Share

2. Blake Oxenberg

Author: Hana Reeves.
last update Last Updated: 2025-10-03 15:46:38

Pria yang duduk diatas kursi roda itu menatap tajam ke arah Brigitta yang bangun dengan wajah memucat dan gestur tubuh kikuk.

"Ma ... maafkan saya, Professor Oxenberg. Sa ... saya tidak sengaja," bisik Brigitta dengan nada gemetar.

"Mata kamu kemana?" bentak pria yang dipanggil Professor Oxenberg.

"Ma ... Maaf, Sir." Brigitta pun menunduk dan Professor Oxenberg mengambil ID card yang terjatuh di lantai dan mulai membacanya.

"Brigitta Colby, MD." Mata biru Professor Oxenberg menatap wajah ketakutan Brigitta. "Kamu residen?"

"I ... iya Prof."

"Kita tidak butuh residen tidak kompeten macam kamu!" Professor Oxenberg melemparkan ID Card Brigitta ke tubuhnya membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Tidak ... tidak akan terulang lagi, Prof," cicit Brigitta. 

Professor Oxenberg pun memencet tombol di kursi rodanya dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah sakit sementara Brigitta berusaha untuk tidak menangis karena ditegur oleh salah satu dokter bedah senior yang sudah bergelar Professor di usianya ke 35 tahun. Lucy yang melihat itu, tidak bisa berkata apa-apa karena dia terlalu kaget karena Brigitta jatuh diatas pangkuan pria itu.

"Tenang Brigett ... Tarik nafas ...." Lucy mengambil ID Card Brigitta yang jatuh dan memberikan pada sahabatnya. "Ayo kita masuk. Banyak pasien yang menunggu."

Brigitta mengangguk. "Iya ...."

Keduanya pun masuk ke dalam gedung rumah sakit dan bergegas menuju ruang loker untuk meletakkan tas masing-masing. Brigitta dan Lucy memakai sneli serta stetoskop. Mereka pun segera mendapatkan daftar pasien yang hendak mereka visite. 

"Duh, aku dapat visite bersama Professor Oxenberg hari ini," keluh Brigitta saat melihat list pasien dan dokter senior yang mendampingi.

"Kenapa kamu lagi sial hari ini?" gumam Lucy yang mendapatkan visite divisi obgyn dengan dokter wanita.

"Entahlah ...." Brigitta menghela nafas panjang. "Doakan aku tidak ada insiden ya."

Lucy menepuk bahu Brigitta. "Semangat!"

"Residen! Waktu visite!"

Brigitta bergegas menuju divisi bedah sementara Lucy ke divisi obgyn. Brigitta pun bergabung dengan para residen lainnya dan mengikuti Professor Oxenberg yang berjalan di depan mereka. Brigitta memilih untuk berada di belakang para residen lainnya meskipun dirinya sedikit sulit karena memiliki tinggi 172 cm dan dua dari residen wanita itu lebih pendek.

"Kita lihat kondisi pasien yang baru saja mendapatkan bedah mayor. Pasien Smith, kanker payudara stadium tiga dan saya sendiri yang mengoperasi." Professor Oxenberg menatap ke semua orang. "Pertanyaan mudah. Limfedema apa itu? Miss Colby?"

"Limfedema adalah pembengkakan di lengan atau payudara akibat gangguan kelenjar getah bening. Ini dapat dikelola dengan terapi atau prosedur khusus," jawab Brigitta dengan nada tenang.

Professor Oxenberg hanya mengangguk.

"Good. Setidaknya otak kamu jalan!" 

Brigitta merapatkan bibirnya karena merasa kesal mendapatkan ucapan menyakitkan lagi dari Professor Oxenberg.

Sabar, sabar, sabar - batin Brigitta.

Professor Oxenberg masih memberikan pop quiz dadakan dan Brigitta melihat sang pasien merasa kesakitan. Gadis itu pun berinisiatif mendekati wanita tersebut. Professor Oxenberg hanya melirik tajam melihat salah satu residennya mendekati pasiennya.

"Bu, merasakan sakit dimana?" tanya Brigitta lembut.

