Beranda / Romansa / Terjebak Hutang Bos Muda / Bab 5. Bertemu teman lama

Share

Bab 5. Bertemu teman lama

Penulis: HasenV
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-14 22:45:26

Di tempat kerja, seorang gadis tiba-tiba menerobos masuk. Sepasang mata terlihat penuh kilatan emosi menatap wajah datar Lingga.

"Apa karena gadis kampungan itu!" teriak gadis berambut sebahu dengan wajah cantik meski tanpa riasan.

"Apa maksudmu?" Lingga masih tetap tenang, menatap layar laptop yang menyala, tak terusik meski wanita di depannya saat ini sudah maju mendekat.

"Karena dia, kamu mengakhiri hubungan kita?"

"Jangan membawa orang lain, Tyas! Hubungan kita sudah berakhir ada ataupun tidak ada dia!"

Senyum kesal tersungging, hatinya kian tercabik-cabik, serasa dibuang dan dicampakkan dengan kejam. Mendengar penjelasan mantan kekasih yang masih sangat ia cintai, jelas memang ada orang lain di antara keduanya.

"Tidak! Kamu tidak akan bisa bersama siapa pun!" Tyas menggebrak meja, menatap nyalang ke arah laptop yang masih setia menjadi perhatian Lingga.

"Aku di sini brengsek!" Tyas meraih benda kotak persegi tersebut, nyaris melayangkan ke lantai.

Namun, Lingga berhasil menghentikan kelakuan bar-bar Tyas.

"Cukup, Tyas! Aku tidak lagi mencintaimu. " Sorot mata itu terlihat marah, menahan untuk tak memperlakukan gadis di depannya kasar .

"Atas dasar apa kamu memperlakukanku seperti ini?" Tyas tak terima, sebagai primadona di sekolah dan kampus. Ia selalu menolak pria mana pun dan memilih mengejar Lingga meski susah payah. Setelah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun, Lingga malah memilih mengakhiri secara sepihak.

"Aku kira tidak ada lagi yang perlu kujelaskan padamu, hubungan kita sudah berakhir." Lingga menghela napas, menarik tangan Tyas dengan lembut. Bagaimanapun, gadis tersebut pernah singgah di hatinya dan ada banyak kenangan yang mereka ukir bersama.

"Ganti sandi apartemenmu seperti dulu, kumohon Lingga!" Kini dia bersimpuh, tangisan menyayat hati tak membuat Lingga iba.

"Cukup Tyas, aku sibuk!"

***

Reva melihat jam dinding yang terus berputar tanpa henti, rasa bosan kian mendominasi. Bolak-balik melihat pemandangan di bawah balkon, tapi tak ada yang menarik.

Hingga perutnya berbunyi, bau tubuhnya pun sudah tercium tak sedap, sejak kemarin ia belum mandi.

Memilih membuka lemari, ia mencari baju yang sekiranya masih bisa ia pakai. Haruskah ia menggunakan baju Lingga? Gadis tersebut memejamkan mata memilih mengurungkan niatnya.

"Ponsel, ke mana ponselku." Reva terus mencari-cari ke sekeliling hingga bunyi pintu terdengar.

Reva berjalan mengendap-endap ke dekat pintu kamar, penasaran akan siapa yang datang.

"Reva!" Suara berat Lingga menyapa. Demi apa pun, Reva ingin pergi dari tempat ini, tapi bagaimana caranya.

Dengan hati-hati, Reva membuka pintu kamar. Melihat Lingga membawa koper biru laut yang sama persis dengan miliknya, gadis tersebut membelalakkan mata.

"Kenapa kamu membawanya kemari?" Reva terlihat kebingungan, perasaannya makin tidak tenang.

"Mulai sekarang, tinggal bersamaku di sini! Satu kesalahan satu hukuman!" ucap Lingga tanpa bisa ditolak.

"Aku tidak mau!"

"Ucapkan sekali lagi, maka kupastikan kamu menjadi milikku, Reva!" Lingga berjalan mendekat, memeluk pinggang rampingnya kuat.

Tatapan keduanya terkunci, hingga debaran yang tidak seharusnya Reva rasakan membuat gadis tersebut mendorong tubuh Lingga.

"Baiklah, asal aku tetap bisa bekerja!" Reva tahu, keadaannya teramat sulit jika tak menuruti apa yang Lingga mau. Daripada terkurung di sini sepanjang hari, ia lebih baik membuat kesepakatan bersama.

"Apa kamu bisa dipercaya untuk tidak kabur dariku?" Lingga bersedekap, terlihat mencari kejujuran dari mata Reva.

"Aku akan menikah denganmu, jika aku berbohong." Reva terlihat yakin saat mengatakannya, meski hatinya begitu ketar-ketir juga.

"Oke! Sepakat," ucap Lingga mengulurkan tangan.

Reva mengangguk, tidak menatap Lingga juga enggan menyambut uluran tangan lelaki tersebut, dia lebih memilih menatap lantai kamar.

"Keluar dan makanlah, setelah itu mandi, bau tubuhmu membuatku mual." Lingga mengatakannya dengan datar lantas berlalu.

Reva duduk di tepi ranjang, sungguh kenyataan siang ini membuatnya kehilangan tenaga.

Di ruang makan, Lingga terlihat sibuk memainkan ponsel saat Reva datang. Gadis tersebut mengenakan atasan kaos oversized dengan celana jeans pendek di bawah lutut.

Lingga menghentikan kesibukannya, menatap Reva yang sudah terlihat segar setelah mandi.

"Makanlah, setelah ini aku akan mengajakmu jalan-jalan ."

"Aku tidak ingin keluar," ucap Reva enggan, ia menurut untuk duduk di hadapan Lingga saat melihat sebungkus nasi padang kesukaannya tersaji.

Sepertinya, Lingga mengetahu cara membuat mood-nya membaik.

"Dari mana kamu tahu aku suka makanan ini?"

Lingga terkekeh. "Sepertinya makanan apa pun kamu menyukainya," tutur Lingga dengan nada mengejek.

Memilih tidak meladeni ucapan laki-laki di depannya, Reva menyuapkan nasi yang sudah tercampur kuah pedas.

Usai menyantap hidangan pedas gurih dengan ayam yang terasa renyah, Reva terlihat serius bertanya.

"Tadi, ada seorang gadis datang, sepertinya dia mencarimu. Namun, aku tidak bisa membuka pintu."

"Apa kamu melihatnya?"

Reva menggeleng, dia bahkan tidak bersuara saat gadis tersebut berteriak memanggil nama Lingga dan menggedor pintu seperti kesetanan.

"Tidak perlu tahu, lagipula itu bukan urusanmu," jawab Lingga datar tanpa ekspresi. Reva mengerucutkan bibir, sebenarnya sangat penasaran.

"Aku hanya memberitahu, untuk apa ingin tahu urusanmu!" Reva beranjak pergi, meninggalkan Lingga dengan wajah dinginnya.

Reva mulai terbiasa tinggal di sana, tidur di kasur milik Lingga. Sepertinya, untuk mengurangi rasa bosan gadis tersebut akan merapikan apartemen atau membuat kue panggang.

Apa saja yang sekiranya dapat mengatasi kebosanan.

"Apa kamu belum berganti pakaian?" tanya Lingga saat mendapati Reva keluar dari kamar.

"Memangnya mau ke mana?" Kening gadis tersebut mengernyit.

"Satu kesalahan satu hukuman," ujar Lingga dengan santai.

Mendengar ucapan Lingga, Reva lekas berlari menutup pintu. Seharusnya ia tidak menyepelekan setiap ucapannya.

Mencari baju yang masih berada di dalam koper, Reva memilih dress polos di bawah lutut. Satu-satunya baju terbaik yang baru dia beli lima bulan lalu.

Siapa sangka akan dipakai untuk berkencan dengan Lingga. Kepala Reva menggeleng, membayangkannya saja sudah sangat membuat muak.

"Jangan terlalu lama, aku hanya mengajakmu belanja bulanan bukan berkencan!" Lingga sudah berteriak tak sabar.

Memilih membiarkan rambutnya tergerai, Reva lekas membuka pintu.

"Kenapa aku harus ikut belanja bulanan?" Gadis tersebut tidak mengerti dengan jalan pikiran Lingga.

"Mulai sekarang, kamu yang akan memasak dan menyiapkan keperluanku. Jadi, belilah apa yang sekiranya kamu butuh." Lingga berucap dengan tenang, mengambil kunci mobil sebelum akhirnya melangkah masuk ke sebuah ruangan yang berada di sebelah kamar.

Mendengar penuturan tersebut, Reva hanya bisa menghela napas kasar. Sepertinya, Lingga tipe manusia yang tidak ingin dibantah, mendominasi dan keras. Reva terus berpikir bagaimana bisa lepas dari Lingga.

Hingga lelaki yang sedari tadi mengganggu pikirannya berdiri di hadapan, mengenakan pakaian yang terlihat santai dengan kaos putih serta jaket berwarna hitam. Terlihat jauh lebih tampan dari yang biasa ia lihat.

"Berapa sandi ponselmu?" tanya Lingga tanpa menoleh.

"Dua puluh dua, lima, empat, tiga belas," ucap Reva terlihat ragu, meski ia tahu jelas kalau Lingga tidak bermaksud buruk. Lingga terlihat sibuk menekan tombol di dekat pintu. Mengubah pengaturan sandi kemudian menjelaskan.

"Mulai sekarang, sandi apartemen ini adalah sandi ponselmu. Kamu bisa keluar masuk sesukamu, tapi ingat, jangan berusaha kabur dariku!" Lingga menggenggam tangannya dengan hangat lantas menuntun keluar.

***

Di sebuah pusat perbelanjaan yang begitu ramai, Reva terlihat memilih barang apa saja yang hendak dibeli. Kali ini tanpa peduli dengan nominal ataupun takut jika uangnya kurang, dia tidak lagi mengalami hal mendebarkan tersebut.

"Reva!" ucap gadis cantik dengan gincu berwarna nude. Rambut sebahunya tampak lurus alami, terlihat begitu memesona.

Kening Reva mengerut, berusaha mengingat siapa gadis yang menyapa.

"Ini aku, kamu lupa?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 27

    Reva pulang ke rumahnya dengan perasaan bingung dan terluka. Dia tidak tahu harus berpikir apa tentang Lingga dan Tyas.Dia merasa bahwa Lingga telah menyembunyikan sesuatu yang penting dari dirinya.Dia melempar tasnya ke sofa dan jatuh terduduk di sana, membiarkan kepala tertunduk di antara kedua lutut. Air mata mulai mengalir dari mata, membasahi wajah yang pucat akibat berita tak terduga.Bagaimana bisa Lingga menyembunyikan sesuatu yang sebegitu penting dari dirinya? Apa Lingga mempermainkannya? Apakah dia masih mencintai Tyas?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Reva, membuatnya merasa semakin bingung dan terluka.Keesokan harinya, Reva masih belum bisa menghilangkan perasaan sedih dan kecewa dari hatinya.Dia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya di toko roti, tapi pikirannya terus kembali ke Lingga dan Tyas.Tiba-tiba, pintu ruang produksi terbuka dan Lingga masuk ke dalam. Dia terlihat serius dan khawatir, membuat Reva merasa bahwa dia pasti datang untuk menjel

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 26

    Reva dan Lingga memasuki butik mewah yang terletak di pusat kota, bangunan itu dikelilingi jendela besar yang membiaskan cahaya matahari. Interiornya terlihat elegan dengan dekorasi klasik modern.Reva terpikat dengan jajaran baju pengantin yang terpampang nyata. Sentuhan jemarinya merasakan kelembutan kain itu.Lingga mengamati wajah cantik Reva dengan senyum tipis, matanya menyipit terlihat tampan.Seorang pegawai toko, dengan name tag Rina menyambut."Selamat datang Tuan dan Nyonya, ada yang bisa dibantu?" tanya pegawai itu sopan.Pria itu tersenyum dan mengambil tangan Reva. "Kami sedang mencari baju pengantin untuknya," kata Lingga."Kebetulan, kami memiliki koleksi baju pengantin terbaru dari desainer terkenal. Mari saya tunjukkan."Dengan gerakan anggun, Rina memperlihatkan deretan gaun yang dimaksud. Lampu kristal di atas mereka, tergantung memancarkan cahaya lembut, membuat gaun-gaun tersebut berkilau seperti permata."Apakah Anda memiliki preferensi tertentu?" tanya Rina mem

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 25 Ancaman Tyas

    Setelah pertemuan empat mata kemarin, malam ini Reva menjadi semakin pendiam. Ia duduk seorang diri di sebuah kafe yang disinari cahaya lampu, berbentuk lampion kecil di beberapa sudut.Ia termenung menatap spageti dengan saus kesukaannya yang belum tersentuh.Reva sangat mengerti dengan alasan Bu Ratri, beliau hanya ingin melindungi Lingga dari keluarga bermasalah sepertinya.Ia kembali marah pada dirinya. Mengapa tidak dapat melunasi hutang selain dengan cara pernikahan.Dia benar-benar terjebak pada dua sisi."Mengapa aku harus terluka sejauh ini untukmu ayah? Kenapa aku dilahirkan hanya untuk menjadi mesin uangmu?" Air mata Reva meleleh, meski tak ada isakan keluar dari bibir merahnya.Seorang lelaki tiba-tiba duduk di hadapannya, rambut hitam itu tampak berantakan, meski begitu, menambah kesan maskulin."Kenapa di sini?" tanyanya penuh empati. Ia membawa secangkir kopi yang entah ia dapat dari mana."Aldo?" Mata Reva membulat. "Bagaimana kamu tahu aku di sini?"Lelaki yang bernam

