Hanya deheman yang Elea terima, setelahnya Jack benar-benar meninggalkan lokasi tempat Elea berdiri mematung dengan pikirannya.
Seseorang menepuk pundak Elea dengan keras, "Dia siapa?" tanyanya dengan memandang arah yang sama dengan Eleanora."Bukan siapa-siapa," cengengesan menggaruk tengkuknya, menghela napas pelan, ia masuk kembali ke dalam resto dan meminta maaf atas ketidaknyaman yang terjadi karena ulahnya."Maafkan aku," ucapnya membungkuk pada seluruh pengunjung resto.Hanya beberapa saja di antara mereka yang merespon selebihnya menganggap itu hal biasa, sehingga tidak perlu dibesarkan."Kamu kenal dengan pria tadi?" Teman wanita Elea menyenggol punggungnya pelan seperti menggoda."Sepertinya aku pernah melihatnya," jawabnya, tidak mengatakan kebenaran yang lebih."Dia tampan, tubuhnya besar dan berotot, oh ... pasti sangat hangat dalam pelukannya," katanya membayangkan tubuh kekar Jack yang di yakininya hangat."Jangan terlalu banyak menghayalkan pria, otakmu bisa bermasalah.""Ck, aku sebenarnya penasaran denganmu, kau normal atau tidak? Cobalah sekali-kali kau mencobanya bersama Julian," tubuh Elea menegang, bayangan malam panasnya bersama Aldrich kembali terlintas begitu saja.Ia menghindari temannya--Hana, membersihkan apa saja yang ada agar detakan jantungnya kembali normalTerkekeh. "Kau pasti membayangkan bagaimana nikmatnya, 'kan? Coba saja sekali," desak Hana lagi."Tidak, aku tidak sama sepertimu, Hana. Lebih baik sekarang kita melanjutkan pekerjaan, aku harus kembali lebih cepat karena harus mencari kontrakan baru," sedihnya, terus menyemangati dirinya sendiri bahwa dia akan mendapatkan tempat tinggal setelah ini.Hari berjalan begitu cepat, Elea sudah meminta kembali lebih awal dari biasanya, menarik koper kecil miliknya ke halte.Berulang kali ia menelepon Julian, namun pria yang menjadi kekasihnya itu tidak juga bisa dihubungi."Aku harus kemana?" Batinnya, hari sudah mulai sore tetapi ia belum memiliki tujuan yang jelas.Masih duduk di halte, memikirkan nasibnya yang begitu menyedihkan. Ia mendongak karena langit sudah meneteskan airnya sedikit demi sedikit hingga terjadilah--hujan."Hujan, kenapa harus sekarang kau turun?" semakin sedih rasanya, duduk sendiri seperti itu di tengah hujan.Setengah jam berlalu, hujan masih belum juga reda, Elea memegang perutnya karena sudah mulai berbunyi."Aku lapar," gumamnya menoleh ke kiri dan ke kanan, untuk sampai di kafe ujung dia harus berlari, dan tentu saja akan basah.Karena suara hujan, ia tidak bisa mendengarkan derap langkah mendekatinya, tetapi, hidungnya masih bisa menangkap wangi parfum seseorang yang dikenalnya.Ia mendongak setelah menatap lama ujung sepatu mengkilat di hadapannya, "Tuan, Anda?" matanya mengerjap sesaat, mereka saling tatap dalam beberapa saat."Berdirilah dan ikut denganku!" katanya langsung membalik diri, meminta Elea mengikuti langkahnya.Aldrich menoleh karena Elea tidak juga berdiri dari duduknya, "Ingin disini lebih lama atau ikut denganku," ucapnya dengan nada serius.Elea berdiri, menarik kopernya dan mengekor di belakang Aldrich, selebar apapun langkah Alrich tetap saja keduanya akan basah, karena jarak parkirnya cukup jauh dari tempat Elea tadi.Di dalam mobil, Elea tidak mengatakan apapun, tubuhnya menggigil dengan perutnya kosong, membuat kondisinya semakin tidak baik.Aldrich melajukan mobilnya di tengah hujan dan membelah sunyinya malam."Kamu kedinginan?"Mengangguk, Elea memeluk dirinya, semalam dia tidak sempat makan di rumah temannya karena tidak mendapatkan tawaran. Sementara di resto, ia hanya memakan satu potong roti berukuran kecil sebagai sarapannya."Pakailah, ini akan sedikit membantu," katanya menyampirkan jasnya yang masih kering pada Elea."Hem, terima kasih, Tuan." Elea mengeratkan jas milik