"Bekas operasinya ... Aku merasakan senut-senut," jawab wanita itu.

"Itu biasa Bu, pasca operasi akan merasakan hal macam begitu," senyum Brigitta sambil menggenggam tangan si pasien. "Semangat Bu, karena ibu akan menjadi cancer survivor dan kita akan mengalahkannya bersama-sama."

Pasien itu tersenyum lemah. "Terima kasih sayang, aku sangat senang kamu sanga perhatian."

"Dokter Colby! Kita visite tempat lain!" hardik Professor Oxenberg.

Brigitta memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. "Baik Prof." Brigitta melepaskan genggaman tangannya dan tersenyum manis. "Saya tinggal dulu Bu."

"Thank you Darling."

Brigitta pun berbalik dan dirinya tertegun melihat tatapan tajam Professor Oxenberg.

"Kamu masih dibawah bimbingan saya dan jangan bersikap seenaknya!" 

Brigitta menatap Professor Oxenberg dengan sedikit berani. "Tapi pasien itu merasa kesakitan, dan tugas kita memberikan ketenangan bukan?"

"Tidak pada saat visite! Ini peringatan anda yang pertama dan terakhir!" Professor lalu berbalik dan menjalankan kursi rodanya.

Brigitta pun segera mengikuti tim residennya.

"Kamu itu nggak usah sok perhatian sama pasien!" tegur salah satu rekan residennya.

"Bukankah itu kewajiban kita sebagai dokter? Memakai empati?" balas Brigitta.

"Apa kamu sedang berusaha menjilat Professor Oxenberg?" balas rekan yang lain.

Brigitta hanya menghela nafas karena tidak memikirkan soal menjilat karena dirinya murni demi pasien.

Acara visite itu pun berlangsung hingga satu jam kemudian dan setelahnya Brigitta melanjutkan tugasnya. Memang benar dia belum berhak melakukan apapun tapi dia tetap berusaha menenangkan para pasien pasca operasi.

Professor Oxenberg yang sedang bersama beberapa dokter senior, melihat Brigitta kembali ke pasien yang tadi dan berusaha menenangkan wanita itu. Bahkan Brigitta memperlihatkan sesuatu dari ponselnya seperti menjelaskan sesuatu.

Mau apa gadis Colby itu? - batin Professor Oxenberg.

"Blake, aku rasa operasi kolektomi di pasien berikutnya akan sedikit rumit," ucap rekannya.

"Iya." Professor Blake Oxenberg adalah seorang dokter bedah terkenal yang mengalami kemalangan empat tahun lalu. Dia mengalami kecelakaan saat bermain ski di Alpen Swiss. Pria itu menderita kelumpuhan dan dia pun harus berkompromi dengan kondisinya sekarang. 

"Blake, kamu lihat apa?" tanya rekannya.

"Oh ... aku cuma melihat banyaknya pasien yang kemungkinan sembuh besar," jawab Blake Oxenberg.

"Tumben kamu ngomong pelan begitu."

"Karena dengan begitu, berarti bisa menaikkan kredit aku tetap menjadi dokter bedah terbaik bukan?" jawab Blake dengan gaya sombong.

"Dan kembali ke Blake yang asli."

Blake Oxenberg hanya tersenyum smirk.

Brigitta keluar dari kamar pasien itu dan melihat Professor Oxenberg sedang berjalan bersama para dokter senior. 

"Brigett!

Brigitta menoleh dan melihat Thomas datang menghampiri dirinya.

"Hai ...."

"Ayo makan siang. Kita kencan sekarang saja ya?" ajak Thomas sambil menggandeng tangannya.

"Tidak jadi nanti malam?" tanya Brigitta bingung.

"Karena kamu tidak mau bertukar shift malam, aku ambil shift malam ini supaya besok bisa tidak dapat shift malam!" jawab Thomas judes.

Brigitta hanya mengangguk. "Sepertinya kamu sudah dapat solusi kan?"

"Tapi tetap saja aku tidak suka kamu tidak mementingkan aku!" ucap Thomas membuat Brigitta merasa kesal.

"Dari sisi mana aku tidak mementingkan kamu? Aku sudah beberapa kali menggantikan kamu."

Thomas mendengus. "Kamu juga tidak mau tinggal bareng sama aku, tidak mau layaknya seorang kekasih!" 

Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Aku masih fokus dengan studiku, kamu juga kan? Apalagi kamu mau ambil bedah jantung kan?"

"Tapi kan bisa kita tinggal bersama!" Thomas dan Brigitta duduk di cafetaria. "Aku minta sekali lagi, bagaimana kita tinggal bersama?"

Brigitta hendak menjawab tapi Lucy datang menghampiri mereka.

*** bersambung ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   6. Mulai Bersama Mentor

    Brigitta terkejut saat tahu siapa yang menarik tangannya. Otomatis gadis itu pun merasa tidak nyaman apalagi kemarin dia melihat sendiri bagaimana Thomas berperilaku seperti itu. Brigitta berusaha melepaskan genggaman tangannya."Lepas Thomas!" Brigitta menyentakkan tangannya dan Thomas melepaskan genggamannya."Kamu itu ngapain datang shift siang? Kan kita seharusnya tukaran!" hardik Thomas."Apa? Kamu sendiri yang sudah buat keputusan dan aku tidak akan bertukar shift denganmu!" balas Brigitta."Kamu itu ....""Apa? Kamu minta tukar shift denganku karena Dinah dapat shift siang dan kamu dapat shift malam kan?" ejek Brigitta. "Kenapa tidak Dinah saja yang sangat menikmati c*** kamu yang tukar shift jadi kalian bisa bertukar peluh?"Thomas menatap Brigitta bingung. "Apa maksud kamu?"Brigitta tertawa sinis. "Memangnya aku tidak tahu kalau kamu mau pindah ke apartemen Dinah ... di dalam janitor! Aku melihat kalian keluar dari ruang janitor dengan baju berantakan. Sebelumnya aku melihat

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   5. Latar Belakang Blake

    Blake Oxenberg menikmati acara berendam dalam bathubnya yang berukuran besar dengan air hangat ditambah bom busa yang semakin membuat kamar mandinya harum. Blake menyandarkan kepalanya di sandaran bathub dan memejamkan matanya.Menjadi dokter bedah di usia 24 tahun dan termuda di Inggris Raya, membuat Blake disegani karena kejeniusannya hingga dia pun menjadi pribadi yang sombong dan arogan. Ditambah dia mendapatkan gelar professor di usia 31 tahun, membuat namanya semakin terkenal.Blake memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, rambut hitam tebal sedikit ikal, alis berbentuk pedang yang merupakan alis alaminya, mata biru yang sangat gelap seperti samudera ditambah bulu mata lentik, hidung macung terpahat sempurna khas aristokrat dan bibirnya yang tidak terlalu tebal tapi seksi, membuatnya banyak dikejar banyak kaum Hawa.Blake sendiri termasuk selektif dalam memilih pasangan dan empat tahun lalu dia berkencan dengan Victoria McDean, salah satu anggota keluarga bangsawan Skotlandia,

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   4. Ternyata ...

    Blake berdehem karena tidak tahu jika dokter residen di depannya memiliki cerita tersendiri dari keluarganya, keluarga yang paling terdekat. "Jangan terlalu dekat dengan pasien!" ucap Blake membuat Brigitta tertawa sinis."Professor, apakah anda tidak punya empati?" tanya Brigitta sembari menatap tajam ke Blake. "Semua orang pasti punya rasa empati bukan?""Tidak usah menguliahi aku dengan gaya Sigmund Freud karena kamu masih menyelesaikan mata kulaih psikopatologi kan?" sindir Blake. "Sebenarnya kamu mau ambil bedah atau psikiatri?Brigitta terdiam. "Bedah, Prof. Tapi bidang psikiatri sangat membantu kita bukan?" jawabnya kemudian."Kamu harus fokus salah satu! Jika kamu ambil psikiatri, harusnya kamu dengan professor Hilton, bukan dengan saya!" Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Saya mengambil bedah.""Yakin?""Yakin Prof.""Lima tahun kamu bersama saya!""Iya Prof.""Saya tidak akan menahan diri jika kamu melakukan kesalahan! Ini menyangkut nyawa manusia!"Brigitta menganggu

