Share

Bab 5. Bertemu teman lama

Di tempat kerja, seorang gadis tiba-tiba menerobos masuk. Sepasang mata terlihat penuh kilatan emosi menatap wajah datar Lingga.

"Apa karena gadis kampungan itu!" teriak gadis berambut sebahu dengan wajah cantik meski tanpa riasan.

"Apa maksudmu?" Lingga masih tetap tenang, menatap layar laptop yang menyala, tak terusik meski wanita di depannya saat ini sudah maju mendekat.

"Karena dia, kamu mengakhiri hubungan kita?"

"Jangan membawa orang lain, Tyas! Hubungan kita sudah berakhir ada ataupun tidak ada dia!"

Senyum kesal tersungging, hatinya kian tercabik-cabik, serasa dibuang dan dicampakkan dengan kejam. Mendengar penjelasan mantan kekasih yang masih sangat ia cintai, jelas memang ada orang lain di antara keduanya.

"Tidak! Kamu tidak akan bisa bersama siapa pun!" Tyas menggebrak meja, menatap nyalang ke arah laptop yang masih setia menjadi perhatian Lingga.

"Aku di sini brengsek!" Tyas meraih benda kotak persegi tersebut, nyaris melayangkan ke lantai.

Namun, Lingga berhasil menghentikan kelakuan bar-bar Tyas.

"Cukup, Tyas! Aku tidak lagi mencintaimu. " Sorot mata itu terlihat marah, menahan untuk tak memperlakukan gadis di depannya kasar .

"Atas dasar apa kamu memperlakukanku seperti ini?" Tyas tak terima, sebagai primadona di sekolah dan kampus. Ia selalu menolak pria mana pun dan memilih mengejar Lingga meski susah payah. Setelah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun, Lingga malah memilih mengakhiri secara sepihak.

"Aku kira tidak ada lagi yang perlu kujelaskan padamu, hubungan kita sudah berakhir." Lingga menghela napas, menarik tangan Tyas dengan lembut. Bagaimanapun, gadis tersebut pernah singgah di hatinya dan ada banyak kenangan yang mereka ukir bersama.

"Ganti sandi apartemenmu seperti dulu, kumohon Lingga!" Kini dia bersimpuh, tangisan menyayat hati tak membuat Lingga iba.

"Cukup Tyas, aku sibuk!"

***

Reva melihat jam dinding yang terus berputar tanpa henti, rasa bosan kian mendominasi. Bolak-balik melihat pemandangan di bawah balkon, tapi tak ada yang menarik.

Hingga perutnya berbunyi, bau tubuhnya pun sudah tercium tak sedap, sejak kemarin ia belum mandi.

Memilih membuka lemari, ia mencari baju yang sekiranya masih bisa ia pakai. Haruskah ia menggunakan baju Lingga? Gadis tersebut memejamkan mata memilih mengurungkan niatnya.

"Ponsel, ke mana ponselku." Reva terus mencari-cari ke sekeliling hingga bunyi pintu terdengar.

Reva berjalan mengendap-endap ke dekat pintu kamar, penasaran akan siapa yang datang.

"Reva!" Suara berat Lingga menyapa. Demi apa pun, Reva ingin pergi dari tempat ini, tapi bagaimana caranya.

Dengan hati-hati, Reva membuka pintu kamar. Melihat Lingga membawa koper biru laut yang sama persis dengan miliknya, gadis tersebut membelalakkan mata.

"Kenapa kamu membawanya kemari?" Reva terlihat kebingungan, perasaannya makin tidak tenang.

"Mulai sekarang, tinggal bersamaku di sini! Satu kesalahan satu hukuman!" ucap Lingga tanpa bisa ditolak.

"Aku tidak mau!"

"Ucapkan sekali lagi, maka kupastikan kamu menjadi milikku, Reva!" Lingga berjalan mendekat, memeluk pinggang rampingnya kuat.

Tatapan keduanya terkunci, hingga debaran yang tidak seharusnya Reva rasakan membuat gadis tersebut mendorong tubuh Lingga.

"Baiklah, asal aku tetap bisa bekerja!" Reva tahu, keadaannya teramat sulit jika tak menuruti apa yang Lingga mau. Daripada terkurung di sini sepanjang hari, ia lebih baik membuat kesepakatan bersama.

"Apa kamu bisa dipercaya untuk tidak kabur dariku?" Lingga bersedekap, terlihat mencari kejujuran dari mata Reva.

"Aku akan menikah denganmu, jika aku berbohong." Reva terlihat yakin saat mengatakannya, meski hatinya begitu ketar-ketir juga.

"Oke! Sepakat," ucap Lingga mengulurkan tangan.

Reva mengangguk, tidak menatap Lingga juga enggan menyambut uluran tangan lelaki tersebut, dia lebih memilih menatap lantai kamar.

"Keluar dan makanlah, setelah itu mandi, bau tubuhmu membuatku mual." Lingga mengatakannya dengan datar lantas berlalu.

Reva duduk di tepi ranjang, sungguh kenyataan siang ini membuatnya kehilangan tenaga.