Aldrich dan memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil.Aldrich hanya melirik sekilas dengan terus fokus melajukan mobil dengan jalan yang basah karena hujan semakin deras.Sampai di sebuah gedung tertinggi, Aldrich melirik Elea yang tidak bergerak sejak tadi."Elea," panggilnya. Aldrich kembali melanjutkan, "Kamu tertidur?"Lagi-lagi tidak ada jawaban. Menghela napas, Aldrich keluar dan berlari ke arah pintu dimana Elea berada.Benar saja, Elea tertidur, namun yang tidak biasa adalah, tubuh Elea yang demam. Aldrich langsung mengangkat dengan mudah, membawa tubuh kecil Elea naik ke lantai unitnya."Jack, telepon dokter, sekarang!" perintahnya melihat Jack yang baru saja keluar dari kamarnya.Tidak menunggu diperintah dua kali, Jack langsung memanggil Dokter seperti permintaan sang tuan.Meletakkan Elea dengan hati-hati di atas ranjang, lalu dengan cepat mengganti pakaian wanita malang itu dengan sangat cepat. Aldrich sampai menelan ludah berkali-kali saat tidak sengaja mata dan tangannya menyentuh dan melihat sesuatu yang pernah dia rasakan beberapa hari yang lalu.Setelah memastikan Elea hangat, Aldrich langsung masuk kamar mandi membersihkan diri sambil menenangkan dirinya sendiri.Tidak lama, Jack datang dengan seorang Dokter wanita cantik dengan sneli yang menambah kecantikannya."Bagaimana keadaannya?" tanya Rich, tatapannya masih datar, namun terlihat sangat menggoda dan panas dengan rambut yang setengah basahnya.Dokter wanita itu menahan diri agar terlihat biasa, kemudian menjelaskan, "Kelelahan dan beban pikiran," jawabnya sambil berdiri dan membenarkan kemeja miliknya."Saya sudah meresepkan vitamin, berikan itu setelah nona ini bangun, dia membutuhkan waktu istirahat dalam beberapa hari, setelahnya dia akan kembali seperti biasa," jelasnya.Aldrich hanya mengangguk, ia meminta Jack mengantar sang dokter juga memesankan makan malam untuknya.Jack melihat gelagat sang Dokter yang seperti menolak tetapi karena tidak ingin membantah sang tuan, Jack bersuara, "Dokter, saya akan mengantar Anda kembali,"Mengangguk, walau hatinya berat namun ia tetap melangkah pergi berharap akan dicegah, tetapi sayangnya itu hal yang mustahil."Aku bisa kembali sendiri, terima kasih Jack," katanya menolak dengan senyuman getir."Hem, semoga hari Anda baik-baik saja, dokter." Jack melangkah meninggalkan sang Dokter berdiri mematung, menatap ke arah dimana tadi dia keluar dan berharap dicegah.Sementara itu, di dalam kamar, Elea membuka mata perlahan, kepalanya terasa berat dan suhu tubuhnya terasa hangat."Kamu sudah bangun?" seorang pria dengan wangi maskulin mendekat dengan nampan di tangannya. Rich melanjutkan, "Kamu kelelahan itulah membuatmu sedikit demam,"Mengangguk lemah, Elea melihat pakaiannya yang berubah dan--matanya melotot saat menyadari bahwa dia tidak mengenakan apapun di dalamnya."Si-siapa yang mengganti pakaianku?"Rich hanya menatapnya datar, tidak akan ada yang tahu apa yang dipikirkannya."Makanlah, sebentar lagi, Jack akan membawa vitamin untukmu," katanya meninggalkan Elea dengan rasa canggung karena wanita itu mulai menyadari siapa yang mengganti pakaiannya.Elea menikmati makanannya dengan lahap, ia lapar dan makanan ini sangat sulit untuk diabaikan.Tidak lama, Rich kembali masuk, memberikan botol vitamin untuk Elea, satu berwarna merah muda dan satunya berwarna putih."Dua? Kenapa banyak sekali?" tanyanya karena merasa vitamin ini terlalu banyak."Yang merah muda minum sampai kamu merasa baikan, dan itu yang diatas kasur, minum setelah kau benar-benar merasa sehat," jelasnya dengan wajah tanpa ekspresi apapun."Baiklah, aku akan meminumnya," kata Elea membuka botol vitamin yang Aldrich maksud."Jadi bagaimana? Kau ikut denganku?""Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati