Share

BAB 10 – Saudara Tiri

Sebuah motor sport berwarna hitam memasuki pekarangan rumah. Pemuda yang mengendarainya memarkirkan motor di luar pintu garasi, kemudian melepas helm setelah mematikan mesin motor.

Braden baru saja pulang setelah keluar bersama teman-temannya sejak semalam. Dia jarang menghabiskan waktunya di rumah, dia hanya pulang sesekali untuk sekedar berganti baju atau mandi.

Dengan masih duduk di atas motor dia menyugar rambutnya yang berantakan. Baru setelah memastikan penampilannya rapi dari kaca spion, pemuda itu masuk ke dalam rumah.

Dari arah dapur dia mendengar gumaman percakapan para wanita yang sedang menyiapkan makan malam. Dua asisten rumah tangga di rumah itu memang suka bekerja sambil bergosip.

Sambil berjalan dilepasnya jaket hitam yang dikenakannya dan dia langsung menuju lantai atas, ke kamarnya.

Saat sampai di puncak tangga, langkahnya terhenti. Tatapannya terpaku pada sosok di depan jendela besar yang berada seberang ruangan. Dia terpana. Seorang gadis cantik bergaun putih sedang menatap ke luar sana. Pandangannya menerawang dan tatapan matanya sendu.

Sinar matahari sore yang meyorot wajahnya membuat suasana semakin syahdu. Braden terpaku di tempatnya berdiri dengan mulut ternganga. Deg. Jantungnya terasa berdebar.

Gadis itu terlihat begitu rapuh sehingga Braden merasakan keinginan yang begitu kuat untuk melindunginya. Siapa dia? Kenapa dia ada di sini? Dan ada sesuatu yang berkilauan seperti kristal di pipinya.

“Braden, kamu sudah pulang?” Jiwa Braden seolah kembali ke tubuhnya saat mendengar panggilan mamanya.

Dan gadis itu menoleh dengan kaget ke arahnya. Dia mengusap air mata? Apa sebelumnya dia diam-diam menangis? Pikirnya.

“Kalian sudah bertemu rupanya.” Alana menghampiri Sherly yang kini berdiri di samping Braden.

“Sayang, ini Alana, anaknya Om Steve. Alana, ini Braden, putra bungsu Tante,” Sherly yang baru saja muncul memperkenalkan mereka berdua yang kini berdiri berhadapan.

“Anaknya Om Steve?” tanya Braden sambil menyipitkan mata.

“Hai,” Alana hanya membalas singkat dengan senyum lemah.

Braden memandang mamanya dengan penuh tanda tanya. Apa-apaan ini? Tanyanya tanpa suara. Dan dia memandang gadis di hadapannya dengan penilaian baru.

Dia heran kenapa sebelumnya dia menganggap gadis itu menarik. Kalau diamati lagi gadis itu memang memiliki kemiripan dengan Steve, suami mamanya, ayah tirinya, atau apa pun itu sebutannya, yang pasti dia membenci pria itu.

“Mama perlu bicara sama kamu,” Sherly menarik tangan putranya menuju kamar pemuda itu, meninggalkan Alana yang masih membelalak terkejut.

“Apa yang mau Mama bicarakan?” Braden berdiri menjulang di hadapan ibunya yang terlihat resah dan meremas kedua tangannya.

“Sayang, maaf Mama tidak memberitahumu lebih awal.  Mulai saat ini Alana akan tinggal bersama kita. Mama harap kamu tidak keberatan,” Sherly mencoba menjelaskan keadaan.

“Tinggal bersama kita? Kenapa tiba-tiba sekali? Yang benar saja?” Kali ini Braden berjalan mondar-mandir sambil mengacak-acak rambutnya.

Sesaat sebelumnya dia mengira gadis itu jelmaan malaikat. Dan sekarang gadis itu hanya membuatnya kesal setengah mati hanya dengan keberadaannya saja.

