Share

5. Kehilangan Kewarasan

"Vid, motor lo kemana sih? Sekarang gak pernah bawa motor kalau ke kampus?" tanya Erick sembari membelah durian yang berukuran sebesar kepala manusia.

"Dijual," jawab Vida singkat tanpa menoleh pada Erick, lantas membuka mulut untuk memakan buah yang baunya sangat menyengat itu.

"Serius lo? Apa toko roti bokap lo, bangkrut? Hingga sampai jual motor segala." Lagi Erick bertanya, sembari mengunyah duriannya.

"Mau tau aja, apa mau tau banget?" Vida malah balik bertanya dengan mimik wajah yang menyebalkan, mengundang Erick untuk menipiskan bibir karena kesal.

"Bisa tidak, tanpa memberi gue wajah menyebalkan itu?"

Vida hanya terkekeh melihat wajah jengkel Erick, begitu juga dengan Rion yang mulai ikut berkelakar.

"Bagaimana mau bawa motor? Orang pulang pergi dijemput pakai mobil mewah sekarang."

Mata Erick melebar mengingat kebenaran yang diucapkan Rion, jiwa penasarannya meronta.

"Bener juga kata Rion. Siapa sih yang antar jemput lo setiap hari, Vid? Jangan-jangan lo cuma pura-pura kismin di depan kita, tapi sebenarnya lo adalah sultan."

"Kepo banget sih lo sama hidup gue, makan aja durian ini biar lo kenyang."

Vida segera mengulurkan tangan menyumpal mulut Erick dengan durian, mengundang Rion tergelak lebar. Selama ini Vida memang tidak suka mengumbar kehidupan pribadinya kepada siapapun, kali ini pun juga begitu. Diam, tanpa memberi tahu perihal suaminya itu akan lebih baik.

"Jujur saja, Vid. Itu yang antar jemput lo setiap hari, pacar lo 'kan?"

Pertanyaan Rion kembali membuat mata Erick melebar, berharap Vida tidak berkata 'ya' karena sebenarnya dia menyukai Vida.

"Vid, bener gak tu yang dikatakan Rion. Itu bukan pacar lo 'kan?" Desak Erick penasaran.

"Bukan," 'tapi suami sementara,' lanjut Vida dalam hati.

"Gak caya! Kalau gak ada hubungan apa-apa mana mungkin mau antar jemput lo setiap hari. Jujur saja deh, jangan mengelak lagi," desak Rion dengan nada mencibir.

"Emang itu penting ya, gue aja males ngomongin masalah dia," jawab Vida acuh dengan kilat mata sedikit menerawang.

Melihat wajah Vida yang tiba-tiba meredup Erick jadi khawatir terjadi sesuatu dengan Vida. "Kenapa? Lo, gak sedang dalam masalah kan?"

"Iya Vid, bilang saja kalau lo sedang ada masalah, mungkin kita bisa membantu?" Rion juga bersimpati.

Vida senang melihat kepedulian teman-temannya, hanya saja tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Mengatakan ditiduri seseorang, kemudian akan ditendang setelah dinikahi, bukankah itu seperti bahan lelucon yang menyedihkan?

Vida mendesah kasar dan menjawab lemas. "Gue dijodohin sama seseorang."

Erick terkesiap dengan pengakuan Vida. Ada kekecewaan yang tiba-tiba menyeruak, menyambangi ulu hati. Jakunnya bergerak perlahan menelan rasa pahit melalui tenggorokannya. Semakin berkecil hati ketika mendengar Rion berseloroh.

"Ya baguslah, seharusnya lo seneng dijodohin sama orang kaya. Ntar hidup lo bakalan terjamin sampai anak cucu," tukas Rion dengan entengnya.

"Masalahnya bukan itu." Alis Vida berkerut saat menjawab.

"Terus apa masalahnya?"

Lagi-lagi Vida mendesah kasar. "Sepertinya dia tidak menyukai perjodohan ini. Dia cuma terpaksa menuruti keinginan neneknya."

"Oh begitu. Memang kenapa dia tidak menyukai perjodohan ini? Apa dia sudah mempunyai kekasih?"

Seketika mata Vida melebar, lantas mengerjap dua kali saat hatinya berbisik.

'Benar apa yang dikatakan Rion. Kenapa aku tidak berpikir sampai sana? Tapi ... Kalau kak Davin sudah mempunyai kekasih, kenapa dia meniduriku saat itu?'

"Kalau lo sendiri gimana, Vid? Lo, setuju dengan perjodohan itu?" Pertanyaan Erick meretakkan lamunan Vida.

Vida sedikit terkesiap. Sejak Davin menyatakan bahwa dia tidak menginginkannya, sebenarnya dia sudah menyerah dan tidak ingin berhubungan dengan Davin, dia bertahan hanya demi ayahnya. Dia takut Davin benar-benar menghancurkan usaha ayahnya yang sudah dibangun selama bertahun-tahun. Jadi dia menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Erick.

Erick tersenyum lega, tapi begitu mendengar Rion kembali berkelakar dia jadi kesal.

"Jangan sampai disia-siain, Vid. Dari mobil yang dia kendarai jelas dia orang kaya, jangan sampai nyesel gara-gara nolak cowok tajir macam dia."

Plak.

