Share

BAB 6 Aku Juga Tidak Suka

Setelah beberapa menit Elea berpikir akhirnya dia mengangguk. "Baik Tuan," katanya menyendok sedikit demi sedikit makanan yang masih tersisa di mangkoknya.

"Heum, istirahatlah, kita akan berangkat pagi besok."

Menghela napas berat, Elea hanya menatap pasrah pada punggung lebar yang berlalu meninggalkan kamar.

Dengan sangat hati-hati ia menyingkirkan mangkuk yang terlihat mahal ke atas nakas, meminum vitamin yang diberikan tadi, kemudian membaringkan tubuhnya dengan hati-hati.

"Apakah ini memang sudah benar? Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kalau dia berniat menjualku di kota?" Mata yang mengantuk kembali terbuka. Elea membangunkan diri dengan paksa dengan kondisi tubuh yang masih lemah.

Elea turun dari ranjang, mengenakan sandal bulu yang terasa nyaman di kakinya. Perlahan ia melangkah ke arah pintu, membukanya dan melongokkan kepala keluar.

"Dia kemana?" batinnya masih menoleh ke kiri dan kekanan. Elea keluar kamar, berjalan keluar dan melihat ke lantai bawah. Sangat sunyi.

Menelan ludah kasar, ia berjalan ke arah anak tangga masih mencari keberadaan Aldrich yang tiba-tiba saja menghilang.

"Apakah ini rumahnya?" kembali ia menoleh kekanan kekiri, suasana begitu mencekam karena pemilik mematikan lampu di lantai bawah.

Setiap langkah yang Elea telusuri tidak luput dari sepasang mata tajam yang sejak tadi memantaunya.

"Tuan ...." panggil Elea pelan.

Gema suaranya semakin membuatnya bergidik ngeri. "Tu-tuan, kamu dimana?"

Elea yang tengah takut langsung berjongkok menutup telinga saat mendengarkan suara benda terjatuh yang begitu nyaring.

"Ma-maafkan aku," ucapnya tergagap masih menunduk dan menutup telinga.

"Elea, berdirilah!"

Elea mendongak, mata bundarnya semakin membulat saat menyadari lampu sudah menyala dan Aldrich berdiri di hadapannya seperti patung es yang--tampan.

Gadis yang masih merasa pusing di kepalanya itu berdehem dan berdiri. "Aku mendengar ada sesuatu terjatuh," katanya panik menatap kebelakang.

"Ingin sesuatu? Katakan saja aku akan mengambilkannya untukmu," kata Aldrich masih menatap lurus pada Elea.

Ingin mengatakan sesuatu tetapi takut. Akhirnya Elea menggeleng, ia berniat akan naik ke lantai atas kembali namun Aldrich menahannya.

Elea menoleh dan menampilkan wajah sedikit ragu. "Ya, baiklah," katanya mengekori Aldrich dengan wajah lesu.

"Besok kita akan kembali ke kotaku, sesampainya di sana, kita akan langsung bertemu dengan ibuku," Elea mengangguk. "Dan aku berharap apapun yang ibuku katakan padamu, kamu harus melaporkannya padaku, mengerti?"

"Harus ya?"

"Apakah wajahku terlihat bercanda?"

Setelah mengatakan itu, Aldrich bangkit dan meninggalkan Elea sendiri di tuang tamu.

Belum beberapa menit duduk Elea yang masih pusing langsung berdiri dan berlari saat Aldrich mematikan kembali lampunya.

"Tuan, jangan tinggalkan aku." Elea menarik ujung baju Aldrich dan berjalan lebih dekat pada padanya.

"Nona ...." peringat Aldrich.

"Tidak, jangan katakan apapun dulu, aku takut," katanya menempel lebih dekat.

Aldrich hanya menghela napas dan membiarkan Elea menempelnya sampai di lantai atas.

"Sekarang masuk ke kamarmu dan jangan keluar lagi!"

Mengangguk kemudian menggeleng, Elea tidak tahan untuk tidak berucap. "Tuan, coba kamu periksa di bawah, sepertinya ada kucing atau tikus di sana," ujarnya melongok ngeri ke lantai bawah.

"Ada lagi?"

"Terima kasih." setelahnya Elea langung masuk kamar dan menutup pintu perlahan.

Aldrich hanya diam mematung di depan pintu yang tertutup. Sementara di dalam kamar Elea masih terus menghubungi Julian yang seperti hilang di telan bumi.

"Sebenarnya dia kemana? Apa dia benar-benar menjebakku?"

______

Pagi hari nya, Aldrich sudah bersiap bersama Jack di lantai bawah. Mereka sudah menunggu sejak setengah jam yang lalu.

Aldrich memanggil seorang pelayan wanita dan memintanya memanggil Eleanora di lantai atas.

