Share

6. Hukuman

"Kak, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!" pekik Vida mencoba mendorong Davin agar menjauh dari tubuhnya.

Sayangnya Davin tidak mengindahkan pekikan Vida, dia malah membungkam mulut Vida dengan ciuman bertubi-tubi dan memagutnya dengan rakus, hingga hanya ada suara lenguhan tertahan yang keluar dari mulut Vida yang terbungkam.

Vida berusaha keras menolak, dengan terus mendorong kuat tubuh tegap suaminya. Tapi sungguh menyedihkan ketika tenaga Vida tidak cukup kuat untuk melawan Davin, kini kedua tangan Vida malah dikunci di atas kepala hingga dia tak bisa berkutik. Bahkan tangan Davin semakin berani menjelajahi setiap jengkal tubuh Vida yang ramping.

Vida benar-benar merasa sangat terhina, dia merasa sedang dilecehkan suaminya sendiri, di belakang orang lain yang jelas bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi di jok mobil belakang.

Tidak tahan lagi, Vida langsung menggigit bibir Davin, hingga Davin tersentak dan melepaskan pagutannya.

"B4jingan! Apa yang sedang kamu lakukan padaku? Br3ngsek!" Vida meluapkan emosi di dasar hati yang sempat tertahan oleh bungkaman Davin.

Davin malah semakin marah dengan pekikan Vida, bahkan dia juga membalas gigitan Vida hingga bibir tipis itu sedikit berdarah. Tangannya kembali bergerilya menjamah tubuh bagian depan Vida dengan kasar, dimana kemeja yang dikenakan Vida sudah terkoyak dan menampakan isi di dalamnya.

Pedih, terhina, dan sangat direndahkan, membuat Vida tak bisa mengontrol isak tangis, tatkala Davin masih sibuk menikmati tubuh bagian atasnya dengan penuh minat tanpa sentuhan cinta, bahkan dia sama sekali tak terusik oleh suara isak tangis Vida.

Deru napas yang tersengal yang disertai isakan, masih terdengar menggema di telinga Iko yang sedang mengemudi dengan tenang, sama sekali tidak melihat ataupun sekedar melirik dari spion dalam mobil, apa yang dilakukan bosnya kepada sang istri.

Dia tidak mau ikut campur dengan urusan rumahtangga bosnya. Bahkan dia terlihat tidak peduli meski suara dari jok belakang cukup membuat pori-pori meremang. Perhatiannya terus fokus pada jalan raya yang cukup padat pada siang hari yang terik, namun AC di dalam mobil cukup menyamankan suhu udara hingga dia tidak sampai kepanasan, meski kegiatan di belakang terdengar begitu panas.

"Itu adalah hukuman untukmu, jika kamu tidak tahu diri," pekik Davin setelah puas membuat Vida merasa terhina.

Tangannya bergerak kasar melepas kuncian di tangan Vida, seakan memberi kesempatan pada tangan ramping itu berayun cepat menyapa wajahnya yang rupawan.

Plak!

"Kamu yang tidak tahu diri! Bagaimana kamu bisa memperlakukan aku seperti ini di depan sekretarismu?" Vida benar-benar tidak bisa menahan suara tinggi yang dilingkupi emosi setelah menampar Davin.

Davin tidak bergeming, seakan tidak merasakan sakit sedikitpun akibat tamparan Vida, dia masih melempar sorot mata tajam sembari berucap dingin.

"Memang kenapa? Kamu adalah istriku, aku bebas menjamahmu jika aku ingin, dan itu legal. Tidak seperti yang kamu lakukan."

Sampai detik ini, Vida masih belum mengerti kesalahan apa yang membuat Davin begitu marah, hingga memberinya hukuman memalukan di dalam mobil, dimana ada sekretarisnya yang sedang mengemudi di depan.

"Memang apa yang telah aku lakukan?" pekik Vida karena tidak merasa melakukan kesalahan.

Kilat mata tajam Davin kembali menghujam, kemudian berucap dingin penuh penekanan.

"Jangan berlagak bodoh Vida, kamu pikir aku tidak tahu setiap hari kamu berboncengan dengan laki-laki itu. Bahkan tadi kalian sempat bersuap-suapan durian dipinggir jalan tanpa malu sedikitpun. Sadarlah bahwa kamu adalah istriku." Tanpa sadar Davin mengklaim Vida dengan tegas.

