Tuan El melepas pelukannya saat Bu Siti menegurnya. Pria itu terlihat sangat gugup lalu mencoba tenang. Sama halnya dengan Bella yang merasa aneh dengan dirinya saat bersama dengan Tuan El.
Bella langsung masuk kamarnya setelah Tuan El kembali menatap wajahnya. Pintu pun langsung di kuncinya agar pria itu tidak bisa masuk. Tangannya memegang dada yang rasanya sangat kencang berdetak. Apalagi, napasnya yang naik turun padahal tidak habis berlari.“Ada apa denganku? Kenapa sepeti ini?” Bella bergumam sendiri.Harusnya ia merasa jijik dan benci, tapi malah sebaliknya. Bella tidak mengerti bagaimana bisa hatinya berubah tenang saat pria itu datang. Selama ini Tuan El tak pernah menyentuhnya walau beberapa kali mendekat dan membuat ia panas dingin.Selalu ada Bu Siti yang mengingatkan, Bella termenung kali ini. Pria bernama Elvaro, bagaimana bisa tiba-tiba datang dan mengatakan sudah membeli dirinya dari Edo. Lalu, mengatakan akan menikahinya setelah perceraian dirinya dan Edo selesai. Kemudian, mengatakan kalau Bella akan menjadi ibu dari anak-anaknya, Bella terus saja berpikir ulang dan sepetinya ia merasa tak masuk akal semua kejadian yang dialaminya.“Aku rindu Ibu dan Maya, mereka pasti berpikir kalau aku sedang berbahagia dengan Edo.” Bella kembali meneteskan air mata jika mengingat hidupnya seperti ini.Sementara itu, di halaman rumah Tuan El membuang putung rokoknya. Ia kembali menyalakan yang baru, sesekali ia mengacak-acak rambutnya. Pria itu merasa frustasi jika berdekatan dengan Bella. Apalagi saat tadi, jika tak ingat ada Bu Siti, gairahnya pun tak tertahankan.Dering ponsel membuat dirinya tersadar dari lamunan. Gegas ia menerima dan mendengar siapa yang bicara“Baik, langsung eksekusi aja. Saya mau kamu mengurus cepat perceraian mereka.” Perintah itu sangat lantai terdengar lewat sambungan telepon.“Baik, Tuan.” Suara bas terdengar dari seberang telepon.Tuan El kembali menutup ponselnya, tapi benda pilih itu kembali berbunyi. Terlihat nama sang istri tertera jelas, pria itu hanya memandang tanpa menjawabnya.Tidak lama Melanie mengirimkan pesan.[El, kamu tidak pulang lagi? Aku mau bicara padamu.]Wajah pria itu datar saat membaca pesan itu. Rasa kecewa sudah membuat dirinya merasa hilang respect pada sang istri.***Sementara itu, di sebuah ruangan kecil Melanie sedang menunggu pesan masuk dari Elvaro. Wanita dengan tubuh sexy itu berulang kali mencoba menghubungi Elvaro, tapi tak ada jawaban.“Mel, sedang apa?” tanya Anggun.“Biasa, Elvaro enggak bisa di hubungi. Aku pusing dengan sikapnya,” ujar Melani.“Kenapa memangnya?” tanya Anggun.“Biasalah, dia meminta anak lagi. Sudah tahu aku tidak bisa untuk saat ini karena sedang ada kontrak dengan iklan. Tapi dia maksa.”“Halah, kontrak iklan, kamu jangan bohong sama aku. Kamu itu bukan karena ada kontrak hilang, tapi kalau kamu enggak KB takut bingung siapa ayah dari anak kamu kan, secara demi kontrak besar kamu bisa tidur dengan siapa saja.”“Enggak usah sok tahu, Nggun.”“Helo, kamu kenal aku berapa lama sih?”Melanie bergeming, apa yang di katakan Anggun membuat ia tak bisa berkata apa pun. Baginya karir hebat itu impian walau sekaya apa pun suaminya.“Mendapatkan Elvaro itu adalah karunia. Eh kamu malah mengabaikannya. Memang kamu siap jika ada yang menggantikan kamu di hati suamimu?”“Nggun, dia itu cinta sama aku. Enggak mungkin berselingkuh karena sebelum nikah pun dia sudah paham pekerjaan aku.”“Iya, tahu pekerjaan kamu yang terlihat bukan? Kalau yang enggak terlihat enggak kan?”Keduanya saling pandang, mereka sudah lama kenal. Bahkan apa yang di katakan Anggun selalu kebenaran. Sudah lama ia tak suka dengan sikap sang teman.“Jangan banyak bicara, hutang kamu masih banyak sama aku, sudah make up saja.”Jika Melanie sudah menyinggung masalah hutang, Anggun pun diam. Wanita yang sudah ikut Melani hampir 5 tahun sebagai make up artis pribadi Melani pun diam.Melani memikirkan ucapan sang ibu yang sama tidak jauh dari ucapan Anggun. Wanita itu ingin sekali memiliki anak, tapi ia pun belum siap.“Shit, mau kamu apa sih Elvaro.”***Di rumah megah milik Tuan El, Bella memperhatikan bunga-bunga yang indah di bawah sana. Ia hanya berangan-angan seandainya bisa turun dan merawat mereka, pasti hari-harinya tak akan hampa. Hatinya masih sangat lelah memikirkan jalan keluar untuk kabur.“Non sedang apa?” tanya Bu Siti.“Sedang memperhatikan bunga-bunga di bawah. Siapa yang merawatnya?” tanya Bella.“Ibu di bantu sama Nani, ada apa?”“Andai aku bisa turun dan merawat bunga-bunga itu, mungkin akan mengobati sedikit perasaan sedih aku, Bu.”Bella kembali menatap bawah, netranya terlihat sendu. Apa yang sedang terjadi padanya, ia bagaikan burung yang terpenjara dalam sangkarnya.“Kalau Non mau, bicara sama Tuan. Mungkin dia mau memberikan izin kalau hanya merawat bunga saja.”“Saya tidak mengizinkannya, Bu.”Bu Siti dan Bella menoleh ke sumber suara, Tuan El berdiri tegap dengan menatap ke arah Bella. Wanita itu pun langsung menunduk, tidak mampu menatap bola matanya yang menatap lurus ke arahnya.“Tuan memang kejam.”Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r