Share

Tujuh

Melani bergeming, semuanya tak bisa dibayangkan lagi. Setiap hari mereka hanya berdebat masalah anak, ia pun terduduk lemas. El tak akan bersikap seperti itu jika bukan karena keluarganya. Apalagi desakan sang ayah, pikirnya.

“Ma, jangan ikut campur rumah tangga aku dan El. Jangan seperti keluarga itu yang selalu menuntut banyak. Lagi pula, masih banyak waktu untuk kamu memiliki keturunan.”

“Susah bicara sama kamu, jangan menangis di depan mama kalau suami kamu memiliki istri baru dan bisa memberikannya anak.”

“Loh, kok Mama menyumpahi aku?”

“Mama enggak menyumpahi, tapi mengingatkan. Segala sesuatu akan terjadi tiba-tiba akan sangat menyakitkan.”

Marta melangkah ke dapur, bicara dengan sang anak hanya membuat dirinya sakit kepala. Harusnya kini Melani tak harus di pusingkan masalah anak jika dalam beberapa waktu lalu ia sudah hamil dan memiliki anak. Hanya saja sang anak terlalu egois.

***

Bella duduk di balkon sembari menatap halaman bawah yang penuh dengan bunga. Ia bagaikan burung di sangkar, hanya bisa menatap dari dalam keindahan semua itu.

Tuan El tidak mengizinkannya berada di area luar rumah. Dari balkon saja terlihat beberapa penjagaan ketat untuknya. Bu Siti menghampiri dengan membawakannya makanan.

“Non, makan dulu,” ujar Bu Siti.

Bella hanya melirik piring nasi itu tanpa berniat menyentuhnya. Semenjak berada di rumah Tuan El, tubuh Bella terlihat lebih kurus. Jarang sekali ia terlihat menyentuh banyak makanan itu. Jika Bu Siti tak membujuknya, mungkin ia akan mati perlahan.

“Taruh saja di meja.”

“Ibu mau Non makan. Kalau tidak makan nanti sakit,” ujar Bu Siti.

“Biar saja, aku mau mati. Untuk apa aku hidup terkurung di sini?”

Netra Bella memandang lurus ke depan dengan nanar. Ia merasa tak bergairah lagi untuk hidup. Apalagi kini bagaikan tawanan di rumah megah itu.

Bu Siti bisa merasakan kecemasan Bella, hanya saja ia yakin Tuannya tak akan jahat pada wanita di hadapannya.

“Non, beruntung di selamatkan oleh Tuan El. Kalau Nona jatuh ke tangan yang tidak baik bagaimana?”

“Jadi, menurut Ibu, Tuan El baik? Bu, dia membeli aku dari suamiku. Apa namanya jika bukan memisahkan?”

“Tapi, Non. Lebih jahat suami Non. Menjual istrinya di saat malam pertama. Tuan El kalau jahat sejak awal, Non tidak mungkin masih suci.”

Bella menatap Bu Siti tak percaya. Bagaimana bisa asisten rumah tangga itu begitu membela sang Tuan yang sudah jelas bersalah. Bu Siti selalu menganggap Tuan El orang baik.

“Hanya Bu Siti yang bilang dia baik. Kalau dia baik, untuk apa menahan aku di sini?”

“Non, bukannya Tuan sudah menjelaskan. Dia akan menikahi Non Bella,” ujar Bu Siti.

Percakapan mereka terhenti saat terdengar derap langkah memasuki kamar. Kenop pintu pun terlihat bergerak lalu muncul Tuan El saat pintu itu terbuka. Pria dengan kaos hitam itu terlihat santai dengan celana pendeknya.

“Apa dia tidak mau makan lagi, Bu?” tanya Tuan El.

“Iya, Tuan. Non Bella katanya mau berjalan-jalan. Dia bosan di kamar.”

Bella melirik ke arah Bu Siti, ia merasa tidak mengatakan hal itu padanya. Hanya penolakan pada sang tuan dan makanannya saja.

