Share

JEBAKAN MANIS

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-02-26 17:01:04

"Valerie! Tunggu!" teriak Belvan begitu melihat gadis itu hampir mencapai pintu keluar.

Valerie menoleh, wajahnya bingung. "Tuan Belvan?" batinnya. Mengapa pria itu sampai mengejarnya dengan napas tersengal seperti itu? Mereka bahkan baru kenal.

"Valerie! Tunggu!" ulang Belvan dengan suara terengah-engah.

"Aku?" tanya Valerie sambil menunjuk dirinya sendiri dengan gestur heran.

"Ya kamu! Memangnya berapa banyak orang bernama Valerie di sini?" protes Belvan, kini sudah berhenti berlari dan berusaha mengatur napasnya.

Valerie menoleh ke resepsionis. "Itu Valerie." ujarnya menunjuk petugas yang sedang berbicara dengan tamu.

“Dia juga namanya valerie.” Tunjuk Valerie lagi pada seorang CS yang sedang membersihkan lantai.

Belvan menyipitkan mata, kesal. "Kau ini! Mana mungkin aku mengejar mereka! Memangnya aku kenal mereka?" sungutnya, merasa dipermainkan.

“Ya mana aku tahu tuan mengenal mereka atau tidak.” jawab Valerie dengan wajah polosnya.

“Bisa-bisanya kau mempermainkanku.” Sungutnya dengan nafas yang masih belum teratur sepenuhnya.

"Aku tidak sedang mempermainkanmu, Tuan Belvan. Aku bahkan tidak sedang dalam mood untuk bermain dengan siapa pun." balas Valeri

“Lagipula, orang yang baru saja dipecat... mana mungkin masih punya waktu buat bercanda.”Cetus Valerie dan wajahnya kembali suram.

Belvan terdiam. Wajah Valerie yang suram menampar rasa bersalah dalam dirinya. Ia tidak bermaksud menuduh—tapi memang, tidak masuk akal banyak orang bernama Valerie di kantor ini.Hanya saja rasa tidak masuk akal ada banyak sekali orang yang bernama Valerie di kantornya.

Tapi ya sudah! Lupakan saja itu. Hal yang terpenting kita ini adalah menyampaikan kabar yang dia bawa untuk Valerie.

“Bukan kah aku sudah meminta mu untuk menunggu di ruanganku? Kenapa kau malah pergi, Valerie!!" Belvan berusaha mengalihkan topik dari para Valerie yang tidak jelas.

""Bukankah Tuan Zane tadi sudah dengan jelas mengatakan kalau aku dipecat?" ucap Valerie lirih. "Apa lagi yang harus kutunggu? Aku tidak ingin membuatmu ikut terlibat... sampai dipecat karena mencoba membantuku."Ucap Valerie. Wajah nya seperti sedang berusaha menutupi rasa kecewa yang sedang dirasakannya.

Belvan menghela napas panjang. "Tetap saja. Kalau aku suruh tunggu, kau harus nurut, Valerie! Dan kau tidak perlu repot-repot mengkhawatirkanku. Ini perusahaan keluargaku. Zane nggak bisa seenaknya memecatku." ucapnya, setengah marah.

Keluarga? Tunggu! Valerie mencoba mengingat-ingat papan nama Belvan yang sempat terbaca olehnya tadi di dalam ruangan Belvan.

Belvan Hardata! Astaga! Ternyata dia masih bagian dari keluarga Hardata!

Valerie sungguh merasa bodoh mengasihani orang yang tidak layak untuk dikasihani. Karena apa? Karena satu-satunya orang yang harus dikasihani di sini adalah dirinya.

"Sekarang kau harus ikut sama aku." Pinta Belvan tiba-tiba tanpa penjelasan apapun.

"ikut kemana tuan?" Valerie masih belum paham arah pembicaraan Belvan.

"Ya ikut! Kau tidak dipecat Valerie" Sorak Belvan, nada suaranya cukup untuk membuat sorot mata Valerie kembali bercahaya.

"Benarkah, Tuan? Kau nggak bercanda?" seru Valerie, matanya mulai memantulkan harapan.

"Tentu saja tidak! Kau tidak dipecat!"

Hening sejenak. Lalu...

"Asalkan kau bersedia jadi sekretaris Zane."

Dan kalimat itu… terasa seperti palu godam, menghantam kepala Valerie tepat setelah jantungnya mulai merasa aman.

***

Valerie masih berdiri tegak di hadapan Belvan, menunggu penjelasan yang belum kunjung keluar.

Belvan menatap langsung ke matanya. “Aku baru saja bertemu Tuan Arka. Dia bersedia membantumu, supaya tidak dipecat Zane. Tapi ada satu syarat: kau harus bersedia menjadi sekretaris putranya. Bagaimana?”

Valerie mengernyit, wajahnya seolah tak percaya. “Tuan? Pertama, aku bahkan tidak tahu siapa Tuan Arka. Kedua, Anda lihat sendiri bagaimana Tuan Zane membenciku sampai ke tulang-tulangnya.” Seru Valerie penuh dengan penekanan intonasi agar Belvan sadar tidak mungkin rasanya Valerie menerima tawaran itu meski tawaran itu 1000 kali lebih baik dari promosi yang dia harapkan beberapa hari yang lalu.

