Home / Romansa / Terjebak Hutang Bos Muda / Bab 6 Masalah Baru

Share

Bab 6 Masalah Baru

Author: HasenV
last update Huling Na-update: 2024-02-06 08:13:09

"Tyas?" Kening Reva mengerut, lantas mengingat senyum manis yang terlihat sempurna.

"Tyas Rosalina," ujar Reva kaku. Senyum itu memang khas, membuatnya tak terlalu lama mengingat.

"Iya, kamu masih ingat?" tanya gadis berambut sebahu di depannya, terlihat cantik menggunakan dress bermotif polkadot di atas lutut.

"Mana mungkin aku lupa dengan siswi populer di masanya." Reva terkekeh, meski tidak begitu dekat, beberapa kali Tyas pernah menegur saat berpapasan di sekolah. Apalagi keduanya sempat satu kelas.

"Boleh minta nomor ponselmu?" tutur Tyas secara mendadak.

"Dia tidak punya nomor untuk dibagikan denganmu." Tiba-tiba Lingga menarik Reva ke belakang punggung, menatap datar Tyas yang masih tersenyum ramah.

"Oh, sayang sekali," jawab Tyas kecewa, lalu kembali tersenyum. "Kalian dekat?" terlihat wajah Tyas begitu penasaran. Menggigit bibir, gadis tersebut melihat tangan Lingga yang menggenggam.

"Tidak," ujar Reva singkat, ia masih ingat bagaimana Tyas begitu memuja Lingga saat di sekolah.

Reva Berusaha melepaskan jemari Lingga, tapi genggaman itu malah beralih kepundak, merangkul dengan hangat meski terasa mencengkram. Reva berusaha tersenyum, lebih terlihat meringis menahan sakit.

"Ya, dia kekasihku." Lingga mengalihkan fokus ke arah Reva, meski terkesan dingin terlihat lelaki tersebut begitu tulus.

Reva menggigit bibir bawahnya kuat, merasa telah melukai perasaan Tyas. Meski begitu, kejadian tersebut sudah terlalu lama. Dia yakin, gadis secantik Tyas sudah move on dari Lingga.

"Begitu rupanya ...." Tyas mengangguk mengerti. "Aku duluan ya Rev," ucap gadis cantik tersebut ramah, menepuk bahu Reva dengan lembut lantas berlalu.

Namun, saat Tyas menjauh, Reva tak sengaja melihat tespact menyembul di antara belanjaan lain.

"Apa dia sudah menikah?" gumam Reva.

"Apa?" Lingga yang mendengar dengan jelas ucapan Reva, mengerutkan kening.

"Apa!?" Reva melebarkan mata, kalau bukan di keramaian sudah pasti ia memukul dada bidang Lingga dengan kuat. "Jangan pura-pura bodoh! Dulu Tyas menyukaimu. Mengapa kamu malah mengatakan hubungan kita yang konyol ini?"

"Kau terlihat manis saat cemburu?" Lingga tersenyum setengah, terlihat tampan meski terkesan sinis.

"Huh! Untuk apa? Bahkan aku ingin memukulmu setiap kita berpapasan." Reva terus saja mengumpat, mengambil sayur dan bahan roti untuk mengisi waktu. Namun, Lingga seolah sibuk dengan pemikirannya sendiri, tanpa membantu membawa belanjaan sama sekali.

Setelah usai dengan belanjaan yang cukup banyak. Reva terdiam, merasa aneh dengan sikap Lingga. Dengan penampilan dan pencapaian Lingga saat ini, tentu mudah untuk memiliki kekasih yang lebih dari dirinya.

"Mengapa kamu menjadikanku kekasihmu?" Teringat pengakuan Lingga yang terasa berlebihan di depan Tyas, Reva kembali penasaran dengan alasan Lingga.

Lingga hanya diam, seolah tak mendengar apa yang dikatakan oleh gadis di sampingnya.

"Aku bicara denganmu!"

"Dan aku tak ingin bicara!" Lingga menjawab datar, menatap fokus dengan setir kemudi yang berada di depannya.

Reva menutup mulut rapat, takut membuat lelaki di sampingnya marah. Kenyataan macam apa ini, hidupnya seperti terkekang meski sekedar mengungkap isi hati.

Reva merasa ada sesuatu yang aneh pada Lingga, sejak pertemuannya dengan Tyas. Lingga jadi tak banyak berbicara, bahkan terkesan enggan berdebat meski ia terus mengoceh saat berbelanja.