Tangan Erick tak tahan mengeplak lengan Rion karena jengkel. "Geblek, bisa diem gak? Ngapain sih lo dorong-dorong Vida jadi perempuan materialistis? Serah dia lah mau apa enggak, lagian apa enaknya menikah atas dasar paksaan? Yang ada hidup bakalan tertekan. Menikah itu harus berdasarkan suka sama suka biar nyaman jalaninya."

"Kenapa jadi elu yang emosi sih, Rick? Gue 'kan ngomongnya sama Vida," keluh Rion, aneh saja melihat reaksi Erick yang berlebihan.

"Ya iyalah, Vida kan sahabat kita, liat dia sedih gara-gara dijodohin, kita itu harus saling support, gak menjeruskan ke lembah kesedihan."

"Halah, lebai ...."

Melihat kedua temannya malah jadi berantem sendiri gara-gara masalahnya, Vida jadi tertawa sendiri. "Sudah-sudah, gak perlu berantem. Makasih atas kepedulian kalian, tapi agar persahabatan kita tidak putus, pinjem dulu seratus."

Rion dan Erick yang tadinya bersungut-sungut jadi tergelak gara-gara ucapan viral yang dilontarkan Vida.

"Jangankan seratus, Vid. Apapun gue kasih buat lo. Nih, durian terakhir gue, biar lo aja yang makan." Erick mengulurkan tangannya untuk menyuapi Vida.

Vida menerima dengan senang hati, karena dia memang suka dengan buah yang baunya sangat menyengat itu. Dia tidak tahu jika ada mata yang menyipit tajam penuh amarah, di balik mobil warna hitam yang terparkir tidak jauh dari tempatnya makan durian.

Kebetulan Davin memang sedang lewat di jalan itu karena akan makan siang dengan koleganya. Dia yang sejak awal sudah curiga dengan kedekatan Vida dan Erick begitu terbakar ketika melihat Vida begitu bahagia suap-suapan durian di pinggir jalan.

Perempuan yang ternoda biasanya cenderung mengejar dan menuntut, tapi Vida malah selalu berusaha menjauh seakan dia tidak membutuhkan Davin dalam hidupnya.

Davin jadi berpikir, mungkin Vida telah mengetahui bahwa nenek Rumi akan mewariskan harta kekayaan kepadanya jika Davin menceraikannya sekarang. Mungkin saja Vida sengaja mempermainkannya setelah berhasil masuk ke dalam keluarga Wijaya.

Harga diri Davin sebagai seorang suami terasa diinjak-injak oleh Vida. Dia sudah tidak punya kesabaran untuk mengabaikan Vida.

"Mbak Vida, Anda sudah ditunggu pak Davin di dalam mobil."

Vida cukup terkejut melihat sekretaris suaminya tiba-tiba mendatanginya. "Ada apa, Pak? Apa ada masalah?"

"Saya kurang tau, Mbak. Saya cuma disuruh pak Davin untuk memanggil, Anda. Silahkan menuju mobil." Sekretaris Davin melambaikan tangan pada mobil hitam mengkilap yang terparkir tidak jauh dari tempat Vida duduk.

'Pakai mobil lain, pantas saja aku tidak mengenalinya,' gerutu Vida dalam hati.

Entah kenapa perasaan Vida jadi tidak enak. Terlebih ini belum waktunya pulang kuliah, dua jam lagi dia masih ada kelas, untuk apa Davin tiba-tiba menjemputnya?

"Pak Iko, bilang sama kak Davin, aku masih ada kelas, nanti kalau sudah selesai, aku akan menghubungi kak Davin sendiri." Vida mencoba menerangkan.

"Saya tahu. Mungkin ada hal penting yang ingin pak Davin bicarakan, jadi jangan membuatnya menunggu terlalu lama," desak sekretaris Davin dengan sangat sopan.

Vida mengembuskan napas kasar, sepertinya dia tak dapat menghindar. Wajahnya beralih pada Erick dan Rion yang sejak tadi hanya menyimak. "Guys, gue cabut dulu ya, sepertinya ada hal penting."

Apa yang bisa dilakukan Rion dan Erick selain mengangguk.

Vida segera masuk ke mobil setelah Iko membukakan pintu. Terlihat Davin duduk dengan tenang juga wajah dingin yang tampak lurus menatap ke depan, seakan tak ingin menyambut kedatangan Vida yang sudah duduk di sebelahnya.

Vida juga enggan bertanya, lagipula Davin yang mendatanginya, bukankah dia yang harus mengatakan maksud kedatangannya terlebih dulu. Vida tampak acuh dan memilih memperhatikan Iko yang mulai melajukan mobil.

Tapi siapa sangka jika tiba-tiba Davin menarik tangannya dengan gerakan menyentak, hingga Vida jatuh ke pelukannya. Tanpa permisi Davin langsung menyerangnya dengan ciuman bertubi-tubi yang sangat mengejutkan. Bahkan Davin menarik kemeja yang dikenakan Vida dengan kasar, hingga semua kancingnya terlepas dan menampakan kacamata hitam yang melekat di tubuh bagian depan Vida.

"Kak, apa yang kamu lakukan?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fauziah arnas Sita
ckckckckc.... sulit di tebak pergerakan si davin apa mau nya coba, apa mau jd cwok egois ......
goodnovel comment avatar
Irka
makanya jangan jadi laki " egois kalau pd dasarnya lo sendiri ga bisa menyembunyiin prasaan lo
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status