“Baiklah, aku jelaskan.” ujarnya dengan tenang.

“Tuan Arka adalah ayah Zane. Dia pamanku, dan mantan presdir di perusahaan ini. Walaupun dia sudah tidak datang ke kantor dan menyerahkan semua urusan kantor pada Zane, perkataannya tetaplah hal yang harus Zane patuhi” Matanya tajam namun tulus.

“Kalau dia bilang kau tetap tinggal, bahkan Zane pun tidak bisa menentang hal tersebut.” Jelas Belvan dengan sangat hati-hati agar Valerie mengerti.

Valerie tetap diam, tapi ekspresinya mulai goyah.

“Dan aku tidak buta.” lanjut Belvan. “Aku lihat Zane memang tidak suka padamu. Sepertinya sejarah pertemuan kalian... diawali dengan hal yang tidak menyenangkan.” Ia berhenti sejenak, lalu berkata dengan lebih tegas: “Tapi apa pun itu—mau dia benci kamu sampai ke tulang-tulang, ke inang-nangboru, ke Eda sekalipun—dia tidak bisa menyakitimu. Ada aku. Dan ada ayahnya. Kau aman. Kau di bawah perlindungan kami.” Sambung Belvan berusaha meyakinkan Valerie.

Valerie terdiam. Ia berpikir. Satu... dua detik...

Lalu dengan suara berat, ia menjawab: “Tidak. Aku tidak bersedia. Lebih baik aku keluar dari tempat ini.”

Belvan nyaris mengatakan YES! Karena mengira Valerie akan termakan kata-katanya manisnya. Tapi sayangnya, hati Valerie sama kerasnya dengan kapala Zane! Sama- sama batu! Terpaksa kepala Belvan bekerja cepat untuk menemukan celah lainnya.

Dan karena tidak ada waktu lagi. Maka ia bermain kartu pamungkasnya.

“Lima kali lipat.” ujarnya. “Gaji sebagai sekretaris presdir. Kau akan dibayar lima kali dari rata-rata. Bagaimana? Kau masih mau menolak?”

Valerie kembali terdiam. Kali ini lebih lama. Wajahnya menunjukkan banyak hal yang sedang dia pertimbangkan: harga diri, beban hidup, luka, rasa ragu...dan ZANE! Ya, pria brengsek itu juga menjadi salah satu hal yang paling dia pertimbangkan.

Lalu akhirnya...

“Baiklah. Aku setuju.” ucapnya pelan.

Dan bagi Belvan, itu seperti pintu terakhir yang berhasil ia buka—walau ia tahu, jalan di baliknya... mungkin lebih rumit daripada yang bisa ia bayangkan. Tapi biarlah itu menjadi urusan ke 1000 setelah Valerie duduk sebagai sekretaris Zane.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 125

    Sepanjang perjalanan itu, tak satu pun dari Valerie dan Zane yang berinisiatif membuka pembicaraan. Keduanya hanya diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing, ditemani alunan lagu cover dari Tama. Ya, adik Zane itu memang hobi meng-cover lagu dan merekamnya. Bahkan Tama memiliki studio musik pribadi di mansion keluarga mereka.Perlahan, suara Tama mulai menghipnotis Valerie dan Zane. Lagu yang diputar adalah “Someone You Loved”—dinyanyikan dengan suara lembut dan penuh emosi khas Tama. Liriknya mengalir, menyentuh ruang-ruang sunyi dalam hati mereka.I need somebody to heal, somebody to know, somebody to have, somebody to hold... I let my guard down, and then you pulled the rug...Alunan itu membawa mereka kembali ke momen di tepi laut, saat mereka bicara hati ke hati di bawah langit senja.#Flashback OnZane berdiri tepat di depan Valerie, menatap mata bening milik wanita yang kini berstatus istrinya. Ia ingin meraih tangan Valerie, tapi Valerie justru menarik tangannya menjauh.Zan

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 124

    "Valerie, aku undur diri dulu," ucap Anne sambil mencium pipi kiri dan kanan Valerie dengan hangat."Zane, Belvan... aku duluan," tambahnya, melambaikan tangan sebelum berbalik."Elka, ayo..." ajak Anne pada sepupunya, yang masih berdiri mematung.Elka melangkah pelan, lalu menepuk pundak Belvan. "Aku duluan, Belvan," katanya, tanpa sedikit pun menyapa Zane."Valerie, aku duluan. Sampai jumpa lagi," ucap Elka, mengulurkan tangan untuk berjabat."Ya... sampai jumpa lagi," jawab Zane, mengambil alih dan menyambut jabatan tangan Elka dengan wajah yang jelas tak ramah.Elka menggenggam tangan Zane sekuat tenaga, dan Zane, tentu saja, tidak tinggal diam. Ia balas genggaman itu dengan kekuatan yang sama. Otot-otot tangan mereka menegang, mata saling menatap tajam, seolah sedang bertarung dalam diam.Semua orang yang menyaksikan hanya bisa geleng-geleng kepala. Tingkah Zane dan Elka benar-benar seperti bocah yang berebut mainan."Kalau kau sudah selesai, Elka, maka segera susul aku," ujar An

