Brigitta terkejut saat tahu siapa yang menarik tangannya. Otomatis gadis itu pun merasa tidak nyaman apalagi kemarin dia melihat sendiri bagaimana Thomas berperilaku seperti itu. Brigitta berusaha melepaskan genggaman tangannya."Lepas Thomas!" Brigitta menyentakkan tangannya dan Thomas melepaskan genggamannya."Kamu itu ngapain datang shift siang? Kan kita seharusnya tukaran!" hardik Thomas."Apa? Kamu sendiri yang sudah buat keputusan dan aku tidak akan bertukar shift denganmu!" balas Brigitta."Kamu itu ....""Apa? Kamu minta tukar shift denganku karena Dinah dapat shift siang dan kamu dapat shift malam kan?" ejek Brigitta. "Kenapa tidak Dinah saja yang sangat menikmati c*** kamu yang tukar shift jadi kalian bisa bertukar peluh?"Thomas menatap Brigitta bingung. "Apa maksud kamu?"Brigitta tertawa sinis. "Memangnya aku tidak tahu kalau kamu mau pindah ke apartemen Dinah ... di dalam janitor! Aku melihat kalian keluar dari ruang janitor dengan baju berantakan. Sebelumnya aku melihat
Blake Oxenberg menikmati acara berendam dalam bathubnya yang berukuran besar dengan air hangat ditambah bom busa yang semakin membuat kamar mandinya harum. Blake menyandarkan kepalanya di sandaran bathub dan memejamkan matanya.Menjadi dokter bedah di usia 24 tahun dan termuda di Inggris Raya, membuat Blake disegani karena kejeniusannya hingga dia pun menjadi pribadi yang sombong dan arogan. Ditambah dia mendapatkan gelar professor di usia 31 tahun, membuat namanya semakin terkenal.Blake memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, rambut hitam tebal sedikit ikal, alis berbentuk pedang yang merupakan alis alaminya, mata biru yang sangat gelap seperti samudera ditambah bulu mata lentik, hidung macung terpahat sempurna khas aristokrat dan bibirnya yang tidak terlalu tebal tapi seksi, membuatnya banyak dikejar banyak kaum Hawa.Blake sendiri termasuk selektif dalam memilih pasangan dan empat tahun lalu dia berkencan dengan Victoria McDean, salah satu anggota keluarga bangsawan Skotlandia,
Blake berdehem karena tidak tahu jika dokter residen di depannya memiliki cerita tersendiri dari keluarganya, keluarga yang paling terdekat. "Jangan terlalu dekat dengan pasien!" ucap Blake membuat Brigitta tertawa sinis."Professor, apakah anda tidak punya empati?" tanya Brigitta sembari menatap tajam ke Blake. "Semua orang pasti punya rasa empati bukan?""Tidak usah menguliahi aku dengan gaya Sigmund Freud karena kamu masih menyelesaikan mata kulaih psikopatologi kan?" sindir Blake. "Sebenarnya kamu mau ambil bedah atau psikiatri?Brigitta terdiam. "Bedah, Prof. Tapi bidang psikiatri sangat membantu kita bukan?" jawabnya kemudian."Kamu harus fokus salah satu! Jika kamu ambil psikiatri, harusnya kamu dengan professor Hilton, bukan dengan saya!" Brigitta hanya menghela nafas panjang. "Saya mengambil bedah.""Yakin?""Yakin Prof.""Lima tahun kamu bersama saya!""Iya Prof.""Saya tidak akan menahan diri jika kamu melakukan kesalahan! Ini menyangkut nyawa manusia!"Brigitta menganggu
"Hai ... Kalian makan saja berdua," ucap Lucy."Iya. Kamu pergi saja Luce!" ucap Thomas judes.Lucy pun memajukan bibirnya dan pergi meninggalkan Brigitta bersama Thomas."Sekarang aku tanya sekali lagi. Kita sudah bersama tiga bulan dan biasanya dalam waktu segitu, kita sudah waktunya tinggal bersama, Bri." Thomas menatap Brigitta. "Please?""Kalau tinggal bersama, mau tinggal dimana? Kamu saja masih tinggal di asrama.""Ya di flat kamu lah! Kan kamu sudah punya flat," jawab Thomas dengan entengnya membuat Brigitta terkejut."Flat aku? Flat aku kecil, Thom! Hanya ada satu kamar tidur dan tidak ada tempat buat dua orang!" jawab Brigitta yang merasa keberatan."Hei, kan kalau kamu masuk shift malam, ada yang jaga kan?"Brigitta menggeleng. "Tidak, Thomas. Aku tidak bisa ...."Thomas tampak terkejut. "Kamu tidak cinta aku?""Bukan begitu tapi aku belum siap Thomas untuk tinggal bersama," jawab Brigitta.Thomas mendengus. "Memang kamu tidak cinta aku!" Pria itu pun berdiri dan meninggalk
Pria yang duduk diatas kursi roda itu menatap tajam ke arah Brigitta yang bangun dengan wajah memucat dan gestur tubuh kikuk."Ma ... maafkan saya, Professor Oxenberg. Sa ... saya tidak sengaja," bisik Brigitta dengan nada gemetar."Mata kamu kemana?" bentak pria yang dipanggil Professor Oxenberg."Ma ... Maaf, Sir." Brigitta pun menunduk dan Professor Oxenberg mengambil ID card yang terjatuh di lantai dan mulai membacanya."Brigitta Colby, MD." Mata biru Professor Oxenberg menatap wajah ketakutan Brigitta. "Kamu residen?""I ... iya Prof.""Kita tidak butuh residen tidak kompeten macam kamu!" Professor Oxenberg melemparkan ID Card Brigitta ke tubuhnya membuat gadis itu terlonjak kaget."Tidak ... tidak akan terulang lagi, Prof," cicit Brigitta. Professor Oxenberg pun memencet tombol di kursi rodanya dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah sakit sementara Brigitta berusaha untuk tidak menangis karena ditegur oleh salah satu dokter bedah senior yang sudah bergelar Professor di usianya
Sebuah Kampus Terkenal di Edinburgh SkotlandiaSeorang gadis berlari tergesa-gesa memasuki gedung yang terbuat dari batu, mengingatkan pada film-film history atau Harry Potter. Sesampainya di dalam, dia menarik nafas dulu lalu bergegas naik tangga menuju lantai tiga dimana ruang kuliahnya berada. Gadis itu membuka pintu perkuliahan dan berjalan mengendap-endap menuju kursi bagian belakang. "Brigitta Colby! Ini sudah dua kali anda terlambat kelas saya! Kali ini masih saya tolerir! Ketiga kalinya, tidak ada kelas saya untuk anda!"Gadis itu mematung karena suara dosennya terdengar dan mengenalinya."Selamat pagi Prof Hilton," senyum Brigitta dengan kikuk. "Masih untung anda terlambat tiga menit. Dua menit lagi, anda saya usir!" Pria yang berdiri di depan para mahasiswa itu menatap tajam dari balik kacamatanya."Tidak akan terjadi lagi Prof," jawab gadis itu dengan sikap meyakinkan."Saya pegang kata-kata anda, Miss Colby." Professor Hilton lalu kembali ke papan tulis."Bagaimana kamu