Di ruang makan, Lingga terlihat sibuk memainkan ponsel saat Reva datang. Gadis tersebut mengenakan atasan kaos oversized dengan celana jeans pendek di bawah lutut.

Lingga menghentikan kesibukannya, menatap Reva yang sudah terlihat segar setelah mandi.

"Makanlah, setelah ini aku akan mengajakmu jalan-jalan ."

"Aku tidak ingin keluar," ucap Reva enggan, ia menurut untuk duduk di hadapan Lingga saat melihat sebungkus nasi padang kesukaannya tersaji.

Sepertinya, Lingga mengetahu cara membuat mood-nya membaik.

"Dari mana kamu tahu aku suka makanan ini?"

Lingga terkekeh. "Sepertinya makanan apa pun kamu menyukainya," tutur Lingga dengan nada mengejek.

Memilih tidak meladeni ucapan laki-laki di depannya, Reva menyuapkan nasi yang sudah tercampur kuah pedas.

Usai menyantap hidangan pedas gurih dengan ayam yang terasa renyah, Reva terlihat serius bertanya.

"Tadi, ada seorang gadis datang, sepertinya dia mencarimu. Namun, aku tidak bisa membuka pintu."

"Apa kamu melihatnya?"

Reva menggeleng, dia bahkan tidak bersuara saat gadis tersebut berteriak memanggil nama Lingga dan menggedor pintu seperti kesetanan.

"Tidak perlu tahu, lagipula itu bukan urusanmu," jawab Lingga datar tanpa ekspresi. Reva mengerucutkan bibir, sebenarnya sangat penasaran.

"Aku hanya memberitahu, untuk apa ingin tahu urusanmu!" Reva beranjak pergi, meninggalkan Lingga dengan wajah dinginnya.

Reva mulai terbiasa tinggal di sana, tidur di kasur milik Lingga. Sepertinya, untuk mengurangi rasa bosan gadis tersebut akan merapikan apartemen atau membuat kue panggang.

Apa saja yang sekiranya dapat mengatasi kebosanan.

"Apa kamu belum berganti pakaian?" tanya Lingga saat mendapati Reva keluar dari kamar.

"Memangnya mau ke mana?" Kening gadis tersebut mengernyit.

"Satu kesalahan satu hukuman," ujar Lingga dengan santai.

Mendengar ucapan Lingga, Reva lekas berlari menutup pintu. Seharusnya ia tidak menyepelekan setiap ucapannya.

Mencari baju yang masih berada di dalam koper, Reva memilih dress polos di bawah lutut. Satu-satunya baju terbaik yang baru dia beli lima bulan lalu.

Siapa sangka akan dipakai untuk berkencan dengan Lingga. Kepala Reva menggeleng, membayangkannya saja sudah sangat membuat muak.

"Jangan terlalu lama, aku hanya mengajakmu belanja bulanan bukan berkencan!" Lingga sudah berteriak tak sabar.

Memilih membiarkan rambutnya tergerai, Reva lekas membuka pintu.

"Kenapa aku harus ikut belanja bulanan?" Gadis tersebut tidak mengerti dengan jalan pikiran Lingga.

"Mulai sekarang, kamu yang akan memasak dan menyiapkan keperluanku. Jadi, belilah apa yang sekiranya kamu butuh." Lingga berucap dengan tenang, mengambil kunci mobil sebelum akhirnya melangkah masuk ke sebuah ruangan yang berada di sebelah kamar.

Mendengar penuturan tersebut, Reva hanya bisa menghela napas kasar. Sepertinya, Lingga tipe manusia yang tidak ingin dibantah, mendominasi dan keras. Reva terus berpikir bagaimana bisa lepas dari Lingga.

Hingga lelaki yang sedari tadi mengganggu pikirannya berdiri di hadapan, mengenakan pakaian yang terlihat santai dengan kaos putih serta jaket berwarna hitam. Terlihat jauh lebih tampan dari yang biasa ia lihat.

"Berapa sandi ponselmu?" tanya Lingga tanpa menoleh.

"Dua puluh dua, lima, empat, tiga belas," ucap Reva terlihat ragu, meski ia tahu jelas kalau Lingga tidak bermaksud buruk. Lingga terlihat sibuk menekan tombol di dekat pintu. Mengubah pengaturan sandi kemudian menjelaskan.

"Mulai sekarang, sandi apartemen ini adalah sandi ponselmu. Kamu bisa keluar masuk sesukamu, tapi ingat, jangan berusaha kabur dariku!" Lingga menggenggam tangannya dengan hangat lantas menuntun keluar.

***

Di sebuah pusat perbelanjaan yang begitu ramai, Reva terlihat memilih barang apa saja yang hendak dibeli. Kali ini tanpa peduli dengan nominal ataupun takut jika uangnya kurang, dia tidak lagi mengalami hal mendebarkan tersebut.

"Reva!" ucap gadis cantik dengan gincu berwarna nude. Rambut sebahunya tampak lurus alami, terlihat begitu memesona.

Kening Reva mengerut, berusaha mengingat siapa gadis yang menyapa.

"Ini aku, kamu lupa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status