"Baik Tuan," ucapnya menunduk kecil kemudian berlalu naik ke lantai atas.

Di lantai atas, Elea yang sudah lama bersiap hanya duduk di pinggir ranjang karena kembali ragu dengan pilihannya.

Suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan, Elea bangkit dan berjalan malas ke arah pintu.

"Nona, tuan sudah menunggu Anda di lantai bawah," ucapnya memasang wajah tidak suka.

"Heum, aku akan turun, terima kasih," katanya setelah menghela napas pelan.

"Nona, ada hubungan apa dengan tuan?" langkah Elea terhenti, ia menoleh kebelakang dan melihat wajah sinis wanita yang mengenakan pakaian pelayan diatas lutut.

"Tanyakan saja pada tuanmu kalau kamu penasaran," ucapnya berdecak lalu kembali melanjutkan langkah. 

Namun, lagi-lagi suara si pelayan kembali menghentikan langkahnya. "Jangan bermimpi menjadi pasangan tuan, karena tuan tidak akan terpikat oleh wanita sepertimu," setelah mengatakan itu, ai pelayan berjalan lebih dulu meninggalkan Elea yang terpaku karena ucapannya.

"Apakah dia menyukai tuannya sendiri? Kenapa ucapannya sangat pedas?" geleng Elea menuruni tangga dengan bibir terus mendumal.

"Selamat pagi, Nona Eleanora," sapa Jack sedikit membungkuk saat Elea sudah berada di bawah tepat saat Aldrich dan Jack berjalan ke ruang makan.

"Selamat pagi, tu ... eh, Tuan yang menolongku kemarin, kan?"

Jack menoleh menatap tuannya yang berjalan lebih dulu ke ruang makan. "Heum, senang bertemu dengan Anda Nona," katanya merasa tidak enak.

"Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tertekan, hutang--,"

"Jack, bawa nona Elea sarapan bersama," suara bariton sang tuan masih terdengar dengan jelas walau sudah jauh jaraknya.

"Nona, lebih baik kita sarapan dulu, tuan tidak suka menunggu," ucap Jack meminta Elea berjalan lebih dulu.

Sampai di meja makan, Elea menatap tidak percaya dengan hidangan yang dia lihat, semuanya ada di atas meja.

"Duduk!"

Elea langsung duduk, tidak memperhatikan wajah datar Aldrich adalah jalan terbaiknya.

"Siapa yang memasak sebanyak ini? Kalau di jual tentu akan sangat untung," gumamnya, tidak percaya bahwa dia akan dihidangkan makanan semewah ini.

Aldrich berdehem, sebelum pria tampan itu mulai makanannya, ia menatap lurus pada Elea yang juga menatapnya.

"Aku tidak suka ada yang bicara saat di meja makan. Kamu harus mengingat itu dengan benar."

"Heum baiklah, kamu ini semuanya tidak boleh," 

Wajah Jack sampai pucat karena jawaban sang Nona, bagaimana bisa dia menjawab seperti itu lada singa yang suka sekali menerkam.

"Eleanora!!"

"Baiklah tuan, aku akan mengingat semuanya. Aku tidak akan berbicara di meja makan, juga tidak akan bertanya banyak hal padamu," ucapnya dengan wajah menahan kesal.

Aldrich meminta kedua orang disebelahnya untuk sarapan segera, Elea yang biasanya selalu berbicara sambil makan saat ini menjadi lemas menyuapi makanan pada mulutnya.

Ketiganya makan dengan khidmat, Elea lebih cepat selesai karena sungguh dia tidak bernafsu jika tidak sambil mengulang cerita di hari yang lalu.

Selesai dengan sarapan mereka, Aldrich berpesan pada para pekerja di apartemennya, kalau mereka sementara kembali diliburkan dan kembali bekerja bulan depannya.

"Di dalamnya ada uang saku kalian selama 2 bulan. Akan tetapi, aku minta kalian kembali bekerja di bulan pertama, mengerti?"

Semua mengangguk serempak, mendapatkan upah 2x lipat jelas saja mereka senang. Tuannya walaupun sangat irit berbicara namun sangat loyal dalam berbagi.

"Kalian bisa kembali sekarang juga," katanya lagi membubarkan semuanya. Sementara Elea yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya merasa tergiur.

"Tuan, apakah masih ada lowongan? Aku juga bisa bekerja," katanya melupakan niat awal mereka.

"Jack, bawa koper nona Elea ke mobil, kita berangkat sekarang!"

"Ya ampun pria itu ...." 

Jack membawa turun koper Elea dan meminta sang nona untuk mengikutinya. Sekali lagi Jack mengatakan bahwa tuannya tidak suka menunggu.

"Aku juga tidak suka menunggu," kesal Elea.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status