Share

Lo Kakak Biadab

"Perkosa adek gue--"

"Gila! Ngga ada otaknya lo biadab!"

Marco menatap Vino marah. Raut wajah lelaki itu dipenuhi emosi.

"Gue serius, Ege!"

"Serius lo gila, Vin!" Umpatan kesekian kali keluar dari bibir Marco. Dia menatap lelaki bernama lengkap Vino Giovani itu.

Sepertinya otak sahabatnya ini memang sudah rusak. Di mana ada kaka yang menyodorkan adiknya pada sahabat berandal yang bejatnya sama persis dengan dirinya. Disuruh perkosa pula.

"Kenapa, dah! Gue cuma pengin ngasih tau adek gue, kalo kebutuhan biologis itu perlu, Men. Andai dia udah ngerasain sendiri gimana enaknya, dia pasti ngga akan ngelarang gue lagi kaya gini, ribet tau." Vino menuang sebotol whiskey sekali lagi, entah sudah berapa banyak gelas yang ia tengah. Vino tidak menghitung seberapa banyak ia menuangkan.

"Parah lo! Parah. Kali ini gue benci lo."  Marco menggelengkan kepalanya, sepertinya otak Vino sudah terbentur benda keras, makanya tidak waras.

Ia memang sama bejadnya dengan Vino. Namun tidak pernah terlintas di otaknya untuk mencelakai saudara kandungnya sendiri. Kayaknya Vino ini benar-benar sudah tidak waras, pikirnya.

"Lagian ini juga bagus buat kebaikan adek gue, Co! Sampai kapan dia mau jadi orang antis*x, sekali-kali  harus diajakin nikmatin indahnya surga yang ada di dunia ,atau seenggaknya dia mau mengenal cinta gitu. Jangan bentar-bentar nempelin Kakaknya sampe hidup gue terusik," ujar Vino.

"Emang lo sendiri kenal cinta? " Marco mulai geram dengan bicara Vino yang semakin ngawur.

"Wahai Vino, ngaca lo. Lo sendiri aja gak tau cinta itu apa," kesalnya.

"Intinya gue butuh lo bantuin nyingkirin Luna, buat dia jangan ikut campur urusan gue lagi. Terserah lo mau tidurin tuh si Luna, silahkan!"

Arah omongan Vino semakin ngawur, entah bawaan alkohol atau mungkin otaknya yang sudah konslet. Mungkin juga tanpa sadar dia sudah mabuk, hanya saja ia gengsi untuk menyudahi  kegiatan minumnya itu.

"Tetep aja lo gila Men. Gue gak setuju."

"Ya udah  Atau kalo ngga gini deh, gimana kalo lo deketin adek gue? Lo pacarin dah tu si Luna. Dia nggak jelek-jelek amat kok! Cuma pakaian nya aja yang tertutup. Jadi keliatan rada culun."  Lagi-lagi Vino menenggak wiskey yang sudah dituang di gelas tadi sekaligus.

"Gak mau, dia masih kecil. Nggak bisa gue deketin cewek pendiem kaya gitu. Ngga dapet feelnya."

"Njirrr, kaya apaan aja lu taii! Dia kagak kecil. Umurnya beda 5 bulan dari gue. Cuma otaknya aja yang masih polos. Kebanyakan belajar dia tuh," tutur Vino.

"Tapi adek lu emang cantik sih."

"Tau dah, gue nggak pernah merhatiin dia, yang jelas gue ngga nafsu liat adek gue. Ngga ada seksi-seksinya sama sekali."

"Emang gak boleh ego! Masa lu mau nafsu sama adek lo sendiri, mau dikutuk jadi mermaid lo?" Marco menyingkirkan  botol wiskey agar jauh dari jangkauan Vino, ia tahu kalau temannya yang satu ini sudah mulai mabuk. "Tapi ini lo serius ngasih adek lo ke gue?"

"Iya bacoot, ngapain gue bercanda?"

"Oke, oke jangan nyesel ya lu tai."

Vino mengangguk.

"Ngapain gue harus nyesel?" balasnya enteng.

Marco mulai menyalakan rokok yang ada di tangannya. "Tapi ngomong-ngomong trik apa yang lo pake buat dapetin si Selly?"

"Hahaha, lo pasti nggak nyangka."

Vino tertawa. Ia memutar-mutarkan gelas kosong yang ada di tangannya sebelum diletakkan ke atas meja.

"Gue colongin 1 busana nyokap gue yang belum di launching, trus gue kasih ke dia. Cuma itu doang, doi langsung setuju ngasih keperawananya." Seringai tawa Vino menyungging puas.

"Parah lu, dasar anak durhaka." Sekarang ganti Marco yang melemparkan sebungkus rokok ke wajah Vino, ia sudah sangat geram mendengar cerita bajing*n yang satu ini.

"Bener-bener ya lo brandal, kayanya lo emang harus dikutuk jadi mermaid Vino!" teriak Marco.

Marco menoleh ,belum sempat ia mendapatkan jawaban dari Vino, ia sudah melihat Vino tergeletak tidur di sofa. Sial,ingin rasanya ia kabur meninggalkan temanya sendiri. Hal yang paling sial lagi adalah, ia tidak tahu di mana apartemen baru Vino, tak mungkin ia mengantarkan bocah tengik ini ke rumahnya. Bisa meledak seluruh isi kediaman Hermawan melihat anak ini mabuk tak sadar diri.

***

Sementara di tempat lain Luna sedang sibuk melakukan pemotretan, kali ini ia diminta mami Jesicca untuk menjadi model beberapa busana yang akan segera launching minggu depan. 

Jesicca adalah desainer busana yang sukses di kota A. Banyak model dan artis terkenal yang sudah menjadi brand ambassador dari  rancanganya. Harga satu stell baju yang dirancangnya kisaran 10 jt.-  hingga yang termahal mencapai 300 jt, di mana baju itu dirancang menggunakan property  yang terbuat dari emas atau mutiara.

"Mam." Luna bersandar di bahu maminya. "Mamih ngga mau ganti model lain aja? Luna takut rancangan busana mamih dinilai jelek gara-gara  Luna yang jadi modelnya." Gadis itu tertunduk. Wajahnya yang kalem memancarkan aura minder.

Ia sebenarnya tidak percaya diri menjadi model busana mamihnya. Luna takut dibully, mengingat busana Jesicca adalah busana yang sering dipakai kaum artis. Sedangkan ia hanya orang biasa yang diminta menjadi model dadakan mamih Jesicca.

"Jangan gitu dong, kamu itu anak Jesicca loh. Mamih kamu pernah menjadi the queen of campus di jaman kuliah, itu artinya anak mamih jauh lebih cantik dari mamihnya!"  Jesicca mengelus rambut putrinya. Karena kesibukan yang padat, jarang-jarang ia bisa bermanja-manja seperti ini dengan Luna.

"Mamih bisa aja, mamih emang cantik ,tapi Luna engga secantik Mamih. Bahkan temen-temen  Mami mikirnya aku bukan anaknya," jawab Luna disertai cemberut.

"Siapa yang bilang kamu ngga cantik? Alasan mamih jadiin kamu model busana mamih karena kamu cantik. Bahkan kamu ngga kalah cantik sama artis-artis yang  jadi brand ambassador busana mamih. Lihat, kamu cantik banget pakai dress ini, Sayang!"  Jesicca membelai baju yang Luna kenakan. Memang benar Luna sangat cantik. Tidak perlu memberi banyak polesan pada wajahnya, dia sudah terlihat cantik.

Buah jatuh tak jauh dari pohonya, itulah istilah yang pantas untuk mereka berdua. Dengan balutan dress  casual yang Luna kenakan saat ini, ia tampak semakin cantik dan anggun. Hanya saja Luna terlahir sebagai pribadi yang pendiam dan pemalu. Untuk cantik tentu saja tidak usah diragukan lagi kalau dia mau sedikit berdandan dan bergaya seperti wanita pada umumnya.

Butuh  usaha dan rayuan  maut dari maminya, sampai Luna benar mau menjadi modelnya. Selama ini Luna selalu menolak permintaan maminya, alasanya ia tidak cantik seperti maminya.

"Mamih, Luna nanti terbang nih kalo mamih terus ngomong gitu." Luna merajuk manja. Ia tidak suka dengan pujian Sang Mami. Entah kenapa rasanya aneh terdengar di telinga.

"Pokoknya kalau belum pulang jangan dihapus make up nya yah. Mamih suka liatnya, jarang-jarang liat anak Mamih dandan gini." Jesicca tersenyum. Matanya tak berhenti memandangi anak gadisnya penuh cinta.

"Yaudah Luna pulang dulu ya Mam." Gadis bernama Ailuna Shinta itu mencium kedua pipi maminya.

"Hati-hati sayang. Lain kali jangan nyetir mobil sendiri yah, suruh Vino buat anterin kamu." Mamih Jesicca menasehati.

"Kak Vino lagi sibuk Mam. Ya udah Luna pulang yah. Bye Mamih."  Luna melambaikan tanganya, lantas berbalik badan menuju parkiran.

Entahlah apa yang terjadi pada Vino hari ini. Semenjak tadi pagi, Luna tidak tau kabar kakaknya lagi. Terakhir ia melihat kakaknya saat ia sedang marah-marah pada pacar kakaknya. Dan Vino langsung minta izin untuk mengantarkan Selly pulang. Sampai sekarang ia tidak tahu bagaimana kabar kakaknya, ditambah hari ini Luna sangat sibuk dengan pemotretanya.

Luna segera melajukan mobilnya menuju apartemennya. Ia sedikit khawatir. Karena kesal, hari ini ia tidak memasakan makanan apa pun untuk kakanya. Sedangkan Vino terbiasa diurus setiap kebutuhannya oleh Luna. Apa lagi masalah makanan, Vino hanya suka dengan makanan buatan Luna. Bahkan pembantu yang ada di rumahnya pun tidak pernah memasak untuk Vino. Semuanya dikerjakan oleh Luna.Tidak seperti mamih Jesicca yang tidak bisa memasak, anaknya cenderung berbeda, ia  hobi masak sejak kecil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status