[Salam kenal ya om…] sebuah pesan yang muncul di chat Messenger, saat aku baru saja on line, segera aku balas.
[Salam kenal juga..] [Ganggu gak om…?] dia kembali membalas Pesan ku, aku pun kembali membalas pesannya. [Gak juga sih… emang kenapa?] balasku lagi. [Aku cuma mau bilang terima kasih aja om.. ] balasnya[Terima kasih untuk apa? ] tanyaku merasa aneh, gak dikasih apa-apa kok mengucapkan terima kasih? Pikirku saat itu. [itu lho om… om kan sudah confirm permintaan pertemanan ku.. hehehe.. aku senang banget om sudah mau kenalan..] balasnya.Sambil terus chat, aku coba buka profilenya, mencari tahu imformasi tentang dirinya. Sementara dia terus mencecar pertanyaan yang aneh-aneh. namanya Noni evengelesta, umurnya 18 tahun, masih kuliah. Kalau lihat fotonya cantik juga. Tapi, aku curiga sama namanya, pastilah ini nama hanya di dunia maya.Setelah itu dia kembali kirim pesan, [Om aku boleh minta no telpnya Ga?] aku mulai mikir, ini anak kalau dikasih nomor hape ntar malah telepon terus. Ujung-ujungnya minta duit seperti kebanyakan akun ABG di medsos pikirku. Aku kembali balas pesannya dengan bertanya, [Buat apa..?] aku mencoba menyelidik.[Tuh.. kan! pasti Ga boleh nih… ya untuk ditelponlah, kok nomor telp aja pelit?] balasnya lagi. Aku mulai tidak respek sama anak ini, jujur aku takut jangan-jangan nanti aku jadi korban penipuan lewat F******k lagi. Akhirnya aku pamit untuk offline.Besoknya kembali aku membuka F*, ada satu pesan masuk di messenger-ku, pengirim pesannya Noni, masih anak yang kemarin.[sory om ganggu lagi.. kenapa sih om kayaknya ga mau kasih aku no telp? padahal aku pengen ngobrol sama om.. pliiis.. deh om! suer aku gak akan macam-macam deh..] cukup panjang isi pesannya. Aku bertanya dalam hati, apa sebetulnya yang diinginkan anak ini? aku replay pesan singkatnya dengan hanya mengirimkan nomor ponselku.Aku terus online sambil meng-update status, yang memang sudah beberapa hari ini belum pernah di ganti. Beberapa menit kemudian ponselku ada notifikasi masuk. Tapi, dari unknown number, aku coba angkat,”Hai.. om, aku senang banget om mau angkat telponku.. hehehe.” Ujarnya sambil terkekeh-kekeh. “Ada apa non?” Tanyaku dengan malas-malasan. “Eh om… telpon balik ya! pulsaku gak cukup nih… kan aku dari bandung om..” jawabnya.Wah mulai nih masalah.. dalam hatiku, dengan berat hati aku coba telpon juga,“Ada apa non? maaf ya aku gak banyak waktu..” ujarku“Aku tuh kagum tauk sama kata-kata om yang di status F*, makanya juga aku add…” Noni mulai memuji aku. Aku tanya lagi dia,“Kagum kenapa? emangnya kata-kata aku menghipnotismu?” “Ya…om, kayaknya om bijak banget…” pujinya lagi. wah aku mulai tersanjung nih, apalagi suaranya yang manja kekanak-kanakan itu. aku yang mulai penasaran ternyata. “Terus apa lagi.. yang membuat kamu mau kenal sama aku?” aku sengaja membahasakan diri dengan ‘aku’ supaya lebih enak komunikasinya. “Om fotonya cute banget… kayak anak muda aja…” pujinya sekali lagi. Alah mak!! mati aku sama pujian anak ini.. kok aku yang deg-degan jadinya? yang tadinya aku gak respek sama sekali, sekarang malah aku yang dibikin penasaran.