Vida terkesiap mendengar tuduhan Davin. Dia tidak menyangka jika Davin akan mengawasi setiap gerak-geriknya, padahal jelas-jelas dia berniat menyingkirkannya, bukankah itu sangat berlebihan?

Tapi Vida masih merasa tidak bersalah, dia memang tidak ada hubungan apa-apa dengan Erick, sejak dulu mereka bersahabat, dan apa yang dia lakukan masih dalam batas wajar-wajar saja, tanpa menyalahi apapun.

"Itu bukan sepenuhnya salahku, siapa yang melarang ku pergi ke kampus tanpa menggunakan motor? Sekarang aku jadi sulit keluar dari kampus jika aku memerlukan sesuatu." Vida mencoba membela diri, meski suaranya tersengal karena emosinya yang masih memuncak, hingga begitu sulit untuk mengendalikan nada.

"Itu bukan alasan, Vida. Apa kamu tidak mempunyai teman perempuan?" Davin menghardik tanpa meninggalkan tatapan tajam yang menusuk.

Jelas Vida tidak terima dengan pertanyaan Davin yang begitu mengintimidasi. "Kak, apa kamu harus seribet ini mengurusku? Bukankah kita akan bercerai?"

"Karena itu kendalikan sikapmu selama menjadi istriku! Jangan sampai kamu mempermalukan keluarga Wijaya dengan kelakuanmu!"

Rasanya percuma berdebat dengan Davin yang sepertinya tidak mau mendengar penjelasan darinya. Vida menghapus sisa air mata, kemudian merapatkan kemeja krem yang diporak-porandakan suaminya. Dia segera membuang padangan ke jalan raya melalui jendela kaca mobil.

Hening.

Tak ada suara apapun selain deru mesin mobil dan isak tangis Vida. Langit cerah yang tadinya bersinar indah, mendadak berubah menjadi kelabu, seolah menggambarkan hati Vida yang kelam diselimuti mendung hitam. Terdiam, merasakan bibir yang bengkak dan kebas akibat pagutan Davin yang tidak tanggung-tanggung.

Hujan pun akhirnya hadir mendinginkan hati yang tengah panas. Setelah membisu cukup lama, Davin mulai memiringkan wajah, menatap Vida yang masih sedikit terisak dan tidak mau menatapnya.

Perlahan tangannya bergerak meraih tubuh Vida agar segera menghadapnya. Meski mendapatkan penolakan kasar dari Vida, tapi tentu saja dia lebih memaksa, hingga perempuan cantik yang wajahnya memerah itu terpaksa menurut untuk mendongakkan wajah.

Dengan lembut Davin meraih helaian rambut lurus Vida dan menyelipkan pada daun telinga, sembari berucap pelan tanpa menggunakan nada menekan.

"Kita akan makan siang dengan klien. Aku tidak akan memaksamu untuk tersenyum. Tapi jika itu bisa kamu lakukan, aku akan sangat senang, jangan menangis lagi."

Hati Vida belum bisa menerima kelembutan Davin, dia masih terlalu kesal. Dan mungkin akan selalu kesal jika masih bersama Davin. Jadi hanya diam tanpa memberi tanggapan, bahkan manik hitam indahnya selalu menjauh dari wajah tampan Davin, dia terus membuang pandangan ke arah lain.

Davin masih melihat emosi yang terpendam di wajah Vida, tapi dia tidak peduli, fokusnya malah tertuju pada luka di bibir Vida akibat gigitannya tadi. Ibu jarinya menyentuh lembut bibir dengan rona merah muda alami, yang kini ternoda oleh bercak merah yang menyedihkan. Dadanya tergelitik dan berdebar, seakan luka itu telah menyentuh hati. Bahkan dia tidak bisa menahan diri untuk mengecup sekilas bibir tipis Vida, meski pada akhirnya Davin malah menyesal.

'Shit!' Sembari meluruskan duduknya Davin mengumpat dalam hati.

Dia pikir Vida telah merusak otaknya hingga dia tak mampu menahan diri dan sangat menginginkannya. Dia segera membuang napas bersamaan dengan perasaan aneh yang muncul secara tiba-tiba.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sur Rati
gemes, tapi berasa pengen gampar
goodnovel comment avatar
Irka
bisa ga jadi laki" itu yg penyang dan sabar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status