Di dapur apartemen, Reva sibuk memotong wortel, masih melihat Lingga yang duduk dengan laptop di depannya. Lelaki itu terlihat tenang, meski wajahnya tekesan dingin dan menakutkan. Suara pisau dan talenan beradu di ruang sunyi tersebut, demi apapun Reva tak menyukai keadaan ini.

"Makanlah!" Reva meletakkan semangkuk mie rebus lengkap dengan wortel di atasnya.

Senyum sinis tersungging di wajah tampan Lingga, Reva sudah bersiap dengan hinaan lelaki tersebut.

Namun, lagi-lagi suasana ruang makan terasa hening. Lingga dengan tenang menyuapkan mie instan buatannya. Sementara ia terus menatap tanpa berkedip, mencari tahu mengapa Lingga tak mengomel sama sekali.

"Jangan menatapku seperti itu!" tutur Lingga meski tak melihat ke arah Reva.

"Di mana ponselku!" Reva membernaikan diri membuka percakapan. Bukan sekedar basa-basi, kenyataannya ia butuh berkomunikasi dengan adiknya meski sedikit tenang karena tak mendengar ocehan sang Ayah.

"Aku sudah menyiapkan untukmu, selesaikan saja makanmu," ucap Lingga dengan rahang mengeras.

Reva melempar ponsel baru pemberian Lingga ke atas kasur, diiringi menjatuhkan tubuh. Hari ini terasa sangat melelahkan. Esok ia akan mulai bekerja seperti biasa. Menatap ke arah langit-langit kamar, matanya mulai terpejam merasa nyaman dengan aroma parfum kamar Lingga.

***

"Turunkan aku di depan sana!" Reva menunjuk perempatan jalan. Tak menjawab, Lingga menatap datar ke depan.

"Turun," ucap lelaki tersebut setelah menepikan kendaraan roda empatnya.

Tak banyak drama, tapi entah mengapa Reva jadi merasa aneh dengan sikap Lingga. Gadis tersebut masih duduk dengan wajah kebingungan. Hingga sedetik kemudian, ia membuka pintu mobil, berjalan dengan tenang tanpa menoleh kebelakang.

Berharap tak bertemu Lingga di toko, ia malah berpapasan dengan lelaki tersebut di lorong. Meski Reva menelisik wajahnya dengan terang-terangan. Lingga sama sekali tak terusik, malah berjalan angkuh seolah tak melihat Reva di sana.

"Ada apa dengan lelaki itu," gumamnya pada diri sendiri.

Sementara di lorong ruang ganti, Reva dikejutkan oleh Adisti yang bersedekap.

"Kamu pindah, apa yang terjadi?" Sederet tanya yang jawabannya sama sekali belum terpikirkan di benak Reva.

Reva menggigit bibir, merasa bersalah tidak bisa bercerita perihal apa yang ia alami. Selain takut pandangan buruk Adisti, ia juga takut ayahnya mengetahui ia tinggal dengan pria di sebuah apartemen.

"Ceritanya panjang, aku harus segera berganti seragam," ucap Reva menunjuk jam di pergelangan tangan.

Seperti biasa, Reva melihat kode produksi dari ragi yang akan digunakan, memastikan semua aman untuk diolah.

Hingga tiba jam makan siang, cuaca cukup terik saat Reva dan Adisti berada di warung makan langganan mereka.

"Rev, disuruh ke ruangan Pak Lingga." Adisti memperlihatkan layar ponsel yang masih menyala.

Menghela napas kesal, Reva terlihat enggan. Telapak kakinya seperti sudah menyatu dan tidak bisa diangkat lagi. Percuma saja ia meninggalkan ponsel di loker, agar tak mendapat pesan dari Lingga. Lelaki tersebut tetap menghubunginya lewat Adisti.

"Buruan, nanti Pak Lingga marah." Adisti lekas membantu Reva berdiri.

"Aku belum makan, Dis." Reva menepis tangan sahabatnya lembut, lantas memberatkan diri di atas kursi.

"Nanti, kamu bisa makan di pantry." Adisti melihat detik jam yang terus berputar. Terlihat takut jika, pesan dari bosnya tak segera dilaksanakan.