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 24 Pilihan yang sulit

    Mentari bersinar melalui sela-sela jendela kaca, memancarkan cahaya emas yang menghangatkan kulit.Aroma manis kue dari pemanggang menguar di udara, sementara suara pengaduk adonan terdengar bising, menjelaskan betapa sibuknya ruangan itu."Jangan melamun, Rev." Adisti mengetuk meja kerja Reva. Membuyarkan lamunan gadis berkulit bersih itu.Reva tersenyum lelah, menggosok pundak yang terasa pegal. "Hai, Dis. Aku capek banget. Adonan donat ini bikin aku pegal."Adisti tertawa renyah."Udah, aku bantuin aja. Kamu istirahat dulu," ucap gadis berlesung pipi.Lingga tiba-tiba saja muncul dari balik pintu ruang produksi, tubuh tinggi dengan wajah tegasnya sedikit menggetarkan hati Reva."Reva, aku butuh bicara denganmu." Tatapan itu terlihat mengintimidasi.Wajah Reva seketika berubah, dengan terpaksa ia mengekor pada langkah kaki Lingga. Meninggalkan tatapan penuh tanya pada rekan kerjanya.Gadis berusia dua puluh lima tahun itu melihat punggung kokoh yang tertutup kemeja putih tulang, kedu

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 23 Cinta atau kewajiban.

    Reva mencengkram lengan Lingga kuat, keraguan masih terukir di wajahanya saat Lingga mengarahkan langkah ke rumah mungil itu."Kenapa kamu tidak antusias?" Lingga bertanya, heran.Reva terdiam sejenak, tidak merasakan rindu pada bangunan masa kecilnya.Seorang gadis belia keluar dari rumah, tersenyum ceria. "Kakak, apa kabar?" Ia memeluk Reva hangat.Gadis itu mundur selangkah, melihat dengan rasa ingin tahu. "Pacar Kakak?" Matanya melirik sekilas ke arah Lingga.Lingga menatap sekeliling ruangan, bangunan tua dengan dominasi warna putih dan coklat terlihat terawat dengan baik.Dua cangkir teh hangat disajikan, masih terlihat mengepulkan uap panas. Aroma teh yang harum menguar memenuhi indra penciuman."Silakan diminum, Nak," kata lelaki tua itu dengan senyum hangat."Terima kasih," jawab Lingga, ia meraih cangkir perlahan. Matanya menatap lurus, seolah menelisik jiwa ayah Reva di depannya saat ini."Saya hendak melamar Reva." Lingga menyatakan maksudnya dengan tenang, tangannya melet

  • Terjebak Hutang Bos Muda   THBM 22

    Reva yang sedang bersusah payah mencerna jawaban Lingga, lekas mendapat sentilan di dahi."Aku tidak mengerti," ucap Reva mengalihkan pandangan ke arah alas kaki."Apa yang bisa aku bantu?" Lingga berjalan di lorong apartemen lalu menekan sandi yang masih sama dengan kode ponsel Reva."Hutang Ayahku." Suara Reva tercekat. "Rumah kami disegel, jika dalam seminggu tidak melunasi hutang.""Disegel?" Lingga mengerutkan kening. Reva mengangguk lemah, ia merasa malu jika harus menceritakan lebih lanjut."Datanglah besok dan berhenti berpura-pura tidak tahu maksudku," ucap Lingga datar.Reva menunduk, menggigit bibir merasa harapannya akan sia-sia. Memberi hati pada Lingga, bukan sesuatu yang sulit, pria itu tampan, mapan dan terkadang baik. Hanya saja, perbedaan kasta mereka sulit ditembus terlebih Bu Reswari, tidak akan memudahkan hubungan mereka."Aku permisi, Lingga." Reva berbalik lantas berjalan meninggalkan Lingga.Pagi ini suasana begitu hangat, langit pun terlihat cerah biru. Tak ad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status