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 123

    "Anne... bagaimana keadaan Tama?" tanya Belvan, suaranya pelan namun penuh perhatian."Dia akan segera membaik," jawab Anne, singkat, nada suaranya tenang tapi lelah."Anne, terima kasih," ucap Valerie, menatap Anne dengan tulus."Anytime, Valerie," balas Anne, senyumnya tipis namun hangat.Dari kejauhan, mereka melihat sosok yang tak asing berjalan mendekat. Frendi Dedusto muncul bersama beberapa temannya, wajahnya masih bonyok, sisa dari perkelahian semalam."Wah... pantas saja aku tidak melihat kalian di pesta. Ternyata kalian semua berkumpul di sini," Sapa Frendi, mencoba terdengar santai meski senyumnya terlihat canggung.Matanya sempat melirik Valerie, namun cepat berpaling begitu menyadari Elka dan Belvan berdiri di dekatnya. Ia tahu batas. Atau setidaknya, ia mencoba mengingatnya."Dan... Anne, kenapa kau tidak terlihat di pesta semalam?" tanya Frendi, berusaha terdengar ramah.Anne menatapnya sebentar, lalu menjawab dengan tenang, "Aku hanya datang untuk healing dengan caraku

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 122

    Sesaat setelah Valerie dan Zane kembali dari perbincangan hati ke hati mereka, suasana di luar kamar terasa kontras dengan riuhnya pertengkaran Tama dan Anne di dalam. Di luar, hanya suara hempasan air laut yang terdengar jelas, menghantam tiang-tiang kayu penyangga dermaga. Sunyi. Tegang. Satu wanita berdiri di antara tiga pria yang mencintainya.Valerie berdiri diam, tapi matanya bergerak, memperhatikan Zane, Belvan, dan Elka bergantian. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Saat tatapannya jatuh pada wajah Zane dan Elka, ia baru menyadari sesuatu yang tak ia lihat sebelumnya—lebam-lebam di wajah mereka bertambah. Lebih banyak dari terakhir kali ia melihat mereka setelah perkelahian dengan Frendi dan kawan-kawannya.Saat ia berbicara dengan Zane semalam, Valerie terlalu larut dalam emosi dan topik pembicaraan mereka. Ia tak sempat memperhatikan wajah Zane dengan saksama. Tapi pagi ini, semuanya terlihat jelas."Wajah kalian kenapa?" tanya Valerie, tak mampu lagi menahan rasa penas

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 121

    Sesampainya di luar, Zane menarik tangan Valerie dengan lembut. Langkah mereka terhenti di bawah bayangan pohon flamboyan yang bergoyang pelan tertiup angin sore."Valerie... bisa kah kita bicara berdua sebentar?" pintanya, suaranya pelan tapi penuh harap.Valerie menatapnya sejenak, lalu mengangguk. Di belakang mereka, Elka yang melihat itu spontan melangkah maju, ingin menahan Valerie. Tapi Belvan menepuk lengannya, menghentikan langkahnya."Biarkan mereka bicara," ucap Belvan tenang. "Cinta selalu tahu di mana ia harus berlabuh."Elka menatap Valerie dan Zane yang mulai berjalan menjauh, menyusuri jalan kayu yang mengarah ke dermaga kecil. Ia menarik napas panjang, lalu menghela pelan. Belvan benar. Valerie dan Zane masih terikat. Jika ia ingin menarik tangan Valerie, ia harus memastikan ikatan itu benar-benar putus. Baru setelah itu, ia bisa atur gigi maju.Ia menyandarkan tubuhnya ke tiang kayu, matanya mengikuti langkah dua orang yang pernah saling mencintai itu."Kau sudah lama

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 120

    Anne menyentuh selimut tebal yang menutupi tubuh Tama, matanya menyipit penuh tekad."Apa lagi yang ingin kau lakukan?!" seru Tama, tubuhnya menegang, firasat buruk menyergapnya."Tentu saja menyuntikmu," jawab Anne datar, seolah itu hal paling wajar di dunia."Lalu kenapa kau pegang selimutku?!" Tama mencengkeram ujung selimutnya sekuat tenaga, wajahnya memerah."Bagaimana aku bisa menyuntikmu kalau tubuhmu dibungkus seperti lontong?" Anne mengerutkan kening, mulai kehilangan kesabaran.Bocah ini, pikirnya. Pasien paling merepotkan yang pernah ia tangani."Biar aku berpakaian dulu," ucap Tama, suaranya kecil, pipinya makin merah."Jadi kau tidak berpakaian, Tama?" Seru Zane dari sudut ruangan, nada suaranya penuh ejekan."Diamlah, Kak!" Tama membentak, wajahnya makin merah padam.Zane tertawa puas, menikmati penderitaan adiknya. "Hahaha... bocah polos.""Cepat lepaskan tanganmu agar kerjaanku cepat selesai!" bentak Anne, kini benar-benar kesal."Tidak!" Tama bersikukuh."Cepat!""Tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status