“Eh Non.. maunya kamu itu apa sih? kok maunya beteman sama om-om seperti aku?” aku mencoba menyelidik ingin tahu. “Justeru enakan temanan sama orang seperti om tauk! kalau sama anak pantaran aku cuma dimainin om.. “ “Ya kalau temanan di F* aja sih aku gak keberatan.. anakku juga cewek lo… pantaran kamu juga.” Ujarku.“Ya gak papa dong.. emang kenapa om? gak mau nih?“ tanyanya dengan manja. Ini dia nih.. yang dibilang godaan ABG itu lebih berat, apa lagi ada teman yang bilang, kalau berteman dengan ABG itu bikin kita tambah muda. “Non… udahan dulu ya ngobrol nya, aku mau terusin kerjaan nih.. ”Aku mau sudahin aja obrolannya, aku takut malah jadi kebawa arus sama alam pikirannya. Apalagi aku gak bisa berbahasa sebagai orang tua menghadapi anak-anak seumuran itu. Tapi, Noni gak mau mematikan teleponnya. “Tuh kan.. om jahat!! baru sekali ngobrol aja sudah mau menghindar!!” ujarnya dengan sewot. Aku mencoba mengubah cara berbahasaku, agar dia merasa dianggap sebagai anak, “Bukan begitu sayang… om kan mau kerja….”“Apa om? om bilang sayang? aduh om… Noni jadi deg-degan nih….” Ujarnya dengan senang hati. Mati aku… jadi salah bahasa lagi aku, aku gak tahu lagi harus gimana menghadapi anak ini, “Ya udah! gitu deh, pokoknya udahan dulu ya, ntar om telepon lagi.” Ujarku. Aku gak tahu lagi, aku cuma ingin segera mengakhiri saja pembicaraan itu. Tapi, Noni terus ngomong dan akupun sudah mau menutup telepon, tapi tiba-tiba dia ngomong sambil berbisik,“Om kapan kita ketemu di bandung? mau ya? pliiis….”“Untuk apa Non? kan om udah bilang kita temanannya di F* aja, kan kita juga baru kenalan…” Jawabku.“Yaudah… kalo om gak mau, ya gak papa… aku gak maksa, tapi kalo ada waktu kita ketemuan ya…” jawabnya dengan manja. ***Dua hari ini aku coba online di F*, tapi aku seperti kehilangan Noni. Sudah dua hari ini tidak online, aku mulai penasaran, aku coba kirim pesan ke ponselnya, tapi tidak dibalas. Aku telpon dia, tapi gak nyambung-nyambung, kenapa perasaanku jadi galau gini? Dalam hatiku. Tiba-tiba aku merasa kehilangan dan merindukan Noni.BersambungHari ini adalah hari ketiga kegelisahan ku. Aku mulai merasa kehilangan Noni, aku cuma diam terpaku di depan Laptop. Sekali-kali mataku menatap ke ponsel, kalau-kalau ada telepon yang masuk. Tiba-tiba ponselku bergetar, segera aku raih dan aku lihat dilayar LCD-nya nama anakku, bukanlah nama Noni. Aku bicara sebentar dengan anakku, aku merasa anakku adalah juga Noni. Anakku menyadarkan ku kalau aku adalah seorang ayah, seorang kepala keluarga, dan aku sangat bangga dengan status itu. Tidak ingin aku mengubahnya menjadi orang tua yang tidak tahu akan umurnya.***Hari ketujuh setelah perkenalanku dengan Noni, tidak ada juga kabar dari Noni. Tapi aku tidaklah terlalu hirau, aku mulai terbiasa tanpa Noni. Seperti halnya dulu sebelum aku mengenalnya. Ponselku bergetar, ada pesan yang masuk, segera aku baca :[Om… maaf ya kalo Noni gak kasih kabar.. Noni lagi terbaring di Rumah sakit.. Noni juga gak tahu sakit apa.. Noni kangen sama om, Noni pengen banget kete
