Mata tertutup Zayden tampak bergerak-gerak.
Wajah tidurnya itu menunjukkan kernyitan kesal. Tampak satu tangannya terangkat, dan menutupi wajahnya yang terasa silau karena terkena sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela kamarnya.“Sialan! Siapa yang berani membuka jendelanya!” kesalnya. Saking teriknya matahari, bahkan tangannya pun tidak bisa melindungi silaunya.Zayden membuka tangannya itu, dia lalu terduduk di atas ranjang dengan pandangannya yang melihat pada jendela kamarnya.“Siapa yang berani membukanya, apa mereka mau dipecat!”Terlanjur bangun, Zayden pun akhirnya turun dari atas ranjang.Dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi.“Ternyata sudah jam segini, aku harus cepat bersiap-siap,” gumamnya lalu masuk ke dalam kamar mandi.Di sana, Zayden kembali mengernyit. Ketika melihat bak mandinya yang sudah terisi oleh air hangat.Dia kembali merasa bingung, siapa sebenarnya yang melakukannya. Karena seingatnya, di mansion ini tidak ada satu pelayan pun yang boleh masuk ke dalam kamarnya tanpa seizinnya.“Jangan bilang wanita itu ....”Zayden menunjukkan raut kemarahannya, tanpa memedulikan air di bak mandi itu. Dia pun lebih memilih berdiri di bawah shower dan membersihkan tubuhnya dengan air di sana.***Seraya terus menunjukkan wajah dinginnya. Zayden bersiap-siap memakai setelan kantornya, dia mengikat dasi di lehernya, dan dilanjut dengan memakai jam tangan kesayangannya.Penampilannya itu dilengkapi dengan jas hitam yang melekat di tubuh sempurnanya, dia kemudian melangkah keluar dari dalam kamarnya.Dengan langkahnya yang penuh keangkuhan. Zayden menuruni anak tangga, dan berjalan menuju ruang makan.“Selamat pagi Tuan.”Suara serempak itu terdengar, menyambut kedatangan Zayden yang baru saja sampai di sana.Terlihat, Aara juga sudah berdiri di samping meja makan, dan dengan sabar menunggu kedatangan Zayden.“Silakan Tuan,” ujar salah seorang pelayan yang menarikkan kursi untuk Zayden.Zayden duduk dengan arogansinya, dia lalu melirik ke sisi kirinya dimana Aara duduk di sana.“Siapa yang menyuruhmu untuk duduk?”Mendengar itu, Aara pun menoleh. “Sa-saya hanya—““Apa kau ingin membuatku muntah saat makan?”Aara menggeleng.“Pergilah, dan menjauh dari pandanganku!” serunya tajam.Aara mengepalkan tangannya, bukan karena marah. Tapi dia tengah berusaha untuk menahan perasaan sakitnya atas ucapan Zayden.Dia kemudian bangun, dan berdiri jauh dari posisi Zayden berada.Memastikan Aara yang sudah mematuhi perintahnya, Zayden pun lantas mengalihkan tatapannya itu pada berbagai macam hidangan yang sudah memenuhi meja makan di depannya.“Siapa koki hari ini? Kenapa makanan ini terlihat berbeda?” tanyanya.Dia menatap satu persatu pelayan yang ada di sana dengan tatapan dinginnya.Membuat semua orang di sana merasa takut, dan enggan untuk menjawab.“Lucas, apa kau tidak akan menjawabku?” tanyanya pada seorang pria paruh baya, yang merupakan kepala pelayan di mansion Zayden.“Maafkan saya Tuan, makanan hari ini dimasak oleh nyonya Aara,” jawabnya.Zayden yang mendengar itu pun lantas melemparkan tatapannya langsung pada Aara.Sedangkan Aara, mendengar namanya yang disebut. Dia hanya bisa menunduk, hatinya berharap bahwa apa yang dilakukannya ini setidaknya bisa membuat amarah Zayden sedikit mereda padanya. Walaupun dia sama sekali tidak bisa menjaminnya.Krittt!Dada Aara langsung berdebar keras, ketika mendengar suara kursi yang terdorong ke belakang.Dia bahkan menautkan kedua tangannya, ketika suara langkah kaki Zayden datang mendekat padanya.Wajah Aara yang tertunduk, bisa melihat dengan jelas sepasang sepatu oxford hitam mewah yang berada di depannya.Aara menelan salivanya, walaupun dia berniat baik. Tapi dia tidak bisa menyangkal rasa takutnya kala Zayden berada tepat di dekatnya.“Jadi kau yang memasaknya?”Aara mengangguk.