Share

Bab 3. Tidak Dianggap

Penulis: Pwati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-01 15:14:30

Mata tertutup Zayden tampak bergerak-gerak.

Wajah tidurnya itu menunjukkan kernyitan kesal. Tampak satu tangannya terangkat, dan menutupi wajahnya yang terasa silau karena terkena sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela kamarnya.

“Sialan! Siapa yang berani membuka jendelanya!” kesalnya. Saking teriknya matahari, bahkan tangannya pun tidak bisa melindungi silaunya.

Zayden membuka tangannya itu, dia lalu terduduk di atas ranjang dengan pandangannya yang melihat pada jendela kamarnya.

“Siapa yang berani membukanya, apa mereka mau dipecat!”

Terlanjur bangun, Zayden pun akhirnya turun dari atas ranjang.

Dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi.

“Ternyata sudah jam segini, aku harus cepat bersiap-siap,” gumamnya lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Di sana, Zayden kembali mengernyit. Ketika melihat bak mandinya yang sudah terisi oleh air hangat.

Dia kembali merasa bingung, siapa sebenarnya yang melakukannya. Karena seingatnya, di mansion ini tidak ada satu pelayan pun yang boleh masuk ke dalam kamarnya tanpa seizinnya.

“Jangan bilang wanita itu ....”

Zayden menunjukkan raut kemarahannya, tanpa memedulikan air di bak mandi itu. Dia pun lebih memilih berdiri di bawah shower dan membersihkan tubuhnya dengan air di sana.

***

Seraya terus menunjukkan wajah dinginnya. Zayden bersiap-siap memakai setelan kantornya, dia mengikat dasi di lehernya, dan dilanjut dengan memakai jam tangan kesayangannya.

Penampilannya itu dilengkapi dengan jas hitam yang melekat di tubuh sempurnanya, dia kemudian melangkah keluar dari dalam kamarnya.

Dengan langkahnya yang penuh keangkuhan. Zayden menuruni anak tangga, dan berjalan menuju ruang makan.

“Selamat pagi Tuan.”

Suara serempak itu terdengar, menyambut kedatangan Zayden yang baru saja sampai di sana.

Terlihat, Aara juga sudah berdiri di samping meja makan, dan dengan sabar menunggu kedatangan Zayden.

“Silakan Tuan,” ujar salah seorang pelayan yang menarikkan kursi untuk Zayden.

Zayden duduk dengan arogansinya, dia lalu melirik ke sisi kirinya dimana Aara duduk di sana.

“Siapa yang menyuruhmu untuk duduk?”

Mendengar itu, Aara pun menoleh. “Sa-saya hanya—“

“Apa kau ingin membuatku muntah saat makan?”

Aara menggeleng.

“Pergilah, dan menjauh dari pandanganku!” serunya tajam.

Aara mengepalkan tangannya, bukan karena marah. Tapi dia tengah berusaha untuk menahan perasaan sakitnya atas ucapan Zayden.

Dia kemudian bangun, dan berdiri jauh dari posisi Zayden berada.

Memastikan Aara yang sudah mematuhi perintahnya, Zayden pun lantas mengalihkan tatapannya itu pada berbagai macam hidangan yang sudah memenuhi meja makan di depannya.

“Siapa koki hari ini? Kenapa makanan ini terlihat berbeda?” tanyanya.

Dia menatap satu persatu pelayan yang ada di sana dengan tatapan dinginnya.

Membuat semua orang di sana merasa takut, dan enggan untuk menjawab.

“Lucas, apa kau tidak akan menjawabku?” tanyanya pada seorang pria paruh baya, yang merupakan kepala pelayan di mansion Zayden.

“Maafkan saya Tuan, makanan hari ini dimasak oleh nyonya Aara,” jawabnya.

Zayden yang mendengar itu pun lantas melemparkan tatapannya langsung pada Aara.

Sedangkan Aara, mendengar namanya yang disebut. Dia hanya bisa menunduk, hatinya berharap bahwa apa yang dilakukannya ini setidaknya bisa membuat amarah Zayden sedikit mereda padanya. Walaupun dia sama sekali tidak bisa menjaminnya.

Krittt!

Dada Aara langsung berdebar keras, ketika mendengar suara kursi yang terdorong ke belakang.

Dia bahkan menautkan kedua tangannya, ketika suara langkah kaki Zayden datang mendekat padanya.

Wajah Aara yang tertunduk, bisa melihat dengan jelas sepasang sepatu oxford hitam mewah yang berada di depannya.

Aara menelan salivanya, walaupun dia berniat baik. Tapi dia tidak bisa menyangkal rasa takutnya kala Zayden berada tepat di dekatnya.

“Jadi kau yang memasaknya?”

Aara mengangguk.

“Apa kau juga yang membuka tirai jendela kamarku?”

Aara kembali mengangguk.

“Itu artinya, kau juga yang menyiapkan air mandi untukku?”

Sekali lagi Aara mengangguk, menjawab semua pertanyaan Zayden padanya.

“Hah.” Zayden menunjukkan senyum nanarnya.

Dia lalu berbalik, berjalan kembali ke arah meja makan.

Melihat tidak ada apa pun yang terjadi. Mungkinkah Zayden menerima apa yang dia lakukan.

Seketika, Aara melihat ada secercah harapan dari hubungannya ini dan Zayden.

Mungkin, Zayden tidak seburuk yang dia kira.

Namun, di depannya. Zayden tampak masih menunjukkan senyum nanarnya. Hingga kemudian ....

Bugh! Pranggg!

Dia menghempaskan semua piring makanan di atas meja, hingga jatuh ke lantai dan hancur.

Semua pelayan di sana terkejut, termasuk Aara. Dia bahkan sampai berteriak seraya menutup telinganya, karena terkejut dengan suara pecahan piring yang begitu keras.

Zayden menoleh lagi pada Aara, namun kali ini dengan tatapannya yang benar-benar menunjukkan kemarahan.

“Siapa yang memberimu izin untuk melakukannya?! Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh barang-barangku?! Apa aku memberimu izin?!”

Aara menggeleng dengan air mata yang mulai menetes dari pelupuk matanya. Tubuhnya saat ini bahkan sampai bergetar karena rasa terkejut itu.

“Apa kau menganggap bahwa kau benar-benar istriku? Ingat, aku menikahimu karena aku membencimu. Kau tak lebih dari sekedar tawananku. Karena itu, jangan berani bertindak diluar batasmu!”

“Tapi Tuan, saya hanya ....”

Baru saja Aara akan membela dirinya, namun suara getaran ponsel milik Zayden langsung mengurungkannya.

Tampak Zayden yang masih diselimuti amarah itu pun lantas mengambil ponselnya, dia menatap dengan tajam semua pelayan di sana setelah mengetahui siapa orang yang sudah menghubunginya.

Tak terkecuali Aara, dia juga melakukan hal yang sama padanya.

Tapi, sepertinya Aara tidak mengerti. Terbukti dari dia yang masih berusaha untuk berbicara.

“Tuan saya—“

“Ck.” Zayden berdecak kesal, ketika mendengar Aara yang tidak mematuhi perintahnya dan masih berusaha untuk berbicara. Refleks dia pun menutup mulut Aara dengan satu tangannya, menyadari bahwa dia sudah mengangkat panggilan itu.

Aara terkejut, karena Zayden yang tiba-tiba menutup mulutnya secara spontan. Matanya bahkan melebar, kala merasakan hangat tangan Zayden yang menyentuh bibirnya.

“Iya Mah?” ujarnya, menjawab telepon yang ternyata dari ibunya.

“Kau tidak lupa janjimu hari ini, kan?”

“Tentu saja tidak, Zay akan datang hari ini.”

“Baiklah, mama akan menunggumu.”

“Eum.”

Panggilan pun lalu terputus setelah jawaban terakhir dari Zayden.

Dia kembali menatap marah pada Aara, karena ketidak pekaannya. Zayden juga melihat tangannya, yang baru saja dia gunakan untuk membekap mulut Aara.

Raut wajahnya menunjukkan rasa jijik dan juga benci.

“Kau benar-benar memuakkan!” ujarnya seraya berbalik. Dia mengambil sapu tangannya, yang kemudian dia gunakan untuk membersihkan tangannya itu, lalu membuangnya begitu saja.

Aara yang melihat itu, hanya bisa terdiam. Tatapannya mengarah pada sapu tangan Zayden yang baru saja dia buang.

Dia lalu mengangkat wajahnya, dan menatap punggung Zayden yang terus menjauh dari pandangannya.

“Ternyata kau sejijik itu padaku, memangnya aku terlihat seperti apa di matamu? Apakah aku seperti tikus yang kotor?” gumamnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 186. Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan (The End)

    Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 185. Melahirkan dengan Selamat

    Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 184. Detik-detik Melahirkan

    Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 183. Sebuah Permohonan dan Suasana Penuh Canda Tawa

    Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 182. Kau Akan Pergi?

    Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah

  • Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam   Bab 181. Tidak Sanggup Lagi

    “Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status