Aku menjadi sangat mencemaskan keadaan Noni, aku membayangkan hal yang terburuk terjadi pada Noni. Aku kembali meneteskan airmataku. Ini hal yang sebetulnya tidak aku sukai, karena aku terbiasa kuat menghadapi situasi yang sangat sulit sekalipun.Belum ada tanda-tanda Noni melewati masa kritisnya, aku dan nenek terus berdoa untuk kesembuhan Noni. Hari menjelang malam dokter dan suster masih terus keluar masuk ruang rawat Noni. Aku mengajak nenek ke mushalla rumah sakit untuk melakukan sholat maghrib.Sekitar jam 12 malam, aku dibangunkan dokter yang jaga, dokter mengatakan kalau Noni sudah melewati masa kritis. Aku diminta untuk terus mengawasi Noni karena ditakutkan kondisinya kembali drop. Aku mencoba mengeggengam tangan Noni, aku usap rambutnya, perlahan-lahan Noni membuka matanya."Oom.. kok gak pu..lang..?" Ucap noni terbata-bata"Om akan jaga kamu sayang.. sampai kamu sembuh.." Aku berusaha untuk menghiburnya.Noni men
Serba salah aku menjawab pertanyaan Noni, aku takut dia salah menfasirkan sikapku, "Om laki-laki yang normal non.. cuma om tahu diri, dan tahu memantaskan apa yang tidak pantas.." Jawabku."Aku pantas gak buat om?" Dia mendesakku. Aku bingung menjawabnya.Aku katakan pada Noni, "Kamu pantas jadi anak om..." Jawabku."Kalau aku gak mau jadi anak om gimana?” tanya Noni lagi. "Maunya kamu apa dong?" Aku balik bertanya."Aku maunya jadi kesayangan om.. orang yang om sayangi.." Jawabnya."Kan kamu sudah jadi orang yang om sayangi? makanya om tidak mau memperlakukan kamu seperti wanita murahan.. " Aku jelaskan pada Noni.Hari mulai larut malam, di luar hujan masih terus turun. Noni masih terus menggodaku dengan berbagai pertanyaan. Aku mulai merasa perutku masuk angin, karena pakaian dalam yang aku kenakan masih basah. Noni juga masih memakai pakaian dalamnya yang basah."Kamu itu baru sembuh
"Om sangat merasakan Non.. om terima salah untuk hal ini, tolong kamu juga maklumi perasaan om.." Jawabku. "Om takut karma.. om punya anak seumuran kamu. Om gak sanggup membayangkan kalau anak om ada diposisi kamu sekarang ini.” Aku katakan semua itu sambil menatap punggungnya.Noni terus terdiam, tubuhnya masih berguncang menahan isak tangisnya. Aku katakan pada Noni, "Sekarang saja om sudah merasa sangat bersalah, karena sudah tidur bersama kamu.."Noni hanya diam mendengar semua ucapanku, aku berusaha mengatakan apa yang aku takutkan dan apa yang menghantui pikiranku. Aku berusaha untuk tidak cuma mengedepankan nafsuku, melepaskan syahwatku. Aku tidak lagi peduli Noni bisa menerima atau tidak apa yang aku ucapkan."Terus om mau tinggalkan Noni gitu?" Tanya Noni. Aku tidak mengerti apa yang dia maksudkan, aku cuma jawab, "Seperti yang om bilang, om sayang kamu, bahkan sangat menyayangi kamu. Tapi, apa yang kita lakukan ini sudah k
Aku benar-benar dilematis antara ingin menikmati dosa dan menolak untuk menambah dosa. Sekali aku lakukan maka aku akan terjebak pada kenimatanan sesaat, yang akibatnya akan aku Hawaii seumur hidupku. Tidak ada satu perbuatan tanpa menimbulkan akibat, yang akan menguras tenaga dan pikiran nantinya. Kadang makanan yang tersaji hanya lezat dalam pandangan, begitu dimakan tidaklah selezat apa yang terlihat. Itulah tipu daya yang kadang berbaur dengan nafsu, yang manusia jarang kuasa menghadapinya. Aku berpikir harus menjadi pemenang untuk mengalahkan semua keinginan menuruti nafsu. "Noni, om akan lakukan itu setelah kamu benar-benar sembuh. Setelah om nikahi kamu secara sah.” Ucapku dengan spontan, hanya untuk membuatnya tenang. Noni kaget mendengar ucapanku itu, dia berbalik badan menghadap ke arahku. Noni tersenyum dengan senang, sementara aku sendiri bingung dengan apa yang sudah aku katakan, bagaimana aku merealisasikan ucapan tersebut pun