“Apa kau juga yang membuka tirai jendela kamarku?”Aara kembali mengangguk.“Itu artinya, kau juga yang menyiapkan air mandi untukku?”Sekali lagi Aara mengangguk, menjawab semua pertanyaan Zayden padanya.“Hah.” Zayden menunjukkan senyum nanarnya.Dia lalu berbalik, berjalan kembali ke arah meja makan.Melihat tidak ada apa pun yang terjadi. Mungkinkah Zayden menerima apa yang dia lakukan.Seketika, Aara melihat ada secercah harapan dari hubungannya ini dan Zayden.Mungkin, Zayden tidak seburuk yang dia kira.Namun, di depannya. Zayden tampak masih menunjukkan senyum nanarnya. Hingga kemudian ....Bugh! Pranggg!Dia menghempaskan semua piring makanan di atas meja, hingga jatuh ke lantai dan hancur.Semua pelayan di sana terkejut, termasuk Aara. Dia bahkan sampai berteriak seraya menutup telinganya, karena terkejut dengan suara pecahan piring yang begitu keras.Zayden menoleh lagi pada Aara, namun kali ini dengan tatapannya yang benar-benar menunjukkan kemarahan.“Siapa yang memberimu izin untuk melakukannya?! Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh barang-barangku?! Apa aku memberimu izin?!”Aara menggeleng dengan air mata yang mulai menetes dari pelupuk matanya. Tubuhnya saat ini bahkan sampai bergetar karena rasa terkejut itu.“Apa kau menganggap bahwa kau benar-benar istriku? Ingat, aku menikahimu karena aku membencimu. Kau tak lebih dari sekedar tawananku. Karena itu, jangan berani bertindak diluar batasmu!”“Tapi Tuan, saya hanya ....”Baru saja Aara akan membela dirinya, namun suara getaran ponsel milik Zayden langsung mengurungkannya.Tampak Zayden yang masih diselimuti amarah itu pun lantas mengambil ponselnya, dia menatap dengan tajam semua pelayan di sana setelah mengetahui siapa orang yang sudah menghubunginya.Tak terkecuali Aara, dia juga melakukan hal yang sama padanya.Tapi, sepertinya Aara tidak mengerti. Terbukti dari dia yang masih berusaha untuk berbicara.“Tuan saya—““Ck.” Zayden berdecak kesal, ketika mendengar Aara yang tidak mematuhi perintahnya dan masih berusaha untuk berbicara. Refleks dia pun menutup mulut Aara dengan satu tangannya, menyadari bahwa dia sudah mengangkat panggilan itu.Aara terkejut, karena Zayden yang tiba-tiba menutup mulutnya secara spontan. Matanya bahkan melebar, kala merasakan hangat tangan Zayden yang menyentuh bibirnya.“Iya Mah?” ujarnya, menjawab telepon yang ternyata dari ibunya.“Kau tidak lupa janjimu hari ini, kan?”“Tentu saja tidak, Zay akan datang hari ini.”“Baiklah, mama akan menunggumu.”“Eum.”Panggilan pun lalu terputus setelah jawaban terakhir dari Zayden.Dia kembali menatap marah pada Aara, karena ketidak pekaannya. Zayden juga melihat tangannya, yang baru saja dia gunakan untuk membekap mulut Aara.Raut wajahnya menunjukkan rasa jijik dan juga benci.“Kau benar-benar memuakkan!” ujarnya seraya berbalik. Dia mengambil sapu tangannya, yang kemudian dia gunakan untuk membersihkan tangannya itu, lalu membuangnya begitu saja.Aara yang melihat itu, hanya bisa terdiam. Tatapannya mengarah pada sapu tangan Zayden yang baru saja dia buang.Dia lalu mengangkat wajahnya, dan menatap punggung Zayden yang terus menjauh dari pandangannya.“Ternyata kau sejijik itu padaku, memangnya aku terlihat seperti apa di matamu? Apakah aku seperti tikus yang kotor?” gumamnya.Zayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ekspresi marahnya itu sama sekali tidak hilang sejak dari rumah tadi. Bahkan terlihat semakin jelas, dan terus menguasainya. “Sial, apa-apaan itu tadi. Apa dia mau sok berperan menjadi istri yang baik? Hah, benar-benar menjijikkan. Apa dia sedang memainkan trik kotor saat ini, berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatianku. Apa trik ini juga yang dia gunakan pada papa, sehingga papa tergoda olehnya, dan mengkhianati mama.” Bruk! Mengingat itu, membuat kemarahan Zayden semakin meninggi bahkan sampai memukul setir mobilnya sendiri untuk melampiaskannya. “Cih, tapi aku berbeda dengan papa. Aku tidak akan semudah itu masuk ke dalam perangkapmu. Karena aku sudah tahu, siapa kau sebenarnya.” Sementara di mansion, Aara melihat dengan sedih pecahan-pecahan piring yang berserakan di lantai. Dia mendekat pada pelayan-pelayan di sana yang tengah membersihkannya. Aara tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Kala dia mengingat bagaimana d
Zayden memberhentikan mobilnya itu tepat di depan pintu utama rumahnya. Namun, bukannya turun dari sana. Zayden justru tetap di dalam beberapa saat. Dia bahkan menempelkan keningnya itu pada setir mobilnya, terlihat jelas suasana hatinya yang memburuk paska menemui mamanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan mamanya sendirian. Tapi, demi melancarkan rencananya dia harus tinggal sendiri. Karena dia tidak mau jika mamanya tahu kalau dia menikahi Aara yang notabenenya adalah selingkuhan dari suaminya. Terlebih, Zayden juga tidak ingin melihat wajah papanya. Sudah cukup dia menahan emosi saat berada di kantor. Dan dia tidak ingin membuat mamanya semakin sedih jika mendengar pertengkarannya dengan papanya. Zayden mengangkat kembali wajahnya, dia menghela nafasnya dalam seraya bersandar pada kursi mobilnya. Dia pun kemudian turun, setelah perasaannya ini sedikit membaik. Suasana mansion sudah tampak sedikit sepi, mengingat saat ini hari memang sudah cukup larut. Zayden yang tidak
Aara yang baru saja sampai di mansion. Tampak tengah membersihkan lukanya juga mengobatinya. Dia memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit, selain karena tidak memiliki uang. Dia juga merasa jika lukanya ini masih terbilang ringan dan bisa dia obati sendiri. Mulut Aara tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan rasa sakit, namun tangannya juga tidak berhenti untuk mengoleskan obat pada lukanya itu. Sesekali, dia masih memikirkan siapa sebenarnya yang sudah menabraknya. Benarkah ini hanya ketidak sengajaan, dan orang itu benar-benar mabuk. Tapi, jika memang benar. Kenapa dia merasakan hal aneh. Kenapa dia merasa jika orang itu sengaja menabraknya. Siapa lagi sebenarnya yang membencinya dan ingin balas dendam padanya. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini. Brugh! Aara yang tadi tengah melamun itu sontak terkejut, ketika mendengar suara dobrakan pintu yang terbuka dengan begitu keras. Dia menoleh, dan melihat Zayden yang masuk dengan ekspresi marah di wajahnya. “Tu-tuan.” Zayden m
Zayden yang merasa bingung itu, lantas turun dari atas ranjang. Dia memakai kembali pakaiannya dan bergegas keluar dari sana, meninggalkan Aara yang masih menangis seraya menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Aara mencengkeram kuat selimut itu, dengan air matanya yang terus mengalir, dia melihat ke arah pintu yang baru saja Zayden lewati. Tubuhnya masih bergetar begitu hebat, dia tidak menyangka. Jika Zayden benar-benar akan bersikap begitu mengerikan, dia seperti binatang buas yang sedang kelaparan dan memangsa siapa pun yang berada di dekatnya. Sementara itu, Zayden masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia membanting pintu itu dengan keras seakan menunjukkan kebingungannya yang berujung amarah. Zayden berhenti tepat di depan meja kerjanya, dia berdiri dengan kedua tangannya yang dia tempelkan pada meja. Bola matanya terus melihat ke sana kemari, menunjukkan ketidak mengertian yang saat ini dia rasakan. Dia menggeleng. Apa sebenarnya yang sudah terjadi. Wanita itu, bagaimana bisa wa
