Viana keluar dari kamar kos Cherry dengan suasana hati kurang baik. Entah kenapa sebal melihat Cherry yakin dirinya hamil.Viana membuka pintu mobil dan duduk dibelakang kursi pengemudi. Dia sedikit terhibur dengan kondisi jok mobil yang empuk, kabin senyap dan sejuk, serta setiran Galih yang halus saat menginjak rem, ganti haluan, dan menyalip kendaraan lain.Sangat berbeda dengan Galla. Viana mabuk setiap naik mobil pria itu. Galla suka ngerem mendadak dan ngebut di tikungan.“Kursus setir mobil dimana kamu?” Viana penasaran.“Di arena balap.”Viana mematung. Suara itu bukan suara Galih, tapi Teofilano!Beberapa jam lalu Galih minta maaf kepada Teofilano kalau dia terpaksa mengantar Viana pulang. Alasannya takut Viana bunuh diri. Kemudian Teofilano menanyai posisi Galih yang kebetulan tak terlalu jauh dari KIC.Teofilano menuju lokasi Galih dan menyuruh pria itu kembali ke mansion. Sementara dia, menggantikan posisi Galih.“Turunkan aku!” pinta Viana.Bukannya menurunkan Viana, Teof
“Check out jam 12. Bangunkan aku, kecuali kamu ingin kita menginap di sini lagi.”Selesai mengatakannya, Teofilano tidur sembari memeluk Viana. Dengan mata terpejam, diam-diam sudut bibirnya terangkat, gaya missionaris sudah dia coba, doggy style baru saja. Sepertinya lain kali perlu mencoba gaya spooning.Ya, posisi mereka saat ini memang seperti teknik spooning.“Terima kasih, Viana,” Teofilano sangat puas. Selain Viana enak dimakan, perempuan itu mau dia apakan saja. Tidak seperti dua istrinya, Lauren pemilih, Cintya monoton.Viana tidak menjawab, dia anggap Teofilano gila. Sebab orang waras tidak akan melakukan ini.Hati Viana hancur, tubuhnya remuk. Gara-gara gagal menutupi perselingkuhan Teofilano, dia dipaksa menjadi Lauren.Memang, Viana tidak disuruh mencuci baju, masak, nyapu ngepel lantai—seperti yang dia lakukan di rumah suaminya. Tapi melayani nafsu bejat Teofilano, jauh lebih melelahkan.Viana menoleh sejenak ke belakang. Memperhatikan Teofilano yang sudah memejamkan mat
“Kamu memang minta ditiduri, Viana!”Teofilano marah. Tidak menyangka, setelah semalam dia hajar, Viana berani memancing emosinya lagi. Perempuan itu meninggalkannya. Bahkan membawa mobilnya.Padahal, tujuan Teofilano membawa Viana ke Kana untuk mengajak perempuan itu ke suatu tempat.Usai membersihkan diri, Teofilano keluar kamar. Dia melihat Kim Seok, 40 tahun—manager King Palace Hotel berdiri di area restoran.Kim melempar senyum, “Selamat malam, Pak. Mau pesan sesuatu?”“Espresso double shot,” sahut Teofilano.“Baik, Pak. Untuk makanannya?”“Gak perlu.”Teofilano tidak bisa langsung makan setelah bangun tidur. Sebab itu dia hanya butuh kopi dan rokok. Sementara Teofilano terus berjalan mencari tempat duduk yang agak sepi, Kim bergegas menelpon bagian finance untuk memesan tiket pesawat di travel agen langganan mereka.King Palace Hotel adalah hotel milik Teofilano. Hotel ini dia dirikan bersama sahabatnya, Vincenzo dan Don Alberto. Hotel bintang 5 ini dibangun di kota Kana, kota ya
Di lounge bandara khusus penumpang bisnis class, Teofilano tersenyum simpul melihat Linda di sampingnya. Dia tidak menyangka Linda mau ikut dengannya malam ini.“Kamu cantik dan smart, Linda. Aku suka kamu.”Linda menunduk. Malu sekaligus senang dipuji orang setinggi Teofilano. “Terima kasih, Pak.”Teofilano menawari Linda bekerja di club malamnya, KIC. Dengan kecantikannya dan semangatnya mencari uang, Teofilano yakin Linda bisa menghasilkan banyak uang untuknya.“Temani mereka minum dan ijinkan mereka menyentuhmu sedikit. Mereka akan mengeluarkan uang untukmu. Tapi kalau kamu mau dapat lebih, ajak mereka menghabiskan uang di tempat kita."“Ya, Pak,” sahut Linda, sembari menyusun rencana bagaimana caranya dia merayu orang-orang itu minum banyak. Sebab dia belum pernah melakukannya.“Tadi Bapak bilang komisi saya dihitung perbotol ya,” Linda memastikan.“Ya.”Di dalam pesawat Linda melirik Teofilano yang memejamkan mata. Sebagian kecil dari dirinya menghalu bagaimana rasanya pria tampa
CeklekViana membuka pintu. Terkejut melihat Galla duduk di ruang tamu, lengkap dengan laptopnya.Saat ini pukul 2 malam. Viana baru sampai rumah karena ban motornya bocor. Terpaksa Viana mendorong motor karena satu-satunya tambal ban yang dilewati tutup.“Masih ingat rumah?!”Viana melempar senyum kuda ke wajah Galla yang masam. Dia masih ingat percakapan terakhir mereka ditelpon, 2 hari lalu. Galla menyuruhnya pulang saat itu juga, jika ingin lanjut berumah tangga. Ternyata, Viana baru bisa pulang hari ini.“Masih,” sahut Viana ketar-ketir, sebab nasib rumah tangga berada di ujung tanduk saat ini.“Aku akan segera mengurus perceraian kita.”Rahang Viana jatuh, dia pikir Galla tidak sungguh-sungguh dengan ancamannya. Viana segera merengek kepada Galla.“Galla, bisa kau maafkan aku?”Galla tak menjawab. Dia kembali fokus membuat layout untuk restoran barunya nanti. Karena konsepnya berbeda dengan restoran sebelumnya, sebab itu Galla harus memikirkan setiap detailnya.“Kamu nabrak oran
“Pak jangan … jangan lakukan ini ….”Galla meremas bantalnya mendengar Viana menggigau. Dia melemparkan bantalnya ke sofa, tidur.“Saya tidak mau menghianati suami saya … meskipun dia tidak berfungsi ….”Galla sontak menoleh ke Viana, darahnya mendidih, harga dirinya tergores dikata tidak berfungsi. Tapi dia kembali memejamkan mata. Yang penting dia tahu dirinya, terserah Viana menganggapnya seperti apa.Viana membuka matanya sedikit, melirik Galla yang tidur dengan gelisah. Puas bisa balas dendam kepada pria yang ingin menceraikannya itu.Ya, Viana hanya pura-pura menggigau, untuk menyampaikan keluhannya. Nyatanya dia memang tidak hanya memaafkan Galla dalam satu hal saja, tapi juga hal lain.Bagaimanapun bahasa kasihnya adalah sentuhan fisik. Segala sesuatu yang berbau intimasi menyukakan hatinya. Baik itu pelukan, ciuman atau sex. Sayang Galla tak pernah melakukannya.Sebagai finishing sebelum bangun, Viana melanjutkan, “Saya mohon … jangan … jangan … jangaaaaaaaa—”“Viana!” Galla
“Jangan lupa ambil gordennya. Kalau tidak … kekasih gelap Non bisa memanfaatkannya,” pesan Anan.Viana tidak mengerti maksud Anan hingga tukang kebun itu geleng-geleng kepala sebelum keluar kamar. Apakah yang dimaksud Anan adalah Teofilano?Rasa takut mengepung Viana, “Ba—bagaimana jika dia lapor ke Galla?”Viana mengejar Anan. “Pak, tunggu!”Anan berhenti lalu membalik badan. “Kenapa, Non?”Tanpa permisi, Viana menarik lengan Anan ke dalam kamar. Lalu dia mengunci pintu.“Apa maksudnya kekasih gelap?”“Yang memeluk Non di dapur beberapa hari lalu.”Viana lemas, dugaannya benar. Anan melihat Teofilano.Viana tidak tenang. Ketahuan bohong dan kissmark saja sudah membuat rumah tangganya di ujung tanduk, apalagi ditambah Galla tahu Teofilano menemuinya, bisa-bisa dia disodok oleh Galla.Tidak, Viana tidak mau rumah tangganya hancur. Seminus-minusnya Galla, pria itu tetap suaminya—pria yang menjamin masa depannya. Apalagi Galla berjanji tidak akan menceraikannya.Mengabaikan rasa malu, Vi
