เข้าสู่ระบบPria yang duduk diatas kursi roda itu menatap tajam ke arah Brigitta yang bangun dengan wajah memucat dan gestur tubuh kikuk.
"Ma ... maafkan saya, Professor Oxenberg. Sa ... saya tidak sengaja," bisik Brigitta dengan nada gemetar.
"Mata kamu kemana?" bentak pria yang dipanggil Professor Oxenberg.
"Ma ... Maaf, Sir." Brigitta pun menunduk dan Professor Oxenberg mengambil ID card yang terjatuh di lantai dan mulai membacanya.
"Brigitta Colby, MD." Mata biru Professor Oxenberg menatap wajah ketakutan Brigitta. "Kamu residen?"
"I ... iya Prof."
"Kita tidak butuh residen tidak kompeten macam kamu!" Professor Oxenberg melemparkan ID Card Brigitta ke tubuhnya membuat gadis itu terlonjak kaget.
"Tidak ... tidak akan terulang lagi, Prof," cicit Brigitta.
Professor Oxenberg pun memencet tombol di kursi rodanya dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah sakit sementara Brigitta berusaha untuk tidak menangis karena ditegur oleh salah satu dokter bedah senior yang sudah bergelar Professor di usianya ke 35 tahun. Lucy yang melihat itu, tidak bisa berkata apa-apa karena dia terlalu kaget karena Brigitta jatuh diatas pangkuan pria itu.
"Tenang Brigett ... Tarik nafas ...." Lucy mengambil ID Card Brigitta yang jatuh dan memberikan pada sahabatnya. "Ayo kita masuk. Banyak pasien yang menunggu."
Brigitta mengangguk. "Iya ...."
Keduanya pun masuk ke dalam gedung rumah sakit dan bergegas menuju ruang loker untuk meletakkan tas masing-masing. Brigitta dan Lucy memakai sneli serta stetoskop. Mereka pun segera mendapatkan daftar pasien yang hendak mereka visite.
"Duh, aku dapat visite bersama Professor Oxenberg hari ini," keluh Brigitta saat melihat list pasien dan dokter senior yang mendampingi.
"Kenapa kamu lagi sial hari ini?" gumam Lucy yang mendapatkan visite divisi obgyn dengan dokter wanita.
"Entahlah ...." Brigitta menghela nafas panjang. "Doakan aku tidak ada insiden ya."
Lucy menepuk bahu Brigitta. "Semangat!"
"Residen! Waktu visite!"
Brigitta bergegas menuju divisi bedah sementara Lucy ke divisi obgyn. Brigitta pun bergabung dengan para residen lainnya dan mengikuti Professor Oxenberg yang berjalan di depan mereka. Brigitta memilih untuk berada di belakang para residen lainnya meskipun dirinya sedikit sulit karena memiliki tinggi 172 cm dan dua dari residen wanita itu lebih pendek.
"Kita lihat kondisi pasien yang baru saja mendapatkan bedah mayor. Pasien Smith, kanker payudara stadium tiga dan saya sendiri yang mengoperasi." Professor Oxenberg menatap ke semua orang. "Pertanyaan mudah. Limfedema apa itu? Miss Colby?"
"Limfedema adalah pembengkakan di lengan atau payudara akibat gangguan kelenjar getah bening. Ini dapat dikelola dengan terapi atau prosedur khusus," jawab Brigitta dengan nada tenang.
Professor Oxenberg hanya mengangguk.
"Good. Setidaknya otak kamu jalan!"
Brigitta merapatkan bibirnya karena merasa kesal mendapatkan ucapan menyakitkan lagi dari Professor Oxenberg.
Sabar, sabar, sabar - batin Brigitta.
Professor Oxenberg masih memberikan pop quiz dadakan dan Brigitta melihat sang pasien merasa kesakitan. Gadis itu pun berinisiatif mendekati wanita tersebut. Professor Oxenberg hanya melirik tajam melihat salah satu residennya mendekati pasiennya.
"Bu, merasakan sakit dimana?" tanya Brigitta lembut.
"Bekas operasinya ... Aku merasakan senut-senut," jawab wanita itu.
"Itu biasa Bu, pasca operasi akan merasakan hal macam begitu," senyum Brigitta sambil menggenggam tangan si pasien. "Semangat Bu, karena ibu akan menjadi cancer survivor dan kita akan mengalahkannya bersama-sama."
Pasien itu tersenyum lemah. "Terima kasih sayang, aku sangat senang kamu sanga perhatian."
"Dokter Colby! Kita visite tempat lain!" hardik Professor Oxenberg.
Brigitta memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. "Baik Prof." Brigitta melepaskan genggaman tangannya dan tersenyum manis. "Saya tinggal dulu Bu."
"Thank you Darling."
Brigitta pun berbalik dan dirinya tertegun melihat tatapan tajam Professor Oxenberg.
"Kamu masih dibawah bimbingan saya dan jangan bersikap seenaknya!"
Brigitta menatap Professor Oxenberg dengan sedikit berani. "Tapi pasien itu merasa kesakitan, dan tugas kita memberikan ketenangan bukan?"
"Tidak pada saat visite! Ini peringatan anda yang pertama dan terakhir!" Professor lalu berbalik dan menjalankan kursi rodanya.
Brigitta pun segera mengikuti tim residennya.
"Kamu itu nggak usah sok perhatian sama pasien!" tegur salah satu rekan residennya.
"Bukankah itu kewajiban kita sebagai dokter? Memakai empati?" balas Brigitta.
"Apa kamu sedang berusaha menjilat Professor Oxenberg?" balas rekan yang lain.
Brigitta hanya menghela nafas karena tidak memikirkan soal menjilat karena dirinya murni demi pasien.
Acara visite itu pun berlangsung hingga satu jam kemudian dan setelahnya Brigitta melanjutkan tugasnya. Memang benar dia belum berhak melakukan apapun tapi dia tetap berusaha menenangkan para pasien pasca operasi.
Professor Oxenberg yang sedang bersama beberapa dokter senior, melihat Brigitta kembali ke pasien yang tadi dan berusaha menenangkan wanita itu. Bahkan Brigitta memperlihatkan sesuatu dari ponselnya seperti menjelaskan sesuatu.
Mau apa gadis Colby itu? - batin Professor Oxenberg.
"Blake, aku rasa operasi kolektomi di pasien berikutnya akan sedikit rumit," ucap rekannya.
"Iya." Professor Blake Oxenberg adalah seorang dokter bedah terkenal yang mengalami kemalangan empat tahun lalu. Dia mengalami kecelakaan saat bermain ski di Alpen Swiss. Pria itu menderita kelumpuhan dan dia pun harus berkompromi dengan kondisinya sekarang.
"Blake, kamu lihat apa?" tanya rekannya.
"Oh ... aku cuma melihat banyaknya pasien yang kemungkinan sembuh besar," jawab Blake Oxenberg.
"Tumben kamu ngomong pelan begitu."
"Karena dengan begitu, berarti bisa menaikkan kredit aku tetap menjadi dokter bedah terbaik bukan?" jawab Blake dengan gaya sombong.
"Dan kembali ke Blake yang asli."
Blake Oxenberg hanya tersenyum smirk.
Brigitta keluar dari kamar pasien itu dan melihat Professor Oxenberg sedang berjalan bersama para dokter senior.
"Brigett!"
Brigitta menoleh dan melihat Thomas datang menghampiri dirinya.
"Hai ...."
"Ayo makan siang. Kita kencan sekarang saja ya?" ajak Thomas sambil menggandeng tangannya.
"Tidak jadi nanti malam?" tanya Brigitta bingung.
"Karena kamu tidak mau bertukar shift malam, aku ambil shift malam ini supaya besok bisa tidak dapat shift malam!" jawab Thomas judes.
Brigitta hanya mengangguk. "Sepertinya kamu sudah dapat solusi kan?"
"Tapi tetap saja aku tidak suka kamu tidak mementingkan aku!" ucap Thomas membuat Brigitta merasa kesal.
"Dari sisi mana aku tidak mementingkan kamu? Aku sudah beberapa kali menggantikan kamu."
Thomas mendengus. "Kamu juga tidak mau tinggal bareng sama aku, tidak mau layaknya seorang kekasih!"
Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Aku masih fokus dengan studiku, kamu juga kan? Apalagi kamu mau ambil bedah jantung kan?"
"Tapi kan bisa kita tinggal bersama!" Thomas dan Brigitta duduk di cafetaria. "Aku minta sekali lagi, bagaimana kita tinggal bersama?"
Brigitta hendak menjawab tapi Lucy datang menghampiri mereka.
*** bersambung ***
Blake tidak bosan-bosannya memandang putranya yang sedang menikmati kolostrum pertamanya dn dia tidak memperdulikan Dokter Zach masih menyelesaikan tindakannya pada Brigitta. Istrinya menatap judes ke Blake karena dia macam mengalami disfungsi sebagai seorang dokter bedah."Blake! Bagaimana bisa kamu tidak berbuat apa-apa padahal kamu adalah seorang dokter bedah terkemuka di Skotlandia!" desis Brigitta membuat Blake baru sadar bahwa ada orang lain yang menyetuh tubuh istrinya."Sudah selesai, Profesor Oxeberg. Dokter Colby sudah saya jahit," senyum Dokter Zach. "Bukankah anatomi semua manusia sama?"Blake menoleh ke arah Dokter Zach. "I'm so sorry. Aku terlalu fokus dengan Bri dan bayi kami," ucap Blake dengan perasaan tidak enak."Tidak apa-apa. Dokter Colby, aku permisi dulu karena anda sudah ada suami anda. Profesor Oxenberg, tolong jaga istri dan anak anda." Dokter Zach membereskan semua peralatannya dan dibantu oleh Alfred. Dokter Zach membersihkan tangannya kemudian menyalami Bl
Dokter Zach menatap wajah tidak bersahabat Blake dan dia tahu bahwa pria di hadapannya adalah suami Brigitta. Dokter Zach sangat paham kenapa Blake seperti itu apalagi dia juga sudah berjanji pada Brigitta untuk tidak memberitahukan pada siapapun termasuk suaminya sendiri."Senang bertemu dengan ...?" "Blake. Blake Oxenberg," jawab Blake dingin membuat Dokter Zach terkejut saat tahu siapa nama lengkap suami Brigitta. Dia tidak menyangka jika pria yang disebut dengan B oleh Brigitta, adalah pria kaya raya di Skotlandia. "Senang bertemu dengan anda, Dokter ... eh tidak, Profesor Oxenberg." Dokter Zach mengulurkan tangannya dan disambut sedikit ogah-ogahan oleh Blake. "Sekarang, apakah kamu tahu dimana istriku?" tanya Blake tanpa basa-basi dan Dokter Zach hanya tersenyum. "Apakah anda akan membawa Dokter Colby pulang?" balas Dokter Zach tanpa takut. "Aku harus membawa Bri pulang karena dia hendak melahirkan! For god's sake! Aku ingin berada di sampingnya selama proses melahirkan itu
Blake tampak termangu di ruang tengah rumah milik Lucy dan dia bisa membayangkan Brigitta sibuk di dapur, menikmati teh panas sambil memandang luar jendela yang memperlihatkan pemandangan indah. Pemandangan pegunungan hijau dengan domba-domba yang dilepas oleh penggembala untuk merumput, melihat rubah keluar di malam hari guna mencari makan. Blake tidak akan heran jika Brigitta meletakkan piring diatas pagar untuk makanan burung-burung liar yang datang.Pria itu membuka pintu kamar tidur yang dia yakini adalah kamar Brigitta dan tersenyum karena feelingnya benar. Dia melihat baju-baju istrinya masih ada dan sebuah buku tentang kehamilan ada di sisi kanan atas nakas sebelah tempat tidurnya. Blake melihat ada pembatas di buku itu dan membukanya. Matanya mengenali tulisan tangan Brigitta yang mencatat disana dengan banyak note macam-macam."Sangat khas kamu, Bri. Jika ada suatu hal yang kamu pertanyakan atau tidak tahu, pasti kamu berikan catatan disana." Blake tersenyum karena sangat ha
Brigitta melihat kamarnya dan mengakui tidak terlalu berbeda dengan kamarnya kemarin. Brigitta bahkan bisa melihat pemandangan indah dari jendela kamarnya dan suasananya sangat menenangkan hati. Suara ketukan di pintu membuat Brigitta menoleh."Maaf Dokter Colby tapi aku harus kembali ke Killin untuk mengambil semua baju kamu dan perlengkapan semuanya." Dokter Zach tersenyum lembut. "Kamu tenang saja, aku tidak akan terburu-buru karena tahu akan membuat curiga suamimu kan?""Iya kalau Blake masih ada disana ... tapi kalau sudah pulang, aku lebih suka tinggal di Killin." Brigitta menatap serius ke dokter Zach."Jika situasinya sudah kondusif, kita akan kembali ke Killin.""Jika begitu, jangan semua baju kamu aku ambil. Anggap saja kamu sedang piknik ya?" ucap Dokter Zach."Terima kasih Dokter Zach."Dokter senior itu pun pergi meninggalkan Brgitta sendirian di rumah Braemar. Merasa gabut, Brigitta pun mencari kesibukan dengan membersihkan rumah dan membuat makanan dari kaleng makanan
Mary tersenyum ke arah Blake. "Anda mencari wanita yang sedang hamil bernama Brigitta Colby? Maaf, tapi dia sudah pergi, menghilang entah kemana."Blake melongo. "Apa? Anda berbohong!""Anda bisa memeriksa sendiri." Mary mengedikkan dagunya dan Blake pun bergegas masuk ke dalam rumah. Pria itu melihat tanda-tanda Brigitta pergi terburu-buru pergi. Blake menghampiri teko yang ada di atas meja makan dan merabanya dengan punggung tangannya. Masih hangat. Blake merasa istrinya belum terlalu lama pergi karena teko teh itu belum terlalu lama ditinggal di atas meja dan udara sekarang baru masuk musim gugur jadi teh panas bisa menjadi dingin dalam waktu tidak lama."Dimana Brigitta? Dimana istriku?" tanya Blake ke Mary. "Siapa namamu?""Namaku Mary dan aku adalah sesepuh disini anak muda. Siapa namamu?" balas Mary dengan gaya kalem." Namaku Blake dan Brigitta Colby adalah istriku. For God's sake, dia sedang hamil anakku!" seru Blake kesal."Aku tidak tahu Brigitta kemana. Jika kamu memang s
EdinburghAlbert mendapatkan detektif yang berbeda dari apa yang disewa oleh Blake. Dokter bedah itu berharap akan mendapatkan informasi yang akurat dan bisa menemukan Brigitta dan bayi yang masih di dalam kandungannya. Blake tidak mau ada hilang moment saat proses kelahiran anaknya nanti."Apakah detektif yang ini, bisa menemukan Bri?" tanya Blake ke Albert."Saya harap bisa tuan. Semakin banyak orang yang mencari, bukankah kemungkinan ditemukan akan semakin besar?" jawab Albert.Blake mengangguk. "Kamu benar. Aku tetap merasa Lucy tahu semuanya."Albert mengangguk. "Saya juga merasa demikian."***Seminggu KemudianBrigitta merasa akhir-akhir ini suasana di desa Killin tidak nyaman dan seperti ada yang mengawasi dirinya. Dokter Zach yang melihat rekannya tampak tidak nyaman, ikut penasaran kenapa Brigitta seperti itu."Ada apa Dokter Colby?" tanya Dokter Zach saat melihat Brigitta tampak gelisah."Rasanya seperti ada orang yang mengawasi saya, Dokter Zach," jawab Brigitta.Dokter Za