“Tuan, apakah Anda yang semalam menabrak saya?” tanyanya.Mendapat pertanyaan itu, Zayden terdiam dengan tatapannya yang mengarah lekat pada Aara.“Menurutmu? Apakah itu aku?” tanyanya balik.Aara belum menjawab, dia kembali menoleh pada mobil Zayden dan menatap lekat pelat nomor itu.Dia yakin, dan dia ingat dengan jelas. Pelat nomor yang tertera di sana sama dengan pelat nomor mobil yang menabraknya semalam.Dan juga ... warna mobil ini sama persis dengan mobil yang semalam. Jadi dia tidak mungkin salah.“Tuan?”“Ya, memang aku,” ujar Zayden yang sontak membuat Aara terdiam.Dengan kedua tangannya yang dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden melangkah, mendekat pada Aara. Membuat wanita itu mendongak, agar bisa tetap melihat ekspresi Zayden.“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Kau mau melapor polisi?” tanyanya kemudian dengan angkuh.Aara tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama, air mata itu pun lolos, keluar dari pelupu
Aara pulang dari rumah sakit dengan berjalan kaki melewati trotoar jalan raya yang tampak sudah cukup sepi.Suasana juga sudah begitu gelap, namun untuk menenangkan perasaannya yang sangat kacau saat ini. Dia nekat untuk berjalan kaki dan merenungkan apa sebenarnya yang sudah terjadi.Hal jahat apa yang dia lakukan, hingga sampai memiliki nasib seperti ini.Dimulai dari bangkrutnya perusahaan ayahnya hingga keluarganya yang memiliki banyak hutang, lalu semua itu diperparah dengan ibunya yang memiliki penyakit jantung koroner. Bahkan karena semua itu, dia harus rela bekerja di klub malam agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari juga sebagai biaya pengobatan ibunya.Dia pikir semua itu sudah cukup, tapi ternyata. Masih ada hal mengerikan lainnya, yang menerpa hidupnya.Seseorang yang dia pikir sebagai malaikat, yang bisa merubah hidupnya ini ternyata tidak benar. Dia justru iblis, yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang yang semakin dalam dari sebelumnya.Air mata Aa
Sebuah mobil hitam tampak melaju dengan kecepatan tinggi melewati jalanan raya.Zayden, yang tak lain pemilik dari mobil itu tampak duduk menyandar di kursi belakang seraya tatapannya terus melihat jalanan yang saat ini tengah dilewatinya.Ingatannya itu melayang, pada kejadian satu jam lalu yang membuat perasaannya semakin kacau.Satu jam lalu.Zayden baru saja turun dari dalam mobilnya setelah pulang dari kantor.Dia berniat untuk mengunjungi mamanya terlebih dulu, sebelum pulang ke rumahnya sendiri.Ketika melewati pintu utama, Zayden merasakan hal aneh yang terjadi pada suasana di mansion orang tuanya itu.Para pelayan terlihat ketakutan, mereka bahkan tidak menyambutnya dengan tenang seperti biasanya.Langkah Zayden terhenti, dia menoleh pada Charlos yang merupakan kepala pelayan di mansion itu.“Apa yang terjadi?” tanyanya dingin.“Itu ... Tuan Muda, baru saja terjadi pertengkaran antara nyonya dan tuan besar,” jawabnya.Mendengar itu, tentu saja Zayden terkejut. Piki
Aara duduk meringkuk di pojok ruangan dalam kamarnya. Dia memeluk erat dirinya sendiri, untuk menenangkan perasaannya setelah mendapat perlakuan yang begitu kasar dari Zayden semalam.Dan baru saja, Zayden juga meninggalkan kamar ini dengan raut wajahnya yang masih menunjukkan kebencian dan amarah yang begitu besar padanya.Air mata Aara seketika menetes, karena rasa sakit dalam hatinya yang tidak bisa dia tahan.Tok tok! Aara terperanjat, ketika mendengar suara ketukan dari luar kamarnya. Dengan refleks, dia langsung menyeka air matanya dan berusaha untuk tetap tenang. Walaupun Zayden sudah menunjukkan sikap kasarnya padanya di hadapan para pelayan. Dia tetap tidak ingin terlihat lemah di depan mereka.Dia akan berusaha keras untuk tetap terlihat baik-baik saja, walaupun sebenarnya hatinya sudah hancur berkeping-keping.“Nyonya, ini saya Lucas. Apakah saya boleh masuk?”“Masuklah kepala pelayan,” sahutnya dengan tangannya yang masih sibuk menyeka air matanya.Tak lama kemu