Wug!Viana terkejut, ada seekor anjing yang menghadang jalannya. Padahal, jarak antara dirinya dan motor tak sampai 5 meter.“Pergi!” hardik Viana.Bukannya pergi sesuai kemauan Viana, anjing itu menggeram.Wug! Wug!Takut, Viana takut anjing ini menyerangnya. Dia pernah punya pengalaman buruk yaitu di kejar anjing. Sejak saat itu takut anjing.“Ceko!”Viana mengangkat wajahnya, mendengar suara perempuan berseru. Dia lega akhirnya tuan si anjing datang.“Ternyata kamu di sini? Pulang yuk.” Ajak perempuan itu sembari menggendong anjingnya.“Anjing kamu?” tanya Viana.Perempuan cantik itu melempar senyum kepada Viana. “Bukan, milik Bosku.”Meskipun takut, Viana akui, anjing ini bagus bulunya. Terlihat dirawat dengan baik.“Kamu tidak takut digigit?” tanya Viana.“Tidak. Dia baik.”Wug!Ceko mengeram.“Sepertinya dia hanya baik padamu,” celetuk Viana.Perempuan cantik itu tertawa sebelum mengoreksi Ceko. “Ceko, No.”Viana tidak percaya anjing itu diam, “Aku tidak mengerti bahasa peranjin
Viana akhirnya turun, karena Galla mengatakan Jasmine ingin beli sandal.“Kak Jasmine beli sandal banyak buat apa?” Viana heran Jasmine pesan 500 sandal.“Mau bagi-bagi ke anak yatim piatu.”Viana tampak berpikir, apa sandal ini tidak kegedean di kaki mereka?Detik kemudian Viana bodo amat, yang penting dagangannya laku.“Makasih Kak, Jas.” Viana tersenyum lebar setelah melihat bukti transferan Jasmine. Seketika rasa cemburunya kepada perempuan itu lenyap.“Aku kasih bonus satu buat Kak Jasmine. Kakak pake ukuran berapa?”“Nggak usah, Vi. Sandalku udah banyak di rumah.”“Gitu?”“Iya.” Jasmine mengulas senyum palsu.Jasmine sudah pergi, sementara Viana mempacking sandal-sandal itu. Viana baru tahu kalau Jasmine cucu PT Emas Laut. Perusahaan yang menjual mutiara, baik mutiara laut maupun air tawar. Tidak hanya dalam bentuk perhiasan tapi juga sebagai bahan kosmetik tertentu.Viana menelpon kurir langganannya, untuk mengantar barang itu ke rumah Jasmine. Karena kata Jasmine, dia akan men
Sudah 3 hari Galla belum pulang dari rumah sakit. Viana semakin tidak tenang dan merasa bersalah. Siang ini dia menelpon Daffy. Karena hanya dari pria itulah dia bisa mendapat informasi.Sementara Vonny, Gustav dan Michael, meskipun di rumah tak memberinya informasi apa-apa. Mereka kembali menganggapnya sebagai makluk tak kasat mata.“Ya, Vi?”“Gimana kabar Galla?” tanya Viana lemas, karena sudah 3 hari pula dia tidak makan karena ingin menghukum diri sendiri.“Udah mendingan.”“Bisa aku bicara dengannya?”Sudah 3 hari ini Viana tidak mendengar suara Galla karena pria itu menolak berbicara dengannya. Viana sesengukan, apa yang sudah dia lakukan kepada pria itu?Viana merasa sangat bersalah. Mau Galla hukum apapun dia siap asal masalah selesai.“Ya udah nggak apa kalau dia masih belum mau bicara denganku. Aku ingin tahu keadaannya, apa perutnya masih nyeri? Masih muntah, diare? Aku ingin menengoknya, tapi takut nggak dibolehin masuk sama mama dan takut Galla gak mau ku temui.”Hati Vian
Viana tidak tahu jam berapa Galla pulang. Tahu-tahu pria itu sudah ada di sampingnya. Viana bangun karena sudah pukul 5 pagi.Seperti biasa, dia mengerjakan pekerjaan rumah sebisanya. Mulai dari mencuci baju kotor yang setiap hari menggunung, untung saja ada mesin cuci dan pengering, sehingga Viana hanya butuh 80 menit untuk menyelesaikannya.Sembari menunggu, Viana memasak nasi atau mashed potato seperti pagi ini. Kemudian setrika baju yang kemarin kering, nyapu ngepel lantai 1 hingga pukul 7 pagi baru usai.Viana menata sarapan di meja. Mashed potato, sosis sapi bakar, roti, selai, jus jeruk, susu pasteurisasi, dan air putih.Viana mengambil mashed potato dan sosis untuknya lalu pergi ke gudang. Sembari sarapan, dia membuka olshopnya. Viana tercengang, melihat ada yang order sandal 1.500 pcs. Masalahnya, customer itu belum pernah order.Viana kucek-kucek matanya, barang kali 150 pcs, bukan 1.500 pcs. Dia membalas chat pelanggan itu untuk memastikan jumlahnya. Ternyata pembeli itu me
Viana terpaksa mengemas barangnya, karena Galla tak mengijinkan dia datang ke ruko ini lagi. Semua itu gara-gara Teofilano menfitnat Mr Fox kalau pria itu sering datang ke sini.“Kenapa tidak kamu katakan ruko ini milikmu?!” geram Teofilano.“Karena ruko ini memang bukan milikku! Viana tak kalah geram.“Tapi aku beli ruko ini untukmu. Inilah upahmu tidur denganku.”Viana diam sejenak, sebelum akhirnya membalas. ”Jadi kamu ingin aku bilang pada Galla kalau ruko ini milikku, hasil dari tidur denganmu?”“Ya! kalau kamu berani. Tapi kalau tidak berani, beritahu Galla kamu Stevanie Laurencia King, anak Nit Kit. Itulah identitasmu. Tidak ada yang tidak bisa kamu beli dengan identitas itu!”“Aku bukan Stevanie Laurencia King!”“Kamu Stevanie Laurencia King! Dan kamu sudah menjadi milikku sebelum kamu lahir!”“Kamu gila … benar-benar gila.”“Karena itu jangan pergi, supaya aku tidak merebutmu dengan caraku.”Viana membatu. Entah kenapa saat ini dia merasa Teofilano tidak cinta padanya, tapi t
Vonny memejamkan mata. Menikmati alunan music yang menenangkan jiwa dan pikiran, aroma terapi yang menyegarkan tubuh, dan nikmatnya pijatan terapis favoritnya.“Ibu lama nggak datang ke sini, saya kira pindah ke tempat lain.”“Nggak sempet, Deb,” sahut Vonny kepada Debora—terapis favoritnya“Gimana kabar, Ibu? Baik-baik saja?”“Ada baik, ada enggak.”Debora tertawa. “Mikirin Bapaknya apa anaknya?”“Dua-duanya. Tapi Bapaknya udah sembuh sekarang, nggak berani keluar kota bawa cewek lagi setelah aku coba bunuh diri waktu itu. Anaknya yang belum.”Vonny memang sering curhat dengan terapis favoritnya ini.“Belum pisah sama istrinya yang bermasalah itu?” Debora memang mengingat semua cerita client-clientnya.“Belum. Makin hari aku makin nggak ngerti sama jalan pikirnya. Entah apa yang dilihat dari perempuan itu, sudah diselingkuhi 2 kali masih aja mau, kayak nggak ada perempuan lain. Aku sampe nggak berani ketemu temen atau saudara, takut ditanya macem-macem,” curhat Vonny.Sebenarnya, Gal
Viana terkejut melihat mobil Teofilano masih ada di ruko. Dia membuka pintu ruko dengan kunci duplikat yang biasanya dibawa Ivana dan Ilyasa. Sementara kunci aslinya, yang biasa dia bawa dibawa Teofilano.Viana naik ke lantai 2, mulutnya mengangga, melihat lantai 2 disulap seperti rumah. Triplek penyekat kamar dan kasur busa hilang. Diganti sofa busa yang muat untuk 2 orang, meja, karpet dan lampu berdiri.Entah kenapa Viana merasa ruko ini homy. Viana segera membuang pikiran buruknya. Ruko ini memang punya kenangan, pertemanannya dengan Mr Fox dan percintaannya kemarin pagi dengan Teofilano, tapi bukan untuk dikenang.Viana mendengar kran menyala, artinya pria itu di kamar mandi. Viana kembali ke bawah, dia menyiapkan pesanan sembari mengirim pesan kepada Galla.Viana : Aku minta maaf sudah berpikiran jelek ke kamu. Aku akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.Pesan Viana terkirim tepat saat ada tangan kurang ajar memeluknya dari belakang.“Udah dari tadi?” tanya Teofilano.“Bar
