Share

BAB 7 KAMU KEMANA SAJA?

Mata Elea terbelalak saat sudah berada di halaman super besar, mobil mewah berjejer dengan rapi, bukan hanya itu, beberapa orang berpakaian hitam juga berada di setiap sudut halaman.

Ini sudah malam, tetapi halaman rumah. Ah, tidak bisa dikatakan rumah karena ini sangat besar dan megah terlihat terang benderang dengan lampu yang Elea tidak tahu berapa harga listriknya.

"Jack, minta pengawal membawa barang Elea masuk, aku akan membawa Elea masuk," ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti Elea yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Sesampainya di dalam mansion, Elea semakin takjub dibuatnya. 'Apakah aku bermimpi? Ini seperti di film yang pernah ku lihat,' batinnya masih memperhatikan setiap detail isi di dalam mansion utama keluarga Alvaro.

Tidak lama, suara heel terdengar mendekat ke arah mereka, Elea melirik ke arah Aldrich yang tetap saja memasang wajah datar seperti biasanya.

"Sayang, akhirnya kamu kembali," ucap wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan sehat.

Nyonya Vianka melerai pelukannya lalu melirik pada Elea yang masih mematung di antara mereka. "Dia siapa, Rich?" tanyanya pada sang anak. 

"Dia Eleanora, dia akan tinggal bersama Rich di mansion utara," kata Rich membawa Elea ke kamar yang sudah disediakan oleh pelayan.

Nyonya Vianka menahan anaknya. Jelas ini hal yang harus diketahui lebih lanjut, "Eleanora? Kamu membawa wanita tinggal bersama? Kamu yakin?" 

"Ma, aku akan menikah dengan Elea, sesegera mungkin!" seru Aldrich tanpa basa-basi di hadapan sang ibu.

"Menikah? Kakak akan menikah dengannya? Kakak tidak salah memilih?" Rea tiba-tiba datang dan berdiri di sebelah Elea memperhatikan wanita yang bisa Rea perkirakan kalau mereka seusia.

Rea melanjutkan. "Mama memang memintamu menikah, tetapi kenapa tidak berpikir lebih baik, Kak, dia--,"

"Rea, kau tidak ada hak mendikte siapapun, aku sudah memutuskan akan menikahi Elea, dan mama seharusnya bahagia dengan keputusan ini."

Eleanora sampai menelan ludah kasar karena merasa tidak enak dengan perdebatan mereka. Ia melirik Aldrich yang masih saja terlihat tegang.

'Oh, aku harus bagaimana sekarang?' batin Elea lagi.

Ia mendengarkan semua yang wanita di sebelahnya ucapkan, kata-kata meremehkan masih bisa ia terima karena memang sudah sangat sering ia dengar.

"Jack, bawa kembali pakaian Elea ke mobil, kita ke mansion utara, sekarang!" 

Nyonya Vianka terkejut karena Rich yang langsung ingin kembali sebelum makan, langsung mencegah kedua anaknya bertengkar.  "Rea, kembali ke kamarmu!" perintah sang ibu.

"Ma ...."

Menghela napas pelan wanita yang masih terlihat cantik itu menahan lengan anaknya. "Rich, ini sudah malam, kamu sebaiknya menginap saja dulu, mama sudah menyiapkan makan malam untukmu dan bawa juga dia bersamamu," katanya tidak begitu mengingat nama Elea.

"Setelah makan malam, aku akan tetap kembali, Ma," katanya yang terpaksa harus ibunya angguki lagi.

Nyonya Vianka meminta Rich dan juga Elea membersihkan diri dulu sebelum makan malam, sementara dia dan Rea yang tidak langsung ke kamarnya menyiapkan kembali makan malam yang sempat dimasukkan dalam lemari pendingin tadinya.

"Mama, jangan katakan kalau mama menyetujui keinginan Aldrich, wanita itu akan menggagalkan rencana kita, Ma," kata Rea duduk di kursi dan memperhatikan ibunya yang dengan cekatan menghangatkan kembali makan malam untuk kakaknya.

"Tenanglah, mama sedang berpikir," ujarnya meletakkan dua piring kosong juga dua gelas berisi air mineral untuk keduanya.

"Mama, Olivia adalah kekasihnya, bagaimana bisa Aldrich akan menikah dengan wanita lain, dan mama lihat wanita itu sepertinya dari kalangan bawah."

