“Aku memang kejam, apa yang terjadi saat itu cukup membuat aku tak percaya dengan apa yang tiba-tiba kamu lakukan. Bisa saja saat menyiram bunga, kamu lompat pagar dan kabur.”
“Rumah Tuan sangat besar dan lihat saja tembok sangat tinggi. Mana mungkin aku kabur, yang benar saja pikiran Tuan,” ujar Bella.“Itu kata kamu, kenyataannya, pasti berbeda.”Bella menarik napas panjang, untuk apa dia berdebat dengan pria dingin dan angkuh sepeti Tuan El. Penjahat, pikirnya tak akan menjadi baik. Bella kembali membuang wajahnya, lalu hanya menatap sekeliling saja.Sementara, Tuan El kembali ke kamarnya. Pria itu merebahkan tubuh di ranjang. Rasanya berdebat dengan Bella membuat dirinya kesal.“Kenapa aku bisa klik dengan perempuan bar-bar itu, keras kepala dan susah di atur. Astaga!” Tuan El mengusap wajah kasar.Ponselnya berbunyi, terlihat sang ayah menelepon dirinya. Sama seperti biasa, ia malah menjawab. Pikirannya sedang tidak baik-baik saja.Tuan El bangkit dari tempat tidur, lalu mengambil jaket dan melangkah menuju mobil. Pria itu langsung melajukan mobil dari halaman rumah.Tiga puluh menit dia memasuki sebuah kantor yang masih buka dalam pukul 20.00. Ia pun gegas masuk dan menemui seseorang yang sudah menunggunya sejak tadi. Elvaro hampir saja lupa dengan janjinya.“Pak Alif, maaf saya baru sampai.”“Tidak masalah. Silakan, duduk.”“Bagaimana?” tanya Elvaro.“Gugatan yang di berikan oleh Bella harus di tanda tangani dia dulu. Ini sudah saya siapkan, setelah ini akan saya ajukan pada pengadilan agama.”“Oke, lalu bagaimana dengan apa yang saya sampaikan di pesan masuk tadi?” tanya Tuan El.“Begini Tuan, biasanya proses persidangan jika yang mengajukan pihak pria akan lebih sulit. Apalagi jika sang istri tak mau bercerai, lagi pula dengan alasan apa gugatan ini kita layangkan?” tanya Pak Alif.Tuan El menarik napas panjang, ia tak berpikir sejauh itu. Tidak mungkin Melanie mau di ceraikan olehnya.“Bagaimana jika Tuan El menikah dengan Bella dan tetap menjadi suami Bu Melanie? Tidak masalah kan laki-laki memiliki dua istri, selagi mampu.”Elvaro tidak mengerti apa yang di katakan Pak Alif itu bisa dibenarkan atau tidak. Namun, sayangnya dia tak mau sepeti itu. Dirinya merasa sudah tak ada perasaan cinta padanya. Setelah bertemu Bella, ia menjadi lebih bersemangat.“Saya paham kesibukan istri Tuan El, mana ada suami yang setia diabaikan. Apalagi pembisnis sepeti Tuan, coba pikirkan lagi” ujar Pak Alif.Elvaro menyenderkan tubuh di sofa. Bagaimana jika Melanie tahu dirinya akan menikah dengan Bella, sudah pasti wanita itu akan marah dan membuat hidupnya sudah.“Baik, saya pikirkan lagi nanti. Yang penting selesaikan perceraian Bella dengan Edo.”“Baik, saya akan bantu itu.”Mereka berjabat tangan dan Tuan El pun kembali pulang. Ia tak mengerti dengan apa yang ia pikirkan saat itu saat melihat foto Bella. Wanita ayu itu sudah membuat dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama. Menurutnya, sayang jika ia menyia-nyiakan Bella.“Shit! Kenapa bisa mobil ini tidak menyala?” Tuan El begitu kesal.Pria itu lalu keluar dari mobil dan mencoba memeriksa mobilnya yang mogok tiba-tiba itu.***Dua Jam kemudianBella memindik sekeliling rumah, baginya kali ini mungkin kesempatan untuk dirinya kabur. Setidaknya dia pulang dan bertemu dengan keluarganya. Atau bahkan, mencari Edo dan membunuhnya.Wanita itu mulai melangkah perlahan karena ruangan semua gelap dan hanya sedikit cahaya yang membuat ia bisa pelan-pelan meraba langkah.“Aku harus ke luar dari sini sebelum Tuan dingin dan jahat itu kembali.”Sebelum turun, Bella mematikan dari jendela kamar kalau mobil Tuan El tak ada di halaman rumah. Setelah itu, ia memutuskan kabur dari sana.Pelan-pelan Bella menuruni anak tangga karena gelap hingga sampai di anak tangga terakhir. Ia menarik napas karena lega sudah melewati tingginya anak tangga.Ia pun gegas ke pintu utama. Senyumnya mengembang saat tahu pintu itu tak terkunci. Gegas ia membuka dan bersiap kabur.“Argh, sakit.”Bella berteriak saat tiba-tiba tubuhnya diangkat tangan besar lalu membawanya kembali ke kamar atas.“Lepas!”Tubuhnya di lempar ke ranjang, ia kembali merasa kesakitan. Ia merasa silau saat lampu kamar itu menyala kembali.“Tu-tuan El,” ucapnya gugup.Gemelutuk gigi pria dengan wajah memerah itu pun nyaring terdengar hingga membuat Bella ketakutan. Kenapa berulang kali usahanya harus gagal pikirnya. Tuan El menghampirinya, lalu menarik kembali tubuh mungil itu.“Sa—sakit Tuan!”Bukan melonggarkan cengkeraman tangannya, Tuan El malah semakin kencang mencengkeram tangan Bella. Netranya tajam, ia sangat marah karena berulang kali Bella mencoba kabur darinya.Tuan El mendorong tubuh Bella ke ranjang, gadis itu ketakutan hingga mencoba berontak. Sayangnya ia tersudut di ujung ranjang dengan tubuh Tuan El yang sengaja menguncinya.“Kamu tahu hukuman apa yang pantas untukmu?” Tuan El berbisik di telinga Bella.Tubuh Bella merasa tidak baik-baik saja. Ia tak kuat saat deru napas itu membuat lehernya merinding.“Aku berniat menyentuhmu setelah resmi menikahimu, tapi sepetinya aku mengurungkan niat itu dan sepetinya jika malam ini kita bersenang-senang, apa kamu siap?”Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r