“Viana.”“Jasmine.”Mereka berjabat tangan usai Galla mengenalkan Jasmine kepada Viana. Viana terkejut, karena pernah melihat perempuan ini sebelumnya. Perempuan inilah yang hari itu dia lihat di toko buku horizon.2,5 tahun lalu, Viana disuruh beli kalender khusus oleh kepala marketing KIC. Dia pergi ke toko buku horizon dan melihat seorang wanita cantik bergelayut manja di lengan Galla. Meski Viana tidak tahu hubungan mereka, tapi dari cara perempuan itu bergelayut, Viana merasa ada hubungan istimewa diantara mereka berdua.Viana menelpon Galla saat itu, berpura-pura menanyai keberadaan pria itu. Galla mengatakan dirinya ada di kantor padahal ada di toko buku horison. Viana menangis dan kembali ke KIC dengan mood buruk. Dia tidak menyangka ada orang ketiga dalam rumah tangganya.Itu sebabnya saat Agung—sopir Cintya tiba-tiba mengatakan mereka sudah ada di parkiran, Viana marah kepada Agung karena moodnya sudah buruk sejak awal. Akhirnya Lauren tak punya waktu untuk keluar dari ruang
Mereka masuk ke sebuah restoran. Vonny bingung menentukan menu yang akan mereka makan bersama.“Pa, kamu mau makan apa? Ayam? Sapi?” tanya Vonny.“Apa aja, Ma.”“Michael, Reyna, Galla, mau makan apa kalian?” lanjut Vonny, sengaja tak menyebut Viana.Viana pun peka, tahu Vonny tak menginginkan dirinya ikut makan bersama mereka. Dia membuka ponsel untuk mengecek olshopnya, barang kali ada order lagi.Semua satu suara dengan Gustav, makan apa saja boleh. Viana merasa Vonny beruntung. Punya anak dan suami yang nurut dan sangat sayang padanya. Entah apa yang dilakukan Ibu mertuanya itu, dia seperti kepala di rumah ini.Jika Vonny bilang A, semua akan A. Vonny bilang B, semua akan B. Viana sekarang tahu arti Vonny di mata suami dan anak-anaknya. Jujur Viana suka melihat rumah tangga seperti ini.Vianapun juga ingin punya suami dan anak-anak nurut seperti itu suatu hari nanti, jika diijinkan.Tak terasa pesanan mereka datang. Vonny mengisi piring Gustav. Michael mengisi piring Reyna. Viana m
“Toko lampu?” Viana teringat toko lampu Ayah dan Ibunya ketika kecil. Ayahnya menjual lampu mulai dari bohlam hingga lampu kristal gantung yang biasanya ada dirumah orang-orang kaya.Tapi, lampu-lampu seperti itu tidak hanya di rumah orang kaya, tapi juga di hotel dan mall. Dan di kota yang berjuluk surga bagi orang kaya ini, lampu sudah seperti fashion. Anehnya, sedikit yang menjalani bisnis itu. Teofilano melihat peluang itu.“Ya.”Viana menggeleng. “Aku tidak pandai berbisnis.”“Tidak ada orang yang pandai, semua learning by doing.”“Tahu, tapi aku tidak mau berbisnis lagi kecuali dengan uangku sendiri. Dan aku tidak bisa menerima ruko ini.”Viana kapok bisnis menggunakan uang orang lain. Karena kalau bangkrut, rasa bersalahnya seberat ini.sViana pergi membersihkan diri dan ketika keluar dari toilet Teofilano sudah tidur. Dia turun ke lantai 1 untuk melanjutkan packingannya.Viana melamun. Entah bagaimana nasibnya nanti. Teofilano kekeh ingin menjadikannya teman hidup sampai tua n