besar?” lanjutnya.Glek!Aara menelan salivanya dengan begitu susah payah. Dia mengepalkan tangannya, berusaha untuk menguatkan mentalnya.“I-itu, itu karena kita sudah menikah,” jawabnya.Zayden menunjukkan ekspresi tidak percayanya, jika setelah apa yang dilakukannya tadi. Wanita di depannya ini justru masih berani berbicara seperti itu. Bukankah, dia wanita yang sama yang mengatakan akan membatalkan pernikahan ini.“Benarkah, apa itu artinya kau berpikir untuk tidur di ranjang yang sama denganku?”Aara terdiam, dia hanya terus mengepalkan tangannya dengan begitu erat.“Kau masih berpikir untuk melakukan malam pertama denganku? Apa kau sangat haus dengan belaian seorang pria?”Zayden lalu menyondongkan tubuhnya pada Aara, sedangkan Aara yang menyadari itu langsung menggerakkan wajahnya ke belakang, mencoba menghindari Zayden.Namun, usahanya itu tidak berlangsung lama. Karena Zayden sudah berhasil mengurungnya. Dan membuat Aara semakin ketakutan.Dia menutup matanya, jaraknya dan Zayden sangat dekat. Dia bahkan bisa merasakan hangat nafas Zayden yang mengenai sisi lehernya.Dengan smirk yang dia tunjukkan, Zayden mendekatkan bibirnya itu pada telinga Aara.“Kau pikir aku akan sudi?” bisiknya kemudian.Brugh!Aara tersentak, ketika mendapat dorongan kasar dari Zayden, hingga membuatnya jatuh tersungkur dan refleks mengeluarkan ringisan sakit.“Tidur di lantai, karena tempat itu lebih cocok untukmu! Jangan berpikir untuk menyentuh sofaku, dengan tubuh kotormu itu!”ujarnya kasar.Zayden lalu berbalik, naik ke atas ranjangnya.Dia berbaring, menarik selimut hangatnya dan mulai memejamkan matanya.Sementara Aara, dia berbaring di lantai tepat di bawah ranjang king size milik Zayden.Dia meringkuk, dengan posisi tidurnya yang miring. Tanpa benda apa pun yang akan melindungi tubuhnya dari dinginnya malam.Air matanya menetes. Kehidupan ini memang benar-benar kejam padanya.Bahkan ayahnya sendiri tega menukarnya dengan jaminan hutang, tanpa berpikir jika putrinya akan hidup menderita akibat dari ulah yang diperbuatnya. Penyesalan ayahnya itu tidak berguna, karena pada akhirnya. Dia tetap akan hidup terpenjara di sini.‘Aku lelah, rasanya aku ingin menutup mataku dan tidak ingin bangun lagi. Tapi, aku tidak bisa meninggalkan ibu yang masih membutuhkanku. Demi ibu, aku harus kuat. Dan menghadapi rintangan apa pun yang menghalangiku. Karena aku yakin, suatu hari nanti kami bisa bersama lagi,’ batinnya.Mata tertutup Zayden tampak bergerak-gerak. Wajah tidurnya itu menunjukkan kernyitan kesal. Tampak satu tangannya terangkat, dan menutupi wajahnya yang terasa silau karena terkena sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela kamarnya. “Sialan! Siapa yang berani membuka jendelanya!” kesalnya. Saking teriknya matahari, bahkan tangannya pun tidak bisa melindungi silaunya. Zayden membuka tangannya itu, dia lalu terduduk di atas ranjang dengan pandangannya yang melihat pada jendela kamarnya. “Siapa yang berani membukanya, apa mereka mau dipecat!” Terlanjur bangun, Zayden pun akhirnya turun dari atas ranjang. Dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi. “Ternyata sudah jam segini, aku harus cepat bersiap-siap,” gumamnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Di sana, Zayden kembali mengernyit. Ketika melihat bak mandinya yang sudah terisi oleh air hangat. Dia kembali merasa bingung, siapa sebenarnya yang melakukannya. Karena seingatnya, di mansion ini tidak ada s
Zayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ekspresi marahnya itu sama sekali tidak hilang sejak dari rumah tadi. Bahkan terlihat semakin jelas, dan terus menguasainya. “Sial, apa-apaan itu tadi. Apa dia mau sok berperan menjadi istri yang baik? Hah, benar-benar menjijikkan. Apa dia sedang memainkan trik kotor saat ini, berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatianku. Apa trik ini juga yang dia gunakan pada papa, sehingga papa tergoda olehnya, dan mengkhianati mama.” Bruk! Mengingat itu, membuat kemarahan Zayden semakin meninggi bahkan sampai memukul setir mobilnya sendiri untuk melampiaskannya. “Cih, tapi aku berbeda dengan papa. Aku tidak akan semudah itu masuk ke dalam perangkapmu. Karena aku sudah tahu, siapa kau sebenarnya.” Sementara di mansion, Aara melihat dengan sedih pecahan-pecahan piring yang berserakan di lantai. Dia mendekat pada pelayan-pelayan di sana yang tengah membersihkannya. Aara tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Kala dia mengingat bagaimana d
Zayden memberhentikan mobilnya itu tepat di depan pintu utama rumahnya. Namun, bukannya turun dari sana. Zayden justru tetap di dalam beberapa saat. Dia bahkan menempelkan keningnya itu pada setir mobilnya, terlihat jelas suasana hatinya yang memburuk paska menemui mamanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan mamanya sendirian. Tapi, demi melancarkan rencananya dia harus tinggal sendiri. Karena dia tidak mau jika mamanya tahu kalau dia menikahi Aara yang notabenenya adalah selingkuhan dari suaminya. Terlebih, Zayden juga tidak ingin melihat wajah papanya. Sudah cukup dia menahan emosi saat berada di kantor. Dan dia tidak ingin membuat mamanya semakin sedih jika mendengar pertengkarannya dengan papanya. Zayden mengangkat kembali wajahnya, dia menghela nafasnya dalam seraya bersandar pada kursi mobilnya. Dia pun kemudian turun, setelah perasaannya ini sedikit membaik. Suasana mansion sudah tampak sedikit sepi, mengingat saat ini hari memang sudah cukup larut. Zayden yang tidak
Aara yang baru saja sampai di mansion. Tampak tengah membersihkan lukanya juga mengobatinya. Dia memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit, selain karena tidak memiliki uang. Dia juga merasa jika lukanya ini masih terbilang ringan dan bisa dia obati sendiri. Mulut Aara tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan rasa sakit, namun tangannya juga tidak berhenti untuk mengoleskan obat pada lukanya itu. Sesekali, dia masih memikirkan siapa sebenarnya yang sudah menabraknya. Benarkah ini hanya ketidak sengajaan, dan orang itu benar-benar mabuk. Tapi, jika memang benar. Kenapa dia merasakan hal aneh. Kenapa dia merasa jika orang itu sengaja menabraknya. Siapa lagi sebenarnya yang membencinya dan ingin balas dendam padanya. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini. Brugh! Aara yang tadi tengah melamun itu sontak terkejut, ketika mendengar suara dobrakan pintu yang terbuka dengan begitu keras. Dia menoleh, dan melihat Zayden yang masuk dengan ekspresi marah di wajahnya. “Tu-tuan.” Zayden m