"Heum, diamlah, nanti Aldrich dengar kamu bisa mendapat masalah," saran ibunya, Rea sudah sangat sering mendapatkan amarah kakaknya dan gadis berusia 20 tahun ini tetap saja tidak jera.

Tidak lama, Rich dan Elea datang bersamaan, Rea berdiri dari duduknya kemudian mendekat ke arah dimana ibunya berdiri.

"Selamat malam, nyonya," sapa Elea tadi ia tidak sempat menyapa karena masih belum berani menyela.

"Heum, selamat malam, duduklah dan nikmati makan malamnya," kata nyonya Vianka.

Elea tertegun saat Aldrich menarik kursi untuknya, begitupun dengan Rea yang menyadari kakaknya sudah berubah haluan.

"Nikmati makan malam kalian, mama dan Rea akan menunggu di ruang keluarga," tidak membutuhkan persetujuan, nyonya Vianka dan Rea meninggalkan keduanya, karena keduanya memang sudah selesai dengan makan malam mereka.

"Tuan, maafkan aku karena aku-,"

Elea menelan lidah kasar karena melihat sorot mata Aldrich yang mengisyaratkan jangan berbicara. Elea hanya menghela napas pelan, ia menyendok sedikit nasi dan beberapa potong sayur tanpa kuah.

Melihat itu Aldrich langsung mengambil alih sendok yang Elea pegang lalu menambahkan potongan daging ke ataa piring Elea.

"Eh jangan udang, aku alergi itu," kata Elea langsung menjauhkan piringnya saat Aldrich akan menambahkan udang di piringnya.

"Makan dengan baik, setelah ini kamu akan menjalani hidup lebih berat lagi," kata Aldrich mulai menyendokkan sup ke dalam mulutnya.

Elea mencebik, selama ini hidupnya sudah sangat susah, apakah ada yang lebih susah lagi?

Keduanya makan dalam diam juga dengan pikiran mereka masing-masing.

Sementara itu di tempat berbeda seorang lelaki bertubuh tinggi sedang berdiri di depan kontrakan kekasihnya. Ia menelepon sejak beberapa menit yang lalu tetapi panggilannya tidak juga terjawab.

"Kemana dia?" katanya mengusap wajahnya kasar. Sementara wanita di sebelahnya hanya menghela napas dan merasa lelah sendiri.

"Sudah ku katakan Elea tidak di kontrakannya, dia diusir," Fera sangat kesal karena ucapannya diabaikan.

"Kau tidak tanya dia kemana? Kau temannya, Hana harusnya kau tahu kemana Elea!" Julian masih terus mencoba menghubungi Elea yang tetap tidak menjawab panggilannya.

"Kenapa menyalahkanku? Kau kekasihnya kan?" 

Julian mendengus, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong kemudian berjalan ke arah mobil mereka. Fera yang di belakangnya hanya bersikap acuh sejak tadi.

"Sayang, sudahlah kita cari dia besok di tempat kerjanya, mungkin saja Hana tahu," bujuk Fera, dia lelah jika harus mengikuti kemana Julian akan pergi.

"Kita ke apartemenku, bagaimana?" ajak Julian yang langsung Fera angguki.

Sepanjang jalan mereka ke apartemen Julian. Fera terus berdoa agar Elea tidak mereka temukan besok hari, dia ingin hidup beberapa hari tanpa Eleanora dan itu adalah impiannya.

Sesampainya di apartemen Julian, Fera langsung saja menyiapkan diri seperti biasanya. Memanjakan Julian juga memberikan servis yang luar tidak akan Elea berikan padanya.

"Kau terlihat semakin cantik saja, Baby." Julian mendekat dan menerkam bibir ranum Fera, tidak membiarkan wanita yang selama ini bersamanya terlepas.

Fera tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun karena Julian begitu ganas menyerangnya. Hingga suara dering telepon membubarkan aksi keduanya.

Napas Fera terengah, ia tengah sampai di puncak namun Julian melepaskannya dan berlalu dengan ponsel di telinga.

"Halo," Julian meminta Fera untuk tidak bersuara sementara dia akan berbicara.

"[Julian, kau kemana saja? Aku sudah seperti orang gila menghubungimu, tapi kau--,]"

Tut ....

Julian menatap ponselnya yang tiba-tiba saja gelap. "Kenapa dia mematikannya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status