Share

Terjebak Gairah Panas Mantan Suami
Terjebak Gairah Panas Mantan Suami
Penulis: Leona Valeska

Bab 1

Penulis: Leona Valeska
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-25 16:24:24

“Nyawa putri Anda akan terancam bila operasi tidak segera dilakukan. Waktu kita tidak banyak, Nyonya Aruna. Jantungnya semakin melemah.”

Dunia seakan runtuh seketika. Suara dokter itu bergaung di telinga Aruna, menusuk jauh hingga ke relung hatinya.

Lututnya terasa goyah seakan tubuhnya tak lagi sanggup menopang beban yang menimpa. Ia berusaha menahan air mata, namun getar suaranya tak bisa ia sembunyikan.

“Dokter … berapa biaya yang dibutuhkan untuk operasi itu?” tanyanya dengan sisa keberanian yang dia miliki, meski hatinya sudah setengah hancur.

“Seratus juta, Nyonya. Begitu Anda membayar biaya administrasinya, kita akan segera lakukan operasi sekarang juga.”

Angka itu terdengar seperti palu godam yang menghantam dadanya. Seratus juta. Jumlah yang tak mungkin dia miliki. Pandangannya buram oleh genangan air mata yang kian deras.

Tabungannya nyaris habis untuk biaya obat dan rawat jalan selama ini. Semua yang dia punya, dari hasil kerja kerasnya, sudah terkuras demi mempertahankan hidup sang buah hati.

Kini, saat harapan benar-benar ada di depan mata, justru tembok besar bernama uang menghalangi langkahnya.

Usia putrinya yang baru empat tahun seakan menjadi pengingat pahit: betapa kejamnya dunia. Bocah sekecil itu harus menanggung penyakit mematikan.

Setiap kali melihat tubuh mungil itu berbaring lemah dengan selang infus menempel di tangan, hati Aruna serasa diremas. Kini, kondisinya semakin memburuk. Operasi adalah satu-satunya jalan.

Aruna menutup wajah dengan kedua tangannya. Suaranya pecah dalam tangis tertahan. Ia sangat takut kehilangan anak semata wayangnya—satu-satunya alasan dia masih bertahan di dunia ini, meski seringkali hidup memberinya luka tanpa jeda.

“Bagaimana, Nyonya? Apakah Anda akan melunasinya sekarang?” tanya dokter itu lagi, nada suaranya tenang tapi mendesak, seolah mengingatkan bahwa waktu benar-benar tidak berpihak pada mereka.

Wanita berusia tiga puluh tahun itu perlahan mengangkat wajahnya. Matanya sembab, penuh luka, namun ada cahaya kecil tekad yang masih bertahan. Ia menatap dokter itu dengan suara parau.

“Saya akan … mengusahakannya, Dokter.”

Kalimat itu lebih seperti janji pada dirinya sendiri daripada sekadar jawaban. Ia kemudian berpamitan dengan dokter, menyembunyikan getaran langkahnya yang hampir menyeret.

Malam itu, Aruna melangkah keluar dari rumah sakit dengan hati yang lebih berat daripada tubuhnya yang letih.

Hujan baru saja reda, menyisakan aroma tanah basah yang menusuk hidung. Lampu-lampu jalan berpendar temaram, menciptakan bayangan panjang yang mengikuti langkah gontainya.

Kakinya menapak tanpa tujuan pasti, hanya dorongan naluri untuk pulang, namun pikirannya terus berkelana.

Ia menggenggam tas kecilnya erat-erat, seakan di dalamnya tersimpan harapan terakhir—padahal yang ada hanyalah dompet kosong dan beberapa lembar uang receh.

“Ke mana aku harus mencari uang sebanyak itu?” gumamnya lirih, suaranya hampir tak terdengar di antara desiran angin malam.

“Anakku … aku tidak ingin kehilangannya. Tapi, aku juga tidak punya uang sebanyak itu.”

Setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar seperti doa bercampur putus asa. Pikirannya berputar, mencari celah, mencari keajaiban yang mungkin bisa menolong.

Lalu satu nama terlintas begitu saja: bosnya.

Perusahaan tempatnya bekerja baru saja berganti kepemimpinan. Semua karyawan masih meraba-raba siapa sosok pengganti yang kabarnya datang langsung dari pusat.

CEO baru itu terkenal tegas, dingin, bahkan berwibawa. Isu-isu yang beredar di kalangan rekan kerja membuatnya sedikit gentar, namun di balik rasa takut itu, tumbuh secercah harapan.

Jika ada seseorang yang mampu memberinya pinjaman sebesar itu, hanya orang dengan kekuatan sebesar sang CEO.