Dengan malas, Reva menuruti apa yang diperintahkan Adisti. Berjalan perlahan menguatkan diri. Pertemuan dua puluh empat jam sangat melelahkan untuknya dan kini ia harus kembali menyiapkan mental.

"Bapak panggil saya?" tanya Reva setelah ia mendapat ijin masuk ruangan.

Lingga mengangguk, matanya terlihat fokus pada layar laptop yang menyala meski jelas sedang menahan amarah. Di depannya, Bu Rahma selaku kepala di ruang produksi menatap sinis.

"Ada apa Pak?" Reva berdiri dengan sopan, terlihat profesional mengingat saat ini keduanya berada di tempat kerja.

"Sebenarnya, kamu niat kerja tidak!" Lingga mengalihkan tatapannya pada Reva. Sementara yang ditatap, terlihat kebingungan.

"Wajah polos, tapi hatinya busuk," lirih Bu Rahma, saat Reva berada tepat di sampingnya.

"Anda tidak usah memperkeruh keadaan, silakan keluar!" Lingga menunjuk pintu, kali ini matanya tertuju pada wanita paruh baya yang berdiri di dekat Reva.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 25 Ancaman Tyas

    Setelah pertemuan empat mata kemarin, malam ini Reva menjadi semakin pendiam. Ia duduk seorang diri di sebuah kafe yang disinari cahaya lampu, berbentuk lampion kecil di beberapa sudut.Ia termenung menatap spageti dengan saus kesukaannya yang belum tersentuh.Reva sangat mengerti dengan alasan Bu Ratri, beliau hanya ingin melindungi Lingga dari keluarga bermasalah sepertinya.Ia kembali marah pada dirinya. Mengapa tidak dapat melunasi hutang selain dengan cara pernikahan.Dia benar-benar terjebak pada dua sisi."Mengapa aku harus terluka sejauh ini untukmu ayah? Kenapa aku dilahirkan hanya untuk menjadi mesin uangmu?" Air mata Reva meleleh, meski tak ada isakan keluar dari bibir merahnya.Seorang lelaki tiba-tiba duduk di hadapannya, rambut hitam itu tampak berantakan, meski begitu, menambah kesan maskulin."Kenapa di sini?" tanyanya penuh empati. Ia membawa secangkir kopi yang entah ia dapat dari mana."Aldo?" Mata Reva membulat. "Bagaimana kamu tahu aku di sini?"Lelaki yang bernam

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 24 Pilihan yang sulit

    Mentari bersinar melalui sela-sela jendela kaca, memancarkan cahaya emas yang menghangatkan kulit.Aroma manis kue dari pemanggang menguar di udara, sementara suara pengaduk adonan terdengar bising, menjelaskan betapa sibuknya ruangan itu."Jangan melamun, Rev." Adisti mengetuk meja kerja Reva. Membuyarkan lamunan gadis berkulit bersih itu.Reva tersenyum lelah, menggosok pundak yang terasa pegal. "Hai, Dis. Aku capek banget. Adonan donat ini bikin aku pegal."Adisti tertawa renyah."Udah, aku bantuin aja. Kamu istirahat dulu," ucap gadis berlesung pipi.Lingga tiba-tiba saja muncul dari balik pintu ruang produksi, tubuh tinggi dengan wajah tegasnya sedikit menggetarkan hati Reva."Reva, aku butuh bicara denganmu." Tatapan itu terlihat mengintimidasi.Wajah Reva seketika berubah, dengan terpaksa ia mengekor pada langkah kaki Lingga. Meninggalkan tatapan penuh tanya pada rekan kerjanya.Gadis berusia dua puluh lima tahun itu melihat punggung kokoh yang tertutup kemeja putih tulang, kedu

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 23 Cinta atau kewajiban.

    Reva mencengkram lengan Lingga kuat, keraguan masih terukir di wajahanya saat Lingga mengarahkan langkah ke rumah mungil itu."Kenapa kamu tidak antusias?" Lingga bertanya, heran.Reva terdiam sejenak, tidak merasakan rindu pada bangunan masa kecilnya.Seorang gadis belia keluar dari rumah, tersenyum ceria. "Kakak, apa kabar?" Ia memeluk Reva hangat.Gadis itu mundur selangkah, melihat dengan rasa ingin tahu. "Pacar Kakak?" Matanya melirik sekilas ke arah Lingga.Lingga menatap sekeliling ruangan, bangunan tua dengan dominasi warna putih dan coklat terlihat terawat dengan baik.Dua cangkir teh hangat disajikan, masih terlihat mengepulkan uap panas. Aroma teh yang harum menguar memenuhi indra penciuman."Silakan diminum, Nak," kata lelaki tua itu dengan senyum hangat."Terima kasih," jawab Lingga, ia meraih cangkir perlahan. Matanya menatap lurus, seolah menelisik jiwa ayah Reva di depannya saat ini."Saya hendak melamar Reva." Lingga menyatakan maksudnya dengan tenang, tangannya melet