“Aku tidak mau kamu sepeti kemarin. Kita ke luar jalan-jalan kalau pikiran kamu sudah jernih. Bu, aku mau bicara sebentar dengan Bella.”

“Baik, Tuan.”

Tuan El duduk memerhatikan sekeliling kamar, lalu kembali menatap Bella yang sejak tadi tak mau menatapnya. Wajahnya begitu masam karena setiap Tuan El datang, Bella merasa tidak nyaman apalagi berada di kamar hanya berduaan dengannya.

Tuan El mulai menghampiri Bella, ia berdiri di belakang tubuh wanita itu. Pria itu mencium harus rambut Bella yang habis keramas. Lalu, menarik pinggangnya mendekat dan berbisik pelan.

“Kamu cantik, harus sampo ini membuat aku ingin sekali dekat dan mendekap tubuhku,” bisik Tuan El di telinga Bella.

Bella mencoba menjauh, tapi Tuan El begitu erat memeluknya dari belakang. Ia merasa takut apalagi saat leher jenjangnya merasa risi dengan deru napas Tuan El.

“Jangan banyak bergerak, tetap di sini. Aku ingin merasakan bagaimana jika kita sudah menikah. Memeluk tubuhmu saja membuat sesuatu yang sempit ini ingin ke luar.”

Bella hanya bisa pasrah, berharap pria itu tak melakukan hal yang tak diinginkannya. Ia sudah merasakan sebuah dorongan dari belakang, hingga membuat ia tak nyaman.

“Cepat habiskan makanmu, jika tidak ingin sesuatu yang besar ini menyentuh bagian sensitif yang kamu punya,” bisik Tuan El.

Tuan El membalikkan tubuh Bella hingga keduanya saling pandang. Bella memejamkan mata dengan takut, lalu ia merasakan kecupan di pipi setalah itu ia mendudukkan Bella di sofa dan meminta untuk memakan makannya.

Bella menarik napas lega karena bukan bibirnya yang terkecup. Tuan El memberikan sendok agar Bella cepat menghabiskan makannya. Sementara, ia duduk di sofa sebelahnya.

***

Melanie sejak tadi mencoba menghubungi sang suami, tapi nyatanya Elvaro tak mau menerima panggilan masuk dari sang istri. Wanita dengan. Gaun merah itu begitu kesal, lalu membanting ponsel ke kasurnya.

“El, kamu buat aku kesal. Apa sih mau kamu?” Melanie bergumam sendiri.

Hati ini wanita itu sedang libur dan tak ada jadual. Ia ingin menghabiskan malam berdua dengan sang suami. Akan tetapi, semua gagal total. Ia pun tak bisa membujuk atau pergi berdua dengan sang suami.

“Sudah mama katakan, kamu akan hancur jika mengikuti egomu. Seorang laki-laki ingin memiliki keturunan.” Sang ibu masuk kamar sang anak saat terdengar Melani berteriak.

“Ma, jangan menakuti aku. Biar aku urus semua,” ujar Melanie.

“Tidak ada yang menakutimu. Tapi, liat kenyataannya, Elvaro tak menggubris panggilan masukmu.”

Melanie kesal, ia pun mengambil tas dan melewati sang ibu begitu saja. Kepalanya begitu pusing, ia berpikir lebih baik menenangkan pikirannya. Kebetulan sebuah panggilan telepon berhasil membuat dirinya tersenyum.

“Mel, aku tunggu di kantor. Ada kontrak baru,” ujar Gading—sang manajer.

“Oke, Ding. Aku om the way.”

Setelah satu jam perjalanan, Melanie sampai di kantor agensinya. Gading langsung menghampiri dan menarik cepat sang artis.

“Di dalam ada bos besar. Kamu harus bisa merebut hatinya dan membuat dia memberikan banyak pekerjaan buat kamu, di jamin makin tenar,” ujar Gading.

“Santai.”

Melanie pun masuk ke ruangan, pria berjas hitam dengan besok tipis di wajah menyambutnya dengan senyum lalu mengulurkan tangan.

“Leo, senang bertemu dengan wanita cantik sepeti Anda.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status