“Alana sedang mengalami kesulitan. Dan sudah sewajarnya kalau dia datang pada papanya. Braden, maafkan Mama. Mama tahu kamu merasa tidak nyaman, tapi Mama harap kamu mengerti.”

“Mama selalu meminta pengertianku. Tetapi apakah Mama pernah mengerti perasaanku?”

“Braden, tolong maafkan Mama,” Sherly mengelus lengan Braden mencoba menenangkan putranya. “Braden ...”

“Memangnya aku punya hak untuk menentang meski aku ingin? Ini rumah pria itu, kan? Jadi terserah kalian saja. Aku tidak peduli,” Braden menolak untuk menatap mamanya. Dia sangat marah.

“Istirahat lah. Kita makan malam sebentar lagi.”

Sherly meninggalkan putranya yang terlihat sangat marah dan kesal. Dia tahu Braden belum bisa menerima pernikahannya dengan Steve. Dari awal, putra bungsunya itu memang tidak setuju jika dia menikah lagi.

Bagi Barden, posisi ayahnya yang sudah meninggal tidak akan pernah bisa digantikan oleh lelaki mana pun. Dan dia merasa Steve telah merebut posisi ayahnya.

Tapi Sherly memiliki penilaian lain. Steve pria yang baik. Steve dan mendiang suaminya sudah cukup lama berteman. Pria itu bahkan beberapa kali membantu Sherly saat wanita itu mengalami kesulitan setelah kepergian suaminya.

Dan mereka berdua sama-sama melajang setelah sekian lama. Jadi, dia merasa tidak ada salahnya jika dia menerima lamaran pria itu setahun yang lalu. Dia hanya ingin ada seseorang yang bisa menjaga dirinya saat kedua putranya tumbuh dewasa dan meninggalkannya nanti.

“Aaaahhh ... ” Braden berteriak melampiaskan kekesalannya.

Bagaimana mungkin gadis itu adalah saudara tiriku? Batinnya kesal. Akan jauh lebih mudah kalau saudara tirinya adalah seorang gadis yang tidak menarik.

Pemuda itu masih saja mondar-mandir sambil bersungut-sungut dan menggerutu. Tinggal bersama ayah tirinya saja sudah cukup menyebalkan, ditambah lagi kini ada seorang saudara tiri.

Dengan kesal diambilnya lagi jaket yang sebelumnya dia lempar ke tempat tidur. Sepertinya mulai sekarang dia akan semakin jarang pulang ke rumah, pikirnya.

Dia keluar dari kamar dan mengamati jendela tempat di mana gadis itu berdiri sebelumnya. Kosong, syukurlah. Dia tidak perlu bertemu gadis itu.

Braden melirik sekilas pintu kamar sebelahnya yang kini tertutup. Pantas saja beberapa hari sebelumnya kamar tamu itu mendadak dibersihkan. Dan mamanya terlihat antusias karena suatu hal.

Tinggal beberapa langkah sebelum mencapai pintu depan saat Braden mendengar suara mamanya, “Mau ke mana kamu?”

“Pergilah!” jawab Braden asal.

“Ini sudah hampir waktunya makan malam. Kamu harus makan dulu,” kata Sherly tegas.

“Aku makan di luar saja,” jawab Braden sambil meneruskan langkahnya.

“Braden ... “ Sherly menatap putranya dengan galak. Kalau dia mau, dia bisa bersikap sangat tegas. Dan kedua putranya tidak meragukan hal itu.

Dengan bersungut-sungut Braden kembali masuk ke rumah. Dengan kesal dia menghentak-hentakkan kakinya saat menaiki tangga, seperti anak kecil yang dilarang pergi bermain. Susana hatinya benar-benar sangat buruk. Saudara tiri, kata itu terus menggema di kepalanya. Sial! Dia muak sekali. Lihat saja apa yang akan dia lakukan pada "saudara tiri" kesayangannya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status