Beberapa kali aku mencoba WA dia, namun tetap saja tidak berbalas. Aku mencoba melupakan Noni untuk fokus kepada pekerjaanku yang semakin padat. Tidak terasa, sudah hampir dua minggu tetap tidak ada kabar dari Noni.Suatu hari, tiba-tiba dia muncul di Jakarta, dia meminta aku untuk datang ke sebuah hotel. Rupanya Noni dijebak oleh temannya, dan ingin dijual pada lelaki hidung belang. Untung saja dia segera menghubungiku, dan aku membawa dia keluar dari hotel tersebut.Akhirnya dia aku tempatkan di sebuah hotel, dan rencananya besok baru aku antar pulang ke Bandung. Noni tidak mau nginap di hotel kalau tidak ditemani aku, sementara aku tidak ingin apa yang tidak aku inginkan terjadi."Kalau om Danu gak mau temani aku, ngapain om membawa aku keluar dari hotel tersebut? Biar aja aku jadi santapan lelaki hidung belang!!” ucap Noni kesal.Akhirnya aku temani dia malam itu, aku kasih alasan ke rumah kalau aku tidak pulang, ka
Aku benar-benar merasa kehilangan Noni, tidak ada sama sekali komumikasi yang biasa aku lakukan sejak terakhir menerima pesan darinya. Aku sangat khawatir kalau penyakitnya kembali kambuh.Di tengah penantianku menunggu khabar dari Noni, keponakan isteriku mengajakku untuk bertemu. Meski keponakan isteriku dia sangat dekat denganku, namanya Yosi. Yosi telepon aku saat aku sedang di kantor,“Om.. ada waktu gak? Yosi mau kenalin teman nih, mau gak?” Tanya Yosi. Aku berkata dalam Hati, “Apa lagi nih.. pasti Yosi mau kenalkan temannya ABG juga.” Ucapku dalam hati.Begitu istirahat makan siang aku ajak Yosi ketemuan di cafe yang ada di dekat kantor. Aku merasa aneh dengan diriku sendiri karena selalu dekat dengan ABG, seakan-akan takdirku selalu bertemu ABG.Singkat cerita, bertemulah aku dengan Yosi dan temannya yang ABG juga. Yosi perkenalkan temannya, “Om kenalin Maura temanku, masih ting ting lho om..” Ujar Yosi sambil senyum-senyum menatapku. Aku
Akhirnya aku jawab pertanyaannya, “Maura.. sejak awal om kenal kamu, om sudah tertarik sama kamu, hanya saja om gak bisa ungkapkan, om sayang sama kamu kok.” Jawabku. Maura kembali mencecarku dengan pertanyaan, dia tanya kenapa aku tidak pernah mau menidurinya dan tidur berdua dengannya.Aku cuma bilang pada Maura kalau aku tidak ingin menambah penderitaannya. Maura tiba-tiba sedih dan berurai airmata, “Om tahu gak sih? Kalau Maura sangat ingin tidur sama Om, dan om peluk dengan penuh kasih sayang?” Tanya Maura sambil terus menangis.Karena saat itu kami ngobrolnya di sebuah Cafe, aku tidak berani untuk memeluk Maura. Aku takut ada yang menyaksikan pertemuanku dengan Maura. Untuk memenuhi keinginannya, akhirnya aku ajak Maura ke sebuah Hotel di daerah Jakarta Pusat. Aku check in terlebih dahulu, setelah itu Maura menyusul aku ke kamar.Tidak lama setelah aku berada di kamar Maura datang mengetuk pintu. Begitu pintu aku buka Maura langsung memelukku, aku se