  • Terjebak Hutang Bos Muda   THBM 22

    Reva yang sedang bersusah payah mencerna jawaban Lingga, lekas mendapat sentilan di dahi."Aku tidak mengerti," ucap Reva mengalihkan pandangan ke arah alas kaki."Apa yang bisa aku bantu?" Lingga berjalan di lorong apartemen lalu menekan sandi yang masih sama dengan kode ponsel Reva."Hutang Ayahku." Suara Reva tercekat. "Rumah kami disegel, jika dalam seminggu tidak melunasi hutang.""Disegel?" Lingga mengerutkan kening. Reva mengangguk lemah, ia merasa malu jika harus menceritakan lebih lanjut."Datanglah besok dan berhenti berpura-pura tidak tahu maksudku," ucap Lingga datar.Reva menunduk, menggigit bibir merasa harapannya akan sia-sia. Memberi hati pada Lingga, bukan sesuatu yang sulit, pria itu tampan, mapan dan terkadang baik. Hanya saja, perbedaan kasta mereka sulit ditembus terlebih Bu Reswari, tidak akan memudahkan hubungan mereka."Aku permisi, Lingga." Reva berbalik lantas berjalan meninggalkan Lingga.Pagi ini suasana begitu hangat, langit pun terlihat cerah biru. Tak ad

  • Terjebak Hutang Bos Muda   THBM 21

    "Aldo, aku peringatkan padamu. Jangan dekati kekasihku."Reva menatap tajam ke arah Lingga. Betapa pintarnya lelaki tersebut berkata-kata. Seolah begitu memujanya, tapi sedetik kemudian menyia-nyiakan.Tanpa sepatah kata mutiara yang ditujukan pada Reva, Lingga mengalihkan pandangan ke arahnya."Turun!" Suara Lingga naik beberapa oktaf. Hingga Reva mulai terhipnotis untuk mengikuti, wajah Lingga memang biasa seram, tapi kali ini rasanya lebih seram beberapa kali lipat.Reva tak menjawab, langkahnya perlahan mendekat hingga sesuatu seperti menahan langkah. Aldo menahan pergelangan tangannya, Lingga bersedekap mengeraskan rahang seolah sedang menahan rasa ingin memukul Aldo."Aku masih berusaha sabar," ujar Lingga yang diiringi dengan tarikan kuat pada lengan Reva.Kini posisi Reva berada di antara Lingga dan Aldo, tatapan tajam yang saling menghunus melewati Reva."Hentikan!" Reva mengentakkan tangannya, entah mimpi apa ia jadi diperebutkan seperti ini."Aldo, aku minta maaf," ucap Rev

  • Terjebak Hutang Bos Muda   THBM 20

    Reva mengusap-usap buku yang sudah usang, ingatannya tertarik ke puluhan tahun yang lalu. Saat ia masih duduk dibangku sekolah dasar, buku resep yang menjadi bonus majalah langganan tetangganya selalu dibersihkan saat hendak mendekati lebaran. Ia menjadi salah satu pesuruh yang diberi upah.Namun, sesuatu terjatuh saat ia mengusap-usap debu yang menempel di antara lembarannya.Sebuah foto usang yang memperlihatkah wajah anak lelaki dengan seorang gadis kecil di sebelahnya.Tiba-tiba saja, jantungnya berdetak tak karuan, ia mengingat lelaki seusianya duduk di akar pohon besar di antara jajaran pohon, memegang sebuah buku di tangan. Lelaki tersebut sempat bertemu pandang dengannya saat ia hendak masuk ke rumah sang Nenek."Mengapa, ada foto anak lelaki itu?" Terlihat tampan meski tak menampilkan senyuman. Reva kembali memasukkan foto yang ditemukan secara asal.Ia lekas keluar sebelum ada yang iseng, mengunci pintunya dari luar.***Sebuah buku diletakkan di atas meja dengan asal, Reva

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status