Zayden yang merasa bingung itu, lantas turun dari atas ranjang. Dia memakai kembali pakaiannya dan bergegas keluar dari sana, meninggalkan Aara yang masih menangis seraya menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Aara mencengkeram kuat selimut itu, dengan air matanya yang terus mengalir, dia melihat ke arah pintu yang baru saja Zayden lewati. Tubuhnya masih bergetar begitu hebat, dia tidak menyangka. Jika Zayden benar-benar akan bersikap begitu mengerikan, dia seperti binatang buas yang sedang kelaparan dan memangsa siapa pun yang berada di dekatnya. Sementara itu, Zayden masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia membanting pintu itu dengan keras seakan menunjukkan kebingungannya yang berujung amarah. Zayden berhenti tepat di depan meja kerjanya, dia berdiri dengan kedua tangannya yang dia tempelkan pada meja. Bola matanya terus melihat ke sana kemari, menunjukkan ketidak mengertian yang saat ini dia rasakan. Dia menggeleng. Apa sebenarnya yang sudah terjadi. Wanita itu, bagaimana bisa wa
“Tuan, apakah Anda yang semalam menabrak saya?” tanyanya.Mendapat pertanyaan itu, Zayden terdiam dengan tatapannya yang mengarah lekat pada Aara.“Menurutmu? Apakah itu aku?” tanyanya balik.Aara belum menjawab, dia kembali menoleh pada mobil Zayden dan menatap lekat pelat nomor itu.Dia yakin, dan dia ingat dengan jelas. Pelat nomor yang tertera di sana sama dengan pelat nomor mobil yang menabraknya semalam.Dan juga ... warna mobil ini sama persis dengan mobil yang semalam. Jadi dia tidak mungkin salah.“Tuan?”“Ya, memang aku,” ujar Zayden yang sontak membuat Aara terdiam.Dengan kedua tangannya yang dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden melangkah, mendekat pada Aara. Membuat wanita itu mendongak, agar bisa tetap melihat ekspresi Zayden.“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Kau mau melapor polisi?” tanyanya kemudian dengan angkuh.Aara tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama, air mata itu pun lolos, keluar dari pelupu
Aara pulang dari rumah sakit dengan berjalan kaki melewati trotoar jalan raya yang tampak sudah cukup sepi.Suasana juga sudah begitu gelap, namun untuk menenangkan perasaannya yang sangat kacau saat ini. Dia nekat untuk berjalan kaki dan merenungkan apa sebenarnya yang sudah terjadi.Hal jahat apa yang dia lakukan, hingga sampai memiliki nasib seperti ini.Dimulai dari bangkrutnya perusahaan ayahnya hingga keluarganya yang memiliki banyak hutang, lalu semua itu diperparah dengan ibunya yang memiliki penyakit jantung koroner. Bahkan karena semua itu, dia harus rela bekerja di klub malam agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari juga sebagai biaya pengobatan ibunya.Dia pikir semua itu sudah cukup, tapi ternyata. Masih ada hal mengerikan lainnya, yang menerpa hidupnya.Seseorang yang dia pikir sebagai malaikat, yang bisa merubah hidupnya ini ternyata tidak benar. Dia justru iblis, yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang yang semakin dalam dari sebelumnya.Air mata Aa
Sebuah mobil hitam tampak melaju dengan kecepatan tinggi melewati jalanan raya.Zayden, yang tak lain pemilik dari mobil itu tampak duduk menyandar di kursi belakang seraya tatapannya terus melihat jalanan yang saat ini tengah dilewatinya.Ingatannya itu melayang, pada kejadian satu jam lalu yang membuat perasaannya semakin kacau.Satu jam lalu.Zayden baru saja turun dari dalam mobilnya setelah pulang dari kantor.Dia berniat untuk mengunjungi mamanya terlebih dulu, sebelum pulang ke rumahnya sendiri.Ketika melewati pintu utama, Zayden merasakan hal aneh yang terjadi pada suasana di mansion orang tuanya itu.Para pelayan terlihat ketakutan, mereka bahkan tidak menyambutnya dengan tenang seperti biasanya.Langkah Zayden terhenti, dia menoleh pada Charlos yang merupakan kepala pelayan di mansion itu.“Apa yang terjadi?” tanyanya dingin.“Itu ... Tuan Muda, baru saja terjadi pertengkaran antara nyonya dan tuan besar,” jawabnya.Mendengar itu, tentu saja Zayden terkejut. Piki