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   3. Brigitta Terkejut

    "Hai ... Kalian makan saja berdua," ucap Lucy."Iya. Kamu pergi saja Luce!" ucap Thomas judes.Lucy pun memajukan bibirnya dan pergi meninggalkan Brigitta bersama Thomas."Sekarang aku tanya sekali lagi. Kita sudah bersama tiga bulan dan biasanya dalam waktu segitu, kita sudah waktunya tinggal bersama, Bri." Thomas menatap Brigitta. "Please?""Kalau tinggal bersama, mau tinggal dimana? Kamu saja masih tinggal di asrama.""Ya di flat kamu lah! Kan kamu sudah punya flat," jawab Thomas dengan entengnya membuat Brigitta terkejut."Flat aku? Flat aku kecil, Thom! Hanya ada satu kamar tidur dan tidak ada tempat buat dua orang!" jawab Brigitta yang merasa keberatan."Hei, kan kalau kamu masuk shift malam, ada yang jaga kan?"Brigitta menggeleng. "Tidak, Thomas. Aku tidak bisa ...."Thomas tampak terkejut. "Kamu tidak cinta aku?""Bukan begitu tapi aku belum siap Thomas untuk tinggal bersama," jawab Brigitta.Thomas mendengus. "Memang kamu tidak cinta aku!" Pria itu pun berdiri dan meninggalk

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   2. Blake Oxenberg

    Pria yang duduk diatas kursi roda itu menatap tajam ke arah Brigitta yang bangun dengan wajah memucat dan gestur tubuh kikuk."Ma ... maafkan saya, Professor Oxenberg. Sa ... saya tidak sengaja," bisik Brigitta dengan nada gemetar."Mata kamu kemana?" bentak pria yang dipanggil Professor Oxenberg."Ma ... Maaf, Sir." Brigitta pun menunduk dan Professor Oxenberg mengambil ID card yang terjatuh di lantai dan mulai membacanya."Brigitta Colby, MD." Mata biru Professor Oxenberg menatap wajah ketakutan Brigitta. "Kamu residen?""I ... iya Prof.""Kita tidak butuh residen tidak kompeten macam kamu!" Professor Oxenberg melemparkan ID Card Brigitta ke tubuhnya membuat gadis itu terlonjak kaget."Tidak ... tidak akan terulang lagi, Prof," cicit Brigitta. Professor Oxenberg pun memencet tombol di kursi rodanya dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah sakit sementara Brigitta berusaha untuk tidak menangis karena ditegur oleh salah satu dokter bedah senior yang sudah bergelar Professor di usianya

  • Terjebak Gairah Dosen Lumpuh   1. Brigitta Colby

    Sebuah Kampus Terkenal di Edinburgh SkotlandiaSeorang gadis berlari tergesa-gesa memasuki gedung yang terbuat dari batu, mengingatkan pada film-film history atau Harry Potter. Sesampainya di dalam, dia menarik nafas dulu lalu bergegas naik tangga menuju lantai tiga dimana ruang kuliahnya berada. Gadis itu membuka pintu perkuliahan dan berjalan mengendap-endap menuju kursi bagian belakang. "Brigitta Colby! Ini sudah dua kali anda terlambat kelas saya! Kali ini masih saya tolerir! Ketiga kalinya, tidak ada kelas saya untuk anda!"Gadis itu mematung karena suara dosennya terdengar dan mengenalinya."Selamat pagi Prof Hilton," senyum Brigitta dengan kikuk. "Masih untung anda terlambat tiga menit. Dua menit lagi, anda saya usir!" Pria yang berdiri di depan para mahasiswa itu menatap tajam dari balik kacamatanya."Tidak akan terjadi lagi Prof," jawab gadis itu dengan sikap meyakinkan."Saya pegang kata-kata anda, Miss Colby." Professor Hilton lalu kembali ke papan tulis."Bagaimana kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status