Aruna menghentikan langkahnya sejenak di trotoar yang masih basah. Ia mendongak ke langit yang mendung, menahan sesak yang ingin meledak.

“Semoga saja … semoga saja CEO baru itu mau meminjamkan uang padaku. Apa pun akan aku lakukan, asalkan dia mau menolongku.”

Matanya terpejam dan membiarkan air mata terakhir jatuh membasahi pipinya. Tekadnya sudah bulat.

Besok pagi, ia akan datang ke kantor. Ia akan merendahkan hati, menanggalkan gengsi, bahkan rela menukar apa pun yang diminta, asalkan anaknya bisa diselamatkan.

**

Keesokan paginya, Aruna bergegas pergi ke kantor. Dengan kemeja putih sederhana dan rambut disanggul rapi, dia mencoba menutup wajah lelahnya.

Jantungnya berdebar kencang, bukan hanya karena cemas, tapi juga karena dia tahu dirinya akan merendahkan harga dirinya dan memohon demi anaknya.

Ketika sampai di lobi, suasana kantor terasa berbeda. Karyawan-karyawan tampak tegang, berbisik-bisik, bersiap menyambut kedatangan CEO baru dari pusat. Aruna ikut berdiri di antara kerumunan dan menunduk dengan sopan.

Lalu langkah sepatu berderap. Suara dalam, tegas, terdengar menyapa manajemen.

Dan saat Aruna mendongak … napasnya sontak tercekat saat itu juga. Terkejut bukan main setelah melihat CEO baru yang ternyata adalah mantan suaminya sendiri!

Raka.

Pria itu berdiri di sana, gagah dalam setelan jas hitam, wajahnya dingin dan berwibawa. Mantan suaminya. Lelaki yang dulu dia tinggalkan dengan luka dan rahasia yang tidak pernah dia beri tahu siapa pun—alasan dia memilih untuk berpisah dengan Raka.

“Aruna?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 80

    Usia kandungan Aruna sudah memasuki sembilan dan kini wanita itu sedang berbaring di tempat tidur, tangannya menggenggam selimut, dan wajahnya meringis menahan nyeri yang datang bergelombang.“Raka,” bisiknya pelan, dan napasnya tersengal. “Sepertinya … waktunya sudah dekat.”Raka yang semula sedang menyiapkan susu hangat di meja, langsung berbalik dengan mata membesar.“Sekarang?” suaranya meninggi, tapi cepat-cepat ia menenangkan diri. “Oke, oke … tenang, aku di sini.”Ia berlari ke lemari, menarik koper yang sejak dua minggu lalu sudah disiapkan berisi perlengkapan rumah sakit, pakaian bayi, dan dokumen penting.Tangannya sedikit gemetar saat memeriksa ulang semuanya. “Handuk kecil? Ada. Selimut bayi? Ada. Oh Tuhan, aku lupa pampers ukuran newborn.”“Raka.” Suara Aruna memanggil lembut, di sela kontraksi. “Aku baik-baik saja. Jangan panik, ya?”Lelaki itu berhenti sejenak, menatap wajah istrinya yang kini tampak pucat tapi tetap berusaha tersenyum.Ia menarik napas panjang, menundu

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 79

    Dua bulan kemudian.Pagi itu, matahari baru saja menembus celah tirai kamar mereka. Aruna duduk di tepi tempat tidur, memegangi perutnya sambil menarik napas panjang.Sudah tiga hari terakhir tubuhnya terasa aneh — mual setiap kali mencium aroma kopi Raka, pusing ringan, dan cepat lelah meski tidak banyak beraktivitas.Ia mencoba tersenyum menenangkan diri, tapi saat bangkit hendak berjalan ke kamar mandi, kepalanya berputar.“Aruna?” Suara Raka terdengar dari arah pintu.Lelaki itu baru saja selesai jogging dan terkejut melihat istrinya memegangi meja rias sambil menunduk. “Kau baik-baik saja?” tanyanya cepat, menghampiri dengan wajah cemas.Aruna menggeleng pelan. “Entahlah … mungkin karena perut kosong,” gumamnya, mencoba terdengar ringan. Tapi ekspresi pucat di wajahnya membuat Raka semakin khawatir.“Tidak, ini bukan sekadar lapar,” ujarnya tegas. “Aku akan panggil dokter.”“Tidak perlu panik begitu, Raka.” Aruna mencoba menenangkan, tapi suaminya sudah mengambil kunci mobil.“Ki

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 78

    Pagi itu udara terasa lebih segar dari biasanya. Sinar matahari menerobos lembut melalui tirai tipis kamar mereka, menyingkap pemandangan halaman rumah yang basah oleh embun.Dari dapur terdengar suara gemericik air, dentingan sendok, dan aroma roti panggang yang baru keluar dari toaster.Aruna berdiri di depan meja dapur dengan celemek bermotif bunga kecil yang dulu dibelikan Raka.Rambutnya diikat asal dengan jepit besar, beberapa helaian terlepas menutupi wajahnya yang belum sepenuhnya berias. Tapi justru di situlah pesonanya—alami, lembut, dan begitu rumah.Di meja, ada sepiring telur orak-arik, potongan buah segar, dan dua cangkir kopi panas. Aruna menata semuanya dengan rapi sambil bersenandung pelan.“Wangi apa ini?” suara berat Raka terdengar dari arah ruang tengah.Aruna menoleh. Raka baru turun dari lantai atas, mengenakan kaus putih polos dan celana kain hitam, rambutnya sedikit berantakan, namun tetap tampan seperti biasa. Ia berjalan santai sambil mengucek mata, lalu berh

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 77

    Sudah dua minggu berlalu dan kini mereka sudah kembali ke rumah.Mobil hitam itu berhenti di depan rumah yang sudah hampir dua minggu mereka tinggalkan. Langit sore itu berwarna lembut, cahaya matahari menembus pepohonan yang rindang di halaman depan.Dari balik kaca mobil, Aruna menatap rumah mereka—tempat segala hal dimulai, dan kini, tempat segalanya kembali utuh.Raka turun lebih dulu, lalu bergegas membuka pintu untuk Aruna. Ia menatap istrinya yang masih memeluk tas kecil di pangkuannya. “Sudah siap, Bu Mama?” godanya sambil tersenyum.Aruna terkekeh kecil. “Aku bahkan tidak sabar.”Belum sempat mereka melangkah ke teras, suara kecil yang familiar terdengar dari balik pintu. “Papaaa! Mamaaa!”Pintu terbuka lebar, dan sosok mungil berambut kuncir dua langsung berlari dengan kecepatan penuh ke arah mereka. Nayla.Aruna berjongkok, dan gadis kecil itu langsung menubruk pelukannya. “Mamaaa! Aku kangeeen!” serunya dengan suara bergetar. Aruna memeluk Nayla erat-erat, mencium rambut d

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 76

    Sore itu, sinar matahari menembus jendela besar vila dan menciptakan warna keemasan di seluruh ruangan.Raka sedang duduk di balkon, membaca buku tipis sambil menikmati suara deburan ombak yang menenangkan.Sementara itu, Aruna sibuk menata rambutnya di depan cermin, mengenakan gaun santai berwarna putih.Hari mereka berjalan begitu damai. Tidak ada rapat, tidak ada telepon kantor, hanya mereka berdua dan ketenangan yang sudah lama mereka rindukan.Namun di balik keheningan itu, ada sesuatu yang terasa kurang — suara tawa Nayla yang biasanya memenuhi rumah.Aruna menatap layar ponselnya yang tergeletak di meja, menimbang-nimbang apakah ia harus menelepon.Tapi sebelum sempat menekan tombol panggil, layar itu tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul di sana membuatnya tersenyum lebar.“Nayla. Video Call”Aruna segera menjawab panggilan itu. “Sayang!” serunya riang.Wajah kecil Nayla muncul di layar, pipinya chubby, rambutnya diikat dua seperti biasa.Ia tampak sedang duduk di ruang tengah

  • Terjebak Gairah Panas Mantan Suami   Bab 75

    Pagi itu, vila yang mereka tinggali terasa begitu tenang. Hanya suara ombak lembut yang datang dari kejauhan, sesekali disertai desir angin yang menerpa tirai putih di balkon kamar mereka.Aruna masih meringkuk di tempat tidur, rambutnya berantakan dan wajahnya tampak begitu damai.Raka berdiri di dekat pintu, menatap pemandangan itu dengan senyum kecil. Ada rasa yang sulit dijelaskan setiap kali melihat Aruna dalam keadaan seperti itu—tenang, lembut, tanpa beban. Ia ingin pagi ini menjadi sesuatu yang istimewa.Tanpa membangunkannya, Raka berjalan pelan keluar kamar, menutup pintu rapat-rapat. Ia melangkah menuju dapur vila yang luas dengan aroma roti panggang yang samar. Di sana, seorang koki paruh baya sedang merapikan meja.“Selamat pagi, Tuan Raka,” sapa sang koki ramah. “Mau saya siapkan sarapan seperti biasa?”Raka mengangkat tangan cepat-cepat. “Tidak, tidak perlu. Kali ini saya ingin mencobanya sendiri.”Koki itu menaikkan alis. “Maksudnya, Anda